Happy Reading!
Bagian 17
Lagu
Kanina duduk di pinggir kasur seraya mengeringkan rambutnya yang basah dikarenakan habis keramas. Ia meringis kala membuka mulutnya, merasakan perih di ujung bibirnya yang robek.
Setelah selesai mengeringkan rambut, Kanina meletakkan hair dryer yang baru saja ia pakai ke atas nakas. Kakinya melangkah menuju cermin, lalu mematut dirinya di sana.
Tampak pipi sebelah kirinya memerah, juga ujung bibirnya yang robek akibat tamparan Rafan yang kelewat kencang. Kanina menutup matanya, berusaha mengenyahkan perasaan sesak yang kembali mendatanginya.
Ia memegang dadanya yang terasa sakit. Napasnya tercekat. Rasanya sangatlah menyakitkan. Fakta bahwa papanya tak memiliki rasa iba sedikitpun—meskipun Kanina sudah memohon untuk berhenti—mampu menghantamnya pada titik terdalam.
Dirinya, dirinya adalah putri kandung Rafan, tapi kenapa ia tidak diperlakukan seperti layaknya putri kandung? Kenapa... ia malah menjadi objek pelampiasan?
Katanya, setiap orang tua menyayangi anaknya dengan sepenuh hati. Katanya, tak ada orang tua yang tega menyakiti anaknya sendiri. Tapi, kenapa Kanina menjadi pengecualian?
Kenapa... Kanina tak pernah merasakan kasih sayang itu? Sedikit saja, Kanina hanya minta sedikit, tapi papanya tak pernah memberikannya.
Semuanya hanya tentang ambisi. Papanya terlalu terbuai dengan apa yang ia miliki sampai rela melakukan apapun untuk menambah harta yang ia punya. Termasuk mengorbankan Kanina. Menjadikan dirinya alat agar bisa meraih tujuan yang tak ada habisnya.
Sampai kapan papanya puas? Tidak, papanya tidak akan puas. Tidak akan pernah. Karena papanya... telah gila dunia.
Kanina menghapus air matanya yang tanpa sadar telah luruh membasahi pipinya yang lebam. Ia kembali ke kasur, lalu duduk di sana selagi berusaha menghentikan tangisnya.
Namun, tentu saja itu tak mudah. Mengingat sakit yang ia rasakan teramat dalam.
Ternyata, menjadi berani di depan papanya bukan hal yang mudah. Kanina teramat lelah dengan semua hal yang dilakukan papanya. Kanina lelah disakiti terus-terusan, sangat lelah. Tapi, apa yang bisa ia lakukan selain menerima? Toh, tadi sudah ia coba agar Rafan berhenti menyakitinya. Tapi tetap saja, kan? Tetap saja Rafan menyakitinya.
Kapan papanya akan berhenti menjadikannya sebagai pelampiasan?
Mungkin nanti, saat Kanina telah sekarat.
Suara pintu yang terbuka berhasil membuat Kanina tersentak. Gadis itu menghapus air matanya kala melihat Saka mendekat dengan nampan di tangannya. "Udah baikan?" tanya Saka seraya meletakkan nampan berisi nasi, sup ayam, pisang, serta air di atas nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Luka✔️
Teen FictionKanina tak pernah menyangka bahwa hidupnya akan dipenuhi oleh duka dan lara. Cacian, hinaan, serta tatapan merendahkan tak pernah luput dilemparkan oleh orang-orang di sekitarnya. Belum lagi tekanan dari sang ayah yang membuatnya semakin lupa cara...