Let It Be

186 13 2
                                    


"Untuk semua yang terjadi juga yang pernah kita lewati, aku ingin kau tenang di sana, Char," harap Tina dalam hati mengunjungi makam Charlotte dan memberikan buket krisan. 

Di sisinya juga ada Heidi bersama sebuket lili. Setengah tahun sudah Charlotte pergi meninggalkan mereka. Ingatan kebersamaan rainbow gang kembali terngiang. Mereka berempat pernah sangat dekat dan solid meski sebentar lalu menjadi asing seolah baru kenal. 

"Ayo, Tina!" ajak Heidi menggandeng Tina pergi karena mereka harus kembali beraktivitas. 

Di tempat parkir keduanya berpapasan dengan Meena, Aoom, Snack, dan Pailiu. Walau berada di satu kampus, perbedaan jurusan dan gedung membuat Heidi dan Tina kurang tahu perkembangan keempatnya. Tahu-tahu semua telah membaik. Memar dan bekas robekan sudah enyah dari wajah Meena. Lengan Aoom yang sebelumnya diperban kini tinggal bekas kecil. Snack dan Pailiu terlihat dalam kondisi tak kalah baik pula.

"Meena terlihat amat berbesar hati padahal dia hampir mati," ujar Tina memakai sabuk pengaman.

"Terlihat. Kita tidak pernah tahu isi hati seseorang, pura-pura kuat atau-"

"Heidi, ayolah, bisakah kau berhenti memberi asumsi buruk?"

"Hanya realistis. Sulit dipercaya seseorang yang sudah dijebak, disiksa, sampai mau dibunuh tapi mau berlapang dada."

Tina berdecak menggeleng tak senang. "Sudahlah. Sebenarnya aku masih memikirkan sesuatu."

"Apa?"

"Polisi bertanya tentang hubungan kita dan P'Fa dengan Char. Mereka bilang kalau Meena memberi kesaksian-"

"Polisi juga melontarkan hal serupa tapi aku menyanggahnya dan berkata kalau kita jadi jarang komunikasi karena mulai memiliki kesibukkan masing-masing."

"Tapi polisi bilang Meena dilihatkan bukti rekaman, Heidi."

"Faktanya tidak ada bukti rekaman ditemukan di ponsel Charlotte. Bisa jadi Meena yang dalam keadaan tidak kondusif berhalusinasi atau mengarang cerita. Bagaimana juga Meena dan Aoom dekat dengan Charlotte setelah kita merenggang."

Tak puas dengan jawaban Heidi apalagi beropini tak berdasar, Tina menggaruk geram kepalanya. "Pertama, mengapa Meena harus mengarang cerita sementara dia adalah korban dan Charlotte meninggal seketika? Tidak ada yang didapat dari delusi atau karangan itu, 'kan? Kedua, polisi mengatakan dengan jelas lokasi di mana rekaman berada. Kita dan P'Fa mengobrol di area kolam renang. Ada seekor kucing bersama kita. Tentang P'Fa yang ingin kembali pada Charlotte. Kau tidak mungkin lupa, 'kan?"

Mobil mulai melaju pelan seiring Heidi tercenung sebelum kemudian berhenti di bahu jalan. "Itu... ya, aku ingat," ujarnya lirih membasahi bibir. Dia yang tadi tegas menyahut kini lesu seketika. Sepasang telapak di setir memburam sejenak. 


"Sejak gagal di babak akhir viewer banyak berkurang bahkan beberapa memberikan komentar negatif. Huftt."

Tina menaruh kamera ke bangku lalu bergabung ke sisi Heidi usai menyisingkan celana jeans. "Biarkan saja! Mereka belum tentu bisa sejauh itu."

"Ngomong-ngomong..." Heidi dan Tina menoleh menunggu kata-kata sambungnya. "Bagaimana keadaan Char? Aku jadi merindukannya. Saat kami bersama viewer dan pengagum sangat banyak."

"Ehmmm, kalau-"

"Jangan jadikan Charlotte sebagai pelarian, P'Fa! Dia sangat tulus mencintaimu. Demi popularitas dan cinta sesaat kau menelantarkannya waktu itu. Sekarang jika mau kembali jangan sampai perasaanmu sebatas mengulang masa lalu yang kelak akan ditinggal lagi," tutur Tina memeluk Fondue, kucing kesayangan Heidi.

"Aku tidak menjadikannya pelarian."

"Kalau Pichy tidak membalas perasaanmu atau kau lolos ke Grand World, apa dirimu akan menanyakan kabar Charlotte sekarang?"

Heidi dan Engfa terkesiap mendengar lesatan dari bibir Tina. Mereka saling bertukar pandang sejenak sebelum kemudian Engfa buka suara.

"Apa aku terkesan begitu?"


"Charlotte merekamnya? Dan menunjukkan ke Meena?" gumam Heidi mengerjap pelan. 

"Itulah yang terus bergelut di pikiranku. Ponsel ditemukan di sisi kolam renang, meski retak tapi bisa dinyalakan. Semua isi galeri aman kecuali video yang Meena katakan. Pantas saja berita tersiar semata-mata rasa sakit hati. Ditinggal teman atau cinta bertepuk sebelah tangan. Respon kebanyakan juga menyalahi perilaku Charlotte. Kau tahu maksudku, 'kan?"

Heidi mengangguk pelan dan mengucap lirih, "Akan berbeda kalau rekaman itu benar ada dan ditemukan."

*

Sore telah tiba dan matahari mulai menenggelamkan sinar. Sebagian besar orang harus istirahat dan sebagian lagi melanjutkan pekerjaan. Segelintir orang terpaksa menunda istirahat. Sama halnya Engfa yang masih singgah tapi bukan di studio melainkan loteng seni teater. Di gedung seni suara tidak memiliki loteng yang memamerkan pergantian waktu seindah di sini.

"Yang lalu biarkan berakhir begitu," batin Engfa tersenyum. "Maafkan aku tapi... cinta tak pernah cukup untuk melanjutkan hidup."

Araai?


"NUU!" jerit Engfa, satu-satunya sosok yang melihat ke balik balkon. Namun, sebelum berlari turun, dia tak sengaja menemukan ponsel Charlotte tersangkut di besi penyanggah. Segera diraih ponsel itu dan lekas berlari meninggalkan keempat awak di sana. 

"Hentikaannn! Tolongggg!" desis Snack menangis, masih membungkuk memejamkan mata sembari menutup kedua telinga. "Jangan ada yang tersakiti! Kumohoonnn. Hentikaannn!"

"Sudah selesai, Snack, aku tidak akan menyakitimu," lirih Vanessa merangkul Snack dengan pandangan kosong ke arah Meena dan Aoom. "Tenanglah, usai sudah teror ini, aku janji! Kalian sudah aman."

Di tempat lain, sambil menuruni anak tangga dan berjalan cepat ke pekarangan Engfa melihat riwayat laman yang dibuka. Hanya satu tampilan, aplikasi video. Dia terhenyak karena ada rekaman dirinya bersama Heidi dan Tina. Sadar obrolan di sana akan menjadi bumerang, tanpa pikir panjang lagi langsung dihapus video tersebut. Recycle bin pun dicek untuk memastikan rekaman enyah dari galeri. 

"Maafkan aku, Char!" ujar Engfa gemetar memegang ponsel Charlotte sementara pemiliknya melayang di permukaan air. Tak ingin membuang waktu, dibenturkan ponsel ke tembok sampai retak. Demi menghapus jejak sidik jari Engfa meraih pasir di dekat pot dan membalurnya sejenak barulah dilap dengan daun. Setelah itu digeletakkan ke tepi kolam seakan-akan jatuh dari ketinggian.


"Huft!" hela napas Engfa lega karena kasus telah berakhir sejak dua bulan lalu dengan alasan dan bukti jelas. 

Motif kejahatan jelas-jelas berlandaskan balas dendam karena penyakit hati dan cinta bertepuk sebelah tangan. Tidak ada keterangan dia menyakiti Faye atau menjadikan Charlotte sebagai popularitas semata. Kesaksian Meena tak bisa dibuktikan. Engfa, Heidi, dan Tina yang dimintain kesaksian masing-masing sesi serta di ruang berbeda pun kompak membantah. Bukan karena janjian melainkan demi menyelamatkan nama baik sendiri. Sehingga keterangan Meena dianggap sikap dramatisir Charlotte semata terhadapnya. 

"Nama Engfa akan selalu harum. Terima kasih, Char," batin Engfa melihat masih banyak pesan masuk memberinya semangat agar tidak menyerah apalagi putus asa setelah kehilangan orang yang dicintai. Dicintai.

-THE END-


terima kasih semua yang sudah stay. mohon maaf bila mungkin gak sesuai ekspektasi. 

next long story kemungkinan besar thriller juga hehehhe. 

ketemu lagi di lain waktu. khap khun na ka.

GRAND CUBETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang