Lubang Maut

207 16 19
                                    

sawadeeka, jaga kesehatan ya.

kalian yang udah baca dua bab terakhir itu udah baca bab Kotak Beruap belum sih? hahahha kok kalian bacanya loncat-loncat. bab itu salah satu bab seru di cerita ini. 

*

Tina yang merasa tantangan ini sebagai ulah sekaligus pembalasan dendam ambil langkah lebih dulu. Terdapat total delapan tali yang harus disinggahi supaya bisa sampai ke bibir balkon sebrang. Susah payah Tina bertahan, mengapit pijakan, menggenggam dari simpul ke simpul, juga menopang beban tubuh. Ruang hitam nun jauh di bawah kaki bak melambai ingin dia gagal lalu terjun.

"Tina, sedikit lagi! Jangan lihat ke bawah!" tutur Heidi spontan mencengkram pegangan penyangga.

"Benar, jangan lihat ke bawah!" desis Tina menutup mata mau menenangkan diri. Ketika siap dia hanya menatap ke bibir balkon kemudian berayun ke tali depan. Begitu seterusnya sampai berhasil ke lantai ke sebrang sambil terengah-engah takut bercampur lega.

Berlanjut Heidi kemudian Pailiu diteruskan Snack. Walau sempat mengalami luka di jari saat di ruangan es tadi, Snack tetap berhasil merayap dari satu tali ke tali lain. Aoom dan Meena sempat ragu tapi bukan pada diri mereka melainkan Charlotte. Namun, yang dikhawatirkan justru meminta mereka segera menyebrang lebih dulu dan menunggu di sana.

"Tali itu cukup kuat, kau bisa berada di antara aku dan Meena."

"Ya, kami akan menjagamu, Char. Ayo!"

"Tidak, kalian dulu. Aku harus memulihkan tenaga sejenak."

"Aku bersamanya, kalian jangan khawatir," ujar Engfa tersenyum.

Aoom menghela napas pasrah. "Baiklah. Kami menunggumu di sana."

Tidak ada alasan untuk berdebat, Aoom dan Meena akhirnya menyusul para awak di sebrang. Dan mereka juga berhasil lewat tanpa kendala. Kini berganti Charlotte berdiri di bibir balkon, dipandangi lubang besar berdiameter kira-kira 6 m hingga 7 m.

"Nuu, kau hanya perlu menahan tubuhmu dan memijak ikatan tali. Aku di belakangmu," tutur Engfa mengerti kekhawatiran Charlotte.

Berdiri saja Charlotte masih perlu bantuan, lalu bagaimana harus melintasi juntaian tali-tali? Apa pula yang terdapat di dasar lubang dan akan sedalam apa?

"Nuu, tidak apa-apa. Percayalah kau bisa!"

"Ehm, chai."

Charlotte meraih tali pertama, untuk menghemat tenaga dan lekas sampai dia memilih berayun supaya bisa menggapai langsung ke tengah. Hap! Dia berhasil sampai di tali ketiga, tapi justru membuat luka yang agak mengering saling bergesekan dan basah lagi, cairan merah perlahan keluar dari bekas-bekas cumbuan paku. Sontak saja Charlotte memekik, kulit dan dagingnya terasa digerogoti.

"Nuu, tahan rasa sakit itu! Tinggal beberapa tali lagi," ujar Engfa meraih tali pertama, dia ingin menyusul. "Nuu, kau bisa. Aku di belakangmu."

"Ini sungguh siksaan," rintih Charlotte menitikkan air mata memandang ke langit-langit. "Siapapun yang pernah kusakiti, maafkan aku!"

"Charlotte, ayo bergeraklah! Jangan membuang tenagamu di sana!" seru Meena.

"Char, berayun selangkah lagi, aku akan menarikmu dari sini!" imbuh Aoom berdiri di bibir balkon seraya memegang satu tali.

"Lihatlah, Nuu, banyak orang peduli padamu. Aku akan mendorongmu agar bisa berayun ke sana. Berpegangan yang kuat!"

Kedua kaki Engfa menjepit kuat senada genggaman tangan kanan mengerat. Jemari kiri mulai mendorong punggung Charlotte. Sekali, dua kali, hingga ketiga kali Engfa berhasil membuat tubuh Charlotte mengayun lebih kencang mendekati tali keempat dari ujung. Hap! Jemari Charlotte berhasil meraih tali tersebut, tapi tenaga kian habis bercampur sakit, genggaman itu tidak cukup kuat hingga membuat tubuh merosot.

GRAND CUBETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang