Happy Reading!
Bagian 18
Tamu
Tidak ada yang lebih mengagetkan di hari Sabtu ini selain kehadiran Widia yang bertamu pagi-pagi sekali.
Rafan sedang tidak ada di rumah. Papanya itu tak pernah sekalipun terlihat luang dan menikmati hari liburnya, setiap harinya selalu saja disibukkan dengan pekerjaan. Jadi, hanya ada Kanina dan beberapa pelayan di rumah besar ini.
"Kamu gapapa, Ra?" Widia bertanya seraya meneliti penampilannya yang tak bisa dikatakan baik. Karena jejak kemerahan di pipi dan juga luka di sudut bibirnya masih belum sembuh.
Kanina yang saat itu baru saja selesai mandi menganggukkan kepalanya, "I-iya, Tan. Aku baik-baik aja, kok," jawabnya, pelan.
Meski Kanina mengatakan bahwa ia baik-baik saja, namun, itu tak bisa menghilangkan raut khawatir dari wajah Widia. "Ini pipi kamu merah, bengkak, terus bibir kamu robek. Ya ampun, Ra, separah itu kekerasan yang diberikan papa kamu?"
Kanina membelalakkan matanya, ia memandang Widia dengan dahi berlipat, "E-eh? Gimana, Tan?"
Ini pasti karena Saka. Pasti cowok itu yang telah bocor kepada Widia. Permintaan Kanina kemarin rupanya tak dihiraukan oleh Saka. Sepupunya itu memang tak pernah bisa diajak bekerja sama, selalu saja melakukan hal seenaknya. Kanina jadi kesal sendiri.
"Tadi Saka bilang kamu kemarin dipukulin sama papa kamu, jadi Tante langsung ke sini buat ngeliat kondisi kamu. Ya ampun, Ra, ini beneran? Kok bisa papa kamu sampai melakukan hal ini? Astagfirullah."
Sialan, Saka benar-benar sialan. Sekarang Kanina harus bagaimana? Ia tak mau permasalahan ini sampai pada Rafan sendiri. Demi apapun, bukannya terbebas, justru nyawa Kanina lah yang akan menjadi taruhan.
"Tan, ini kayanya salah paham deh. Aku gak dipukulin Papa, kok. Gak, gak mungkin Papa melakukan itu." Kanina berucap setelah menemukan alasan yang masuk akal agar Widia percaya bahwa bukan Rafan lah yang melakukan ini.
Widia mengernyitkan keningnya bingung, "Salah paham? Maksudnya gimana? Jelas-jelas tadi Saka yang bilang sendiri kalau kamu diperlakukan dengan buruk sama papa kamu," ujarnya tak mengerti.
Kanina menghembuskan napasnya berat, ia menyingkirkan rambutnya yang menutupi pipi, lalu menunjuk bibirnya yang robek sembari berkata, "Ini, ini bukan karna kekerasan, tapi karna aku gak sengaja kebentur meja waktu jatuh, terus ini," Kanina menunjuk pipinya yang memerah dan bengkak akibat tamparan Rafan, "aku kemarin tengkar sama siswi lain di sekolah, terus dia nampar aku, aku nampar dia, udah. Papa gak melakukan kekerasan sama sekali, Tan."
Sejujurnya, Kanina sedikit keberatan ketika berbohong dan mengatakan bahwa Rafan tidak menyakitinya sama sekali. Karena faktanya, papanya itu sangatlah menyakitinya. Namun, apa boleh buat? Ia tak punya pilihan lain, ini demi nyawanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Luka✔️
Teen FictionKanina tak pernah menyangka bahwa hidupnya akan dipenuhi oleh duka dan lara. Cacian, hinaan, serta tatapan merendahkan tak pernah luput dilemparkan oleh orang-orang di sekitarnya. Belum lagi tekanan dari sang ayah yang membuatnya semakin lupa cara...