Ruang Berdarah

122 8 0
                                    

sawadeeka. 

PERINGATAN! Ada scene yang cukup mengganggu jadi sebaiknya dibaca dalam keadaan tenang, tidak dalam keadaan kenyang atau lapar.

*

"Y-ya, aku percaya."

Aoom menggenggam telapak Engfa, bersama Snack dan Pailiu mereka beranjak masuk ke ruang berkain hitam. Tak ada yang berpikir sepetak ini adalah ruangan lift karena desain pintu tak seperti pintu lift yang sejak tadi dilalui. Ditambah pula tampak sedikit cahaya merah masuk dari celah bawah.

"Pelan-pelan saja, P'Aoom," ucap Snack melihat keraguan bercampur takut dari raut Aoom ketika hendak menyibak kain.

Sebuah lorong masih dengan kain hitam menggantung. Engfa dan Aoom memimpin, melangkah pelan sambil terus membelah deretan kain menjulang dari atap setinggi kurang-lebih 3 m. Keheningan berpelukan tirai gelap dalam sorotan lampu merah membuat keempatnya dirundung rasa takut. Kini ditambah Aoom mendadak berhenti mencium aroma amis.

"Kalian mencium aroma ini? Seperti darah," lirih Aoom menoleh ke belakang menatap wajah Pailiu, Snack, dan Engfa berganti.

"Ouh," desah Engfa tiba-tiba menundukkan kepala. Meski tidak terlalu terang tapi dia bisa melihat bahwa ada sesuatu di bawah sepatunya dan Aoom. Bekas percikan cairan dari depan berwarna gelap, tampak mulai mengering. "Darah?"

Pailiu tiba-tiba mundur sembari menggeleng, pikiran mulai ke mana-mana mendengar bau amis dan darah. Namun, Snack lekas meraih dia ke pelukan berusaha menenangkan kegentingan Pailiu. Mereka belum tahu apa set permainan baru atau apa yang ada di balik tirai. Benarkah seperti buah pikiran dari aroma dan percikan di lantai? Atau hanya akal-akalan untuk menakuti dan menjatuhkan mental?

"Tak apa, kita hadapi bersama."

Sembari mengepalkan telapak Aoom kembali yakin meneruskan langkah. Setapak demi setapak berusaha mengabaikan bau maupun percikan darah di lantai kian banyak. Lorong berbelok-belok terus memperlihatkan percikan darah dan makin lama bercampur aroma busuk. Seperti bangkai, sampah, atau telur busuk. Mereka pun menutup hidung dan harus bernapas dengan mulut.

Pluk! Sebuah benda datang menepuk wajah Aoom ketika menyibak kain. Sontak lainnya ikut terkejut dan menghentikan langkah. Pailiu dan Engfa sampai reflek menjerit. Dan ketika menyadari benda tersebut adalah potongan tangan menggelantung di rantai, Engfa kembali histeris lalu menarik Aoom menjauh.

"Tangan siapa itu? Apa sungguh-sungguh mengalirkan darah?"

"Tidak, tidak, jangan memikirkan apapun! Tahan!" tutur Snack hendak maju tapi ditarik lebih dulu oleh Pailiu.

"Nong," panggil Pailiu menggeleng risau.

"Aku hanya ingin memastikan," sahut Snack tetap maju seraya mengarahkan jemari ingin menyentuh potongan tangan yang masih mengalirkan cairan merah.

Saat ujung jari mendarat, Snack agak gemetar berusaha mengusir pikiran kalau di hadapannya adalah tangan manusia. Pelan-pelan jari lain ikut meraih telunjuk di sana dan diraba kemudian ditekan. Snack tergelak merasa sedikit aneh, dilakukan hal serupa pada jari lain dan menjalar ke bagian telapak.

"Hanya mainan karena terasa elastis. Aku tidak merasakan ada tulang di dalam," tutur Snack tapi tak menunjukkan wajah lega, dihirupnya bekas cairan tertinggal di tangan senada diusap jari-jari merasakan tekstur lengket. "Tapi mungkin darah sungguhan, darah hewan. Bisa jadi, 'kan?"

"Yaahhh," desah Engfa mencoba menyetujui terkaan Snack tanpa ingin membuktikan sendiri. Bau amis bercampur busuk serta genangan cairan merah sudah cukup mengaduk seisi dada. Dia tak ingin ada pembuktian apapun selain daripada melewati permainan balas dendam. "Ayo, kita lanjutkan!"

GRAND CUBETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang