Seharusnya Tidak Begini

165 11 8
                                    


DOR! DOR! DOR!

"HENTIKAANNNN!" jerit Snack memejamkan mata dan menutup kedua telinga.

Aoom berhasil memeluk Meena sebelum sama-sama tersungkur ke lantai saling memandang. Meena yang agaknya telah pasrah sadar tidak ada rasa sakit di tubuh selain daripada area kepala. Namun, di hadapannya cairan merah tiba-tiba meluas membasahi jaket area lengan Aoom. Ternyata tembakan Charlotte melesat ke lengan Aoom karena kalah cepat dengan peluru dari pistol Vanessa. 

"NUU!" Engfa gagal meraih jemari Charlotte.

Byuurrrr! Charlotte jatuh dari bibir loteng usai terhenyak kaget dan gelagapan mendapat dua kali tembakan di telapak dan lengan. Kepalanya menghantam tepi kolam lalu terperosok ke air. Cairan merah seketika mengucur mengubah warna air di sekitar tubuh. Engfa di penyanggah balkon kembali terhenyak.

"MAI DAI!"

*

Ambulans dan polisi lekas datang ke kediaman Austin. Vanessa langsung diborgol dan kedua pistol diamankan sebagai barang bukti. Engfa dan Snack turut serta sebagai saksi. Charlotte, Meena, dan Aoom dibawa ke rumah sakit, sayangnya Charlotte tak berhasil mempertahankan hidup. Sepanjang para petugas mengecek lokasi hingga malam, tak ada tanda kedatangan ayahanda atau pengantar kue. Kemungkinan besar semua hanya alibi untuk menghabisi Meena. 

"Nong," panggil Meena lemah ingin meraih Aoom yang duduk di sisi petugas ambulans. 

"Iya, Meena, tidak apa-apa. Semua sudah terkendali," tutur Aoom lembut menggenggam jari-jari lemah sang kekasih. Diusap pula helai rambut amat sangat pelan agar tak menyakiti area yang memar dan sempat mengeluarkan darah. "Kau akan segera pulih, kita selalu bersama."

"Rak na," lirih Meena lemah, meneteskan air mata seraya menaruh genggaman jemari mereka di pipi.

"Rak," sahut Aoom menunduk mengecup kening dan pipi kemudian mengusap pelan air mata sang kekasih. "Semua telah berakhir, tidak akan ada yang menerormu lagi."

Walau telah mengetahui fakta sikap Aoom terhadap Vanessa, cinta Meena tak berkurang sama sekali. Dalam cinta sedikit ego dan cemburu itu perlu tapi perbuatan hasil dari dua sikap tadilah yang harus dikendalikan. Meena yakin Aoom akan belajar dari perilakunya agar tidak membuahkan luka serupa di masa mendatang.  

*

Kasus ini seketika ramai diperbincangkan baik di kalangan Grand Lady College maupun masyarakat seisi Thailand. Pailiu, Heidi, dan Tina yang tak berada di lokasi tapi menjadi korban permainan menerima panggilan untuk dimintai kesaksian. Grand Cube salah satu wahana yang digadang-gadang menjadi bagian dari ikon kota Pattaya harus ditutup dan diamankan sementara guna mencari bukti-bukti lain. 

Meski begitu kompetisi tetap berlangsung tapi beberapa nama terpaksa tidak lanjut. Meena dan Aoom menjalani pemulihan paska kekerasan juga tembakan. Snack mengalami trauma hingga harus melakukan perawatan mengembalikan kestabilan psikis. Vanessa otomatis berakhir di sel dalam masa percobaan sembari menunggu penyelidikan lebih lanjut juga kesaksian dari korban yang menjalani masa pemulihan.

"Semua menjadi kacau," hatur Pailiu merenung di balkon ruang latihan. Dia melempar pandangan kabur menatap pemandangan langit sepi akan awan, kendaraan begitu rapat tampak amat kecil, juga para awak hilir-mudik entah siapa.

Sebelum sore itu, dia kerap duduk bersama Vanessa dan Meena menunggu Snack juga Aoom. Sekarang hanya seorang diri tanpa teman bicara dan tidak ada yang ditunggu. Ketika keadaannya mulai membaik paska karantina permainan, justru berganti tiga awak lain menjalani perawatan.

"Selamat untuk kelolosanmu."

Pailiu menoleh tanpa rasa semangat, sontak dibuat termangu melihat wajah Nampez hadir memberi ucapan selamat. Setelah pengakuan berhari-hari lalu, sejak itu pula mereka tak lagi memiliki komunikasi. Tatapan bertemu sekadar di ruang latihan untuk persiapan audisi atau mengisi event.

GRAND CUBETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang