Happy Reading!
Bagian 10
Tekad
Jendra menatap gadis di depannya. Raut khawatir jelas tercetak di wajahnya ketika melihat luka di sudut bibir sang pujaan hati. Pikirannya berkelana, membingkai sebuah dugaan kuat yang menjadi sebab gadisnya terluka.
Tangan cowok itu terangkat untuk mengusap pipi si gadis, tatapannya masih terkunci pada Kanina yang cantik. Helaan napas terdengar kemudian. "Lagi?"
Kanina tersenyum tipis, ia memegang tangan Jendra yang ada di pipinya, lalu membawanya untuk digenggam. "Cuma tamparan ringan aja kok, gak perlu khawatir."
Tamparan ringan katanya. Jendra tak habis pikir. Bagaimana bisa Kanina bertahan dengan semua luka yang menjeratnya selama ini? Tidak sekali dua kali gadis itu menjadi sasaran empuk kemarahan Rafan. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa seorang ayah bisa melakukan itu kepada anaknya?
"Kamu gak capek?" Jendra bertanya, manik hitamnya masih bersitatap dengan netra penuh luka milik Kanina.
Gadis itu. Meski tersenyum, namun raut luka tak bisa hilang dari wajahnya. Kata demi kata yang diucapkan Kanina sebagai bukti bahwa ia baik-baik saja tak pernah lagi Jendra percayai.
Faktanya, Kanina sekarang tengah dilanda lelah bertubi-tubi karena terperangkap dalam lubang penuh senjata yang kapan saja bisa membunuhnya.
Kanina semakin melebarkan senyumnya, sementara tangannya semakin erat menggenggam tangan Jendra. "Gak capek selagi ada kamu."
Selalu saja begitu jawabannya. Jendra tak mengerti, bahkan dirinya tak pernah membantu sedikitpun. Ia hanya bisa menjadi pecundang yang membiarkan orang tersayangnya terluka, namun, kenapa Kanina selalu mengatakan seolah ia adalah seorang pahlawan?
Tak ada raut senang yang tercetak di wajah tampan Jendra ketika mendengar kalimat itu diucapkan. Ia sudah terlalu lelah menghadapi Kanina yang selalu berpura-pura baik-baik saja meski luka di hatinya semakin hari semakin melebar. "Aku serius, Kanin."
"Aku juga serius, Jendra." Kanina membalas dengan senyum yang tak hilang di wajahnya.
"Jangan terbiasa bohongin perasaan kamu sendiri kalau lagi sama aku. Kalau capek, bilang capek. Aku gak mau kamu terus-terusan kaya gini." Jendra berujar, Kanina terdiam.
"Kaya gini gimana? Aku bilang yang sebenarnya kok, aku gapapa selagi ada kamu," ucap Kanina meyakinkan.
"Hebat banget ya aku, bisa bikin capek kamu hilang cuma dengan ketemu," Jendra berujar rendah. Kalimatnya sarat akan sindiran, Kanina pun langsung paham dengan ujaran itu. Namun ia memilih diam saja karena tak ingin memperpanjang.
Keduanya sama-sama diam. Fokus pada pikiran masing-masing, dengan tangan yang masih saling menggenggam.
10 menit terlewati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Luka✔️
Teen FictionKanina tak pernah menyangka bahwa hidupnya akan dipenuhi oleh duka dan lara. Cacian, hinaan, serta tatapan merendahkan tak pernah luput dilemparkan oleh orang-orang di sekitarnya. Belum lagi tekanan dari sang ayah yang membuatnya semakin lupa cara...