Teror Labirin

121 13 0
                                    

aku bingung gimana nyapa kalian. dulu waktu buat ff kpop nyapa 'Kalonger' karena up selalu jam 9 ke atas bahkan jam 11 malam. hahahah. kayaknya tetap nyapa Kalonger aja ya, udah pakemnya reader di akun ini meski gak seramai dulu lagi hehehe. tapi terima kasih yang udah stay dan masih sering inbox tanyain kapan up YoonHyun. aku gak tahu ya, gak mau janjiin juga biar gak php. 

*

"Diam dan dengar dengan jeli! Ada suara tapak kaki."

Seluruh bibir merapat membuat indera pendengar lebih tajam sembari melempar pandangan ke sekeliling. Hanya saja tidak ada suara selain napas mereka sampai kemudian Engfa terbelalak melihat secuplik bayangan di ujung persimpangan. Aoom mendapati ekspresi itu seketika mengikuti arah pandang Engfa, menangkap potongan bayang hitam di lantai. Diam.

Namun, ketika bayang hitam bergerak, mereka terperanjat tapi Aoom dan Engfa buru-buru memberi isyarat jangan bersuara lalu bersembunyi ke pilar terdekat. Di balik pilar semak, Aoom dan Engfa mengintip ke lokasi tadi. Bayangan kian membesar sebelum kemudian muncul seseorang berbalut pakaian hitam lengkap bersama topeng. Dan apa lagi di genggaman?

"Senjata apa itu? Linggis? Tapi ada pengait di ujung. Dia ingin membunuh kita?" gumam Aoom terbelalak merasa takut tapi juga geram.

"Apa kita lawan? Dia kalah jumlah," saran Engfa. "Sedikit terluka pun tidak masalah, kita bisa tahu siapa di balik dari permainan."

Pailiu berlutut memeluk sepasang betis merasa ketakutan, air mata telah menitik senada wajah memerah. "Nong Nack, bagaimana ini?"

"Pikirkan saja kita akan lolos, cha?" tutur Snack, menyingkirkan helai rambut Pailiu dan menyeka air mata. "Kita sudah sama-sama bergerak sejauh ini, jangan menyerah!"

Dor! Belum selesai pada si pengait, beberapa meter di belakang mereka terdengar seperti letusan. Petasan atau mungkin balon, tidak tahu, tapi cukup berhasil membuat keempat mahasiswi mulai gelagapan. Bisa jadi ada segelintir orang lagi di balik labirin.

"Sial!" umpat Engfa memekik tapi langsung membekap mulut agar tak ketahuan.

"Nong," ringik Pailiu mencengkram lengan Snack, terisak sejadi-jadinya. Sepasang tangan gemetar hemat bak menghadapi maut.

"Dia pergi ke jalan lain," gumam Aoom mengakhiri aksi menguntit pada pria pengait. "Kita harus segera menemukan jalan ke bangunan tengah."

Dor! Letusan terdengar lagi dan lebih keras. Atau lebih dekat tepatnya. Dan kini bukan bunyi benda saja melainkan diiringi suara tawa manusia dan derap langkah lebih kuat. Agaknya seseorang ini berjingkrak.

Engfa sekali lagi menoleh ke samping pilar semak melihat kanan-kiri, tapi belum menemukan siapapun. Sampai kemudian langkah kaki dan tawa terdengar persis di balik semak dan bersamaan itu Snack dan Aoom melihat ada balon-balon melintas. Mereka langsung menarik Pailiu dan Engfa mengimpit ke balik semak sebrang, membelakangi arah datangnya sosok pembawa balon.

"A-apa itu?"

"Ssttt!" Snack membekap mulut Pailiu dan memeluknya.

Jantung keempat wanita seolah ditelantarkan di tengah lintasan arena balap kuda. Bahkan sesekali mereka menahan napas saat suara langkah mulai berada di area tepat di balik semak, hanya berjarak puluhan senti. Engfa berada paling dekat bibir semak dapat melihat sosok tersebut tiba. Tak lain adalah seorang badut berkostum kucing dan membawa segerombolan balon merah.

Deg! Badut berhenti tepat di persimpangan dan menoleh ke dalam. Engfa tersentak mengisyaratkan agar mereka jangan mengeluarkan suara. Selang beberapa detik badut lanjut berjingkrak pergi tanpa melangkah ke persimpangan.

GRAND CUBETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang