Kegundahan Meena

126 13 9
                                    



"Dikunci" ujar Engfa mencoba membuka pintu ke ruang CCTV. "Temanku tidak bisa dihubungi sama sekali, mungkin masih tidur."

"Bagaimana kalau kita dobrak? Apa ada dari kalian yang bisa mengakses?"

Charlotte berdecak mendengar ide buruk Tina. "Kita semakin dalam masalah kalau memaksa masuk ke ruangan di mana seluruh ruangan terpantau. Lebih baik menunggu dan masuk baik-baik, kita bisa menggunakan alasan apapun agar diizinkan mengakses."

"Ya, itu lebih baik. Kita harus bergerak sangat halus menghindari kecurigaan para pelaku."

Pailiu sedari awal tidak mau andil dalam pencarian menghela napas berat seraya memeluk lengan Snack. "Nong, ayo kita pulang! Aku tidak mau berada di dalam situasi ini lebih jauh."

"Tapi P'Pai, tidakkah kau peduli pada dirimu dan kami yang berjuang hingga akhir? Kita terluka demi menyelamatkan satu sama lain. Lihatlah kaki P'Aoom, tanganku dalam perban, dan P'Fa berusaha mengalihkan peneror. Apa kau sama sekali tidak peduli?"

"Aku paham kau dan masing-masing dari kita pasti masih dalam ketakutan juga rasa tidak aman. Hanya saja apa kita rela dipermainkan dan membiarkan itu berlalu?" timpal Aoom.

"Anggaplah kita sebagai ujicoba, dalang di sini hanyalah pemilik tempat hiburan, dan tempat yang kita lewati sekadar wahana. Bukankah tantangan sejak dari ruang makan tidak ada korelasi dari masing-masing kesalahan? Kalau tantangan menggambarkan kesalahan bisa jadi kebetulan."

"Wahana macam apa yang sampai melukai? Kau tidak lihat luka-luka di sini? Dirimu bahkan muntah karena makanan," elak Heidi menatap jengkel.

"Dan bagaimana pemilik tempat hiburan bisa mengetahui kesalahan kita?" imbuh Vanessa tak kalah kesal.

Meena menyorot wajah Pailiu sejenak sebelum kemudian berjalan ke sisinya dan berucap, "Tidak apa, kau sudah mengalami masa-masa teramat berat. Snack, temanilah Pailiu pulang dan pergi istirahat. Maksudku, semua yang di sini butuh ruang istirahat dan memulihkan diri."

Meski berat hati dan tak terima seolah tengah menyerah, Snack menurut dan minta untuk segera diberi kabar kalau ada informasi. Di sisi lain, Aoom menangkap ada sesuatu di pikiran Meena, dia juga sadar sorotan mata Meena saat Pailiu bersikeras tak ingin melanjutkan penelusuran. Sejauh mereka saling kenal sampai menjalin kasih, Meena jarang menyembunyikan ekspresi. Daripada menyimpan mimik atas apa yang dirasakan, Meena lebih suka langsung menunjukkan.

"Hmmm, kita tak bisa berbuat banyak sampai hari senin tiba." Engfa memandang knop pintu ruang CCTV, berandai-andai bisa masuk dan mengecek riwayat kamera. "Aku tak yakin bisa menikmati hari libur dengan tenang."

"Aku akan mengunci apartemen sampai senin tiba," gumam Charlotte tertunduk menerawangi luka-luka tancapan paku.

"Bisa jadi opini Pailiu benar, para pelaku hanya investor atau pemilik taman hiburan dan karena kebetulan dia tahu kita berbuat salah, maka membuat skenario ini. Tapi tetap aku pikir kita harus menemukan siapa dia atau mereka." Engfa mengepal kuat menunjukkan tekadnya.

*

"Nong," lirih Meena langsung memeluk Aoom sesampai mereka di apartemen. Bibir terus mengecup bahu di balik kemeja dan menaruh dagu di sana tanpa ingin melepaskan pelukan seolah baru bertemu setelah menahun berpisah.

"Ada apa, Meena? Kau tidak banyak bicara dan tatapanmu begitu aneh sejak kita kembali. Aku di sini, di pelukanmu, dan tak akan pergi. Katakan, apa kegelisahanmu?"

"Nong, ada banyak hal memenuhi seisi kepala, tapi tidak bisa diutarakan di depan yang lain."

"Ya, aku tahu, terlihat dari wajahmu. Sekarang kau punya aku di sini. Ada apa?"

Meena mendudukkan Aoom kemudian meraih selembar kertas dan pena. Dia membuat bagan lengkap dengan istilah tantangan juga siapa saja gugur di sana. Mulai dari ruang es dan tembakan paku tanpa korban, jembatan tali memakan Charlotte, lalu berhenti di ruang makan memerangkap dia dan Vanessa.

"Ketika kami gagal bergabung dengan kalian, tak lama kemudian datang dua orang berpakaian serba hitam lengkap dengan topeng. Mereka membekap kami persis seperti pertama kali tiba-tiba ada yang membiusku. Di sanalah aku menahan napas dan pura-pura pingsan. Ya, walau pada akhirnya tetap terganggu karena bius pasti menempel di area mulut dan hidung. Aku seperti orang sakit kepala yang kesulitan tidur, memaksa tidur juga tidak bisa."

Kelopak mata Aoom tersentak mendengar trik Meena, tapi dia belum ingin bersuara, membiarkan kekasih si penari latinnya ini melanjutkan. Menceritakan apa atau di mana bagian yang membuat Meena merasa begitu khawatir.

"Sebelum dibawa pergi dari ruang makan, mata kami ditutup kain dan kedua kaki juga tangan diborgol. Sayangnya, tidak ada suara jadi tidak bisa dikenali."

"Mereka memikirkan seluruh detail."

"Benar, Nong. Mereka juga memborgol tangan ke balik punggung sehingga tidak bisa melepas penutup mata. Ketika mendengar pintu tertutup dan tidak ada lagi suara gesekan atau pergerakan apapun, aku berusaha menggesek kain agar sedikit terangkat membuat celah. Tapi meski begitu tidak ada yang tertangkap mata, semua hitam dan gelap. Entah Charlotte dan Vanny ada di mana, mungkin sengaja direbahkan cukup berjarak."

"Ehmmm, baik, aku mengerti. Lalu, apa maksud dari sketsa yang kau buat?" Aoom menunjuk hasil bagan Meena.

Meena membuat dua kotak di bawah kotak berisi kata 'ruang makan' dan 'Meena dan Vanessa'. "Baik, sekarang beritahu apa tantangan kalian setelah aku dan Vanny gagal."

"Kami dibawa ke ruangan berisi foto kita bersembilan dengan teka-teki menyusun huruf karma. Di sana P'Heidi dan P'Tina jatuh ke dalam lubang lantai tak lama setelah pintu keluar terbuka."

"Lalu?"

"Ruangan di mana ada tiga mayat buatan. Karena aku merusak pintu keluar, jadi tidak ada yang gagal, kami berempat lolos ke labirin."

"Lanjutkan!"

Aoom kembali bercerita yang mana kali ini lebih rinci karena selain labirin lebih luas, mereka sempat berpencar karena tiga peneror. Sedari Engfa berhasil disandera, Pailiu menyusul, menyisakan Snack dan dia dalam keadaan terluka.

"Dan di lorong kayu kami berhasil menemukan jalan yang mana itu kearah kalian bertujuh berkumpul."

Meena memanggut paham, dia mengecek setiap nama. Sambil sedikit mengingat-ingat, pena kembali menorehkan lingkaran di segelintir nama. Pandangan sontak memanah seolah meminta sang kekasih berpikir sejenak tapi tidak ada gambaran apapun di benak. Aoom mengernyit tak paham maksud dari nama yang dilingkari atau yang tidak dilingkari. Apa nama dalam lingkaran adalah incaran alias korban utama? Atau justru yang bukan sasaran pokok?

"Meen, apa maksudnya?" Aoom mengerjap bingung, istirahat tidak cukup usai menggerus mental, badan, dan otak, harus dihajar oleh teori ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Meen, apa maksudnya?" Aoom mengerjap bingung, istirahat tidak cukup usai menggerus mental, badan, dan otak, harus dihajar oleh teori ini.

"Aku mencurigai pelakunya di antara mereka."

"Hah?"

-tbc-

gak banyak-banyak ya. lagi pelit kayak kalian yg pelit komen. hahahha.

GRAND CUBETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang