30 ; Tatap

126 16 2
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Bagian 30

Tatap

"Papa yang nyuruh Jendra buat mutusin aku?" Kanina langsung melempar tanya begitu sampai di meja makan. Netranya menatap Rafan tajam selagi menahan emosi yang bergejolak di dadanya.

Rafan, yang kala itu tengah menikmati sarapannya menoleh. Satu alisnya terangkat, "Oh? Jadi kalian sudah putus? Papa baru tahu."

Kanina mendengkus kasar, "Jangan berlagak gak tahu, aku yakin pasti Papa yang nyuruh Jendra buat mutusin aku. Papa ngancem dia, kan?" 

"Untuk apa Papa melakukan itu? Tidak ada gunanya sama sekali." Rafan menjawab dengan air muka serius. "Seharusnya kamu yang intropeksi diri, bukannya kamu sendiri yang sudah menyakiti Rajendra? Kamu mempermainkan dia."

Kanina mengeraskan rahangnya, kesal dengan apa yang diucapkan oleh papanya. Demi apapun, ia tak pernah berniat untuk mempermainkan Jendra, tidak sama sekali.

"Tidak ada cowok yang mau diduakan, Katyara, termasuk Rajendra. Wajar kalau dia minta putus setelah tahu kamu akan bertunangan dengan Bagaskara."

Kanina terkekeh sinis. "Papa terlalu menyalahkan aku, padahal di sini Papa yang salah. Papa yang maksa aku nerima perjodohan itu di saat aku sendiri udah punya Jendra. Aku udah berkali-kali bilang kalau aku gak mau dijodohin, tapi sampai sekarang pun suaraku gak pernah didengar. Papa terlalu berambisi sampai mengorbankan aku yang notabenenya anak Papa sendiri." Kanina menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangisnya yang sudah berada di ujung.

"Sadar gak kalau Papa yang bikin aku nyakitin Jendra? Papa yang memaksa aku untuk jalan bareng Bagaskara dan bikin Jendra salah paham. Dan setelah semua itu, Papa masih menyalahkan aku dan berlagak seperti orang yang gak tahu apa-apa? Kenapa Papa sejahat ini sama aku?" Detik itu, setetes air meluncur dari sudut mata Kanina.

Rafan meraih air yang ada di gelas, lalu meminumnya tanpa mempedulikan sang putri yang baru saja meluapkan uneg-unegnya. Dasarnya Rafan berhati batu, tangis Kanina tak berarti apa-apa untuknya. Ia tak merasa iba sama sekali.

"Mau kamu menangis seperti apapun, itu tidak akan merubah keputusan Papa. Beberapa hari lagi kamu akan bertunangan dengan Bagaskara, semuanya sudah disiapkan dengan matang, dan kamu hanya perlu melakukan pertunangan itu, selesai. Gak perlu pake drama segala."

Kanina tersenyum miris mendengar itu. Seharusnya ia tak perlu repot-repot mengeluarkan segala keluh-kesahnya. Seharusnya ia tak perlu membuang air matanya. Sampai kapan pun, ia akan selalu kalah, suaranya tak akan pernah didengar. Rafan akan tetap pada keputusannya.

Goresan Luka✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang