Sembilan Kunci dan Lorong Penembak

218 20 6
                                    

sawadee ka. jangan lupa bersyukur hari ini.

*

"Apa yang sebenarnya menjadi alasan kita di sini?"

"Semua memiliki pertanyaan serupa, apa alasan dari kejadian ini? Dan sepertinya tidak satupun punya jawaban," ucap Tina mengajak Heidi bangkit.

"Arrgghhhh!"

"Berhasil!"

"Hah, sembilan lubang?"

Berbandang cara yang sama Engfa, Pailiu, dan Vanessa berhasil melepaskan batang tepian aluminium, dan benarlah ada rahasia di baliknya. Tiga lubang kunci di setiap sisi kanan, kiri, dan atas. Uniknya lagi di setiap bawah lubang kunci memiliki inisial.

"R, V, T, C...," gumam Vanessa mengerut bingung.

Snack tercekat sesaat lalu menatap satu persatu wajah mereka. "Mungkinkah inisial nama kita?"

"Benarkah? E untuk Engfa, Charlotte, lalu R, T, K, dan A? Ada dua huruf T dan A di sini."

"Nama asli? R untuk Rina Chatamonchai," sahut Meena menyebut nama sesuai akta kelahiran menjawab kebingungan Heidi.

"Thaweeporn Phringchamrat," ucap Aoom lalu menoleh ke Tina di sisinya.

"Thanawan Wig."

"Amanda Jensen," lanjut Heidi.

"Ajcharee Srisuk," ujar Snack

"Kamonwarai Prajakrattanakul." Pailiu yang terakhir.

"Berarti benar ini pasti kunci sesuai nama kita, ayo kumpulkan kunci kita tadi dan coba dipasangkan!" seru Snack, tanpa aba-aba membuat lainnya menyebar mengambil kunci yang masih terpasang di borgol mereka tadi.

Sayang, ada kendala lagi karena terdapat dua huruf T dan A. Awal Charlotte usul cukup masukkan saja sesuai inisial karena kalau gagal tinggal tukar. Namun, usai melihat tiap sisi dan inisial, Heidi berspekulasi kalau kunci sudah disesuaikan dengan pasangan. Dari baris atas ada R, V, dan T. Di sisi kiri ada E, A, dan A, kemudian di kanan ada C, T, dan K.

"Mengapa kunci Vanessa ada di tengah-tengah?" sungut Heidi menyorot ke Vanessa yang hendak memasukkan kunci.

Pailiu mendengus tersulut lontaran Heidi. "Tolong, jangan berteori apapun, P'Heidi!"

"Aku hanya asal tanya, apa salah?"

"Tadi itu terdengar seperti tuduhan," ujar Snack memicingkan mata tak senang.

"Telingamu terasa gatal, hah? Sejak awal saja ini sudah terasa aneh."

"Kalau tidak punya landasan apapun sebaiknya tidak usah bersuara," imbuh Meena karena sudah muak sejak awal Heidi terus menaruh curiga tanpa memberikan kontribusi apapun. "Sekalipun memang dia tersangka nantinya, apa pantas menuduh tanpa bukti? Lagi pula, apa yang kau lakukan sedaritadi? Istirahatmu cukup?"

"Hooo, kau mengejekku sekarang?"

Heidi hendak maju seraya menunjuk wajah Meena tapi Vanessa lebih dulu berdiri menghadang.

"Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi jika kau terus menuduh dan memperkeruh suasana, akan kurobek mulutmu!"

"HEI! Berani sekali kau?"

"Turunkan jari bodohmu!"

Meena dan Aoom menarik Vanessa mundur di saat bersamaan Pailiu merentangkan lengan menghalang Heidi. Dari belakang Charlotte tak kalah geram langsung menarik mundur tubuh Heidi hingga hampir tersungkur.

"Mundur kau!" sentak Charlotte kian muak dengan tudingan Heidi di saat mereka sendiri tidak tahu apa yang akan dihadapi di waktu depan. "Tina, tahan kekasihmu atau perlu gunakan saja semua borgol untuk menutup mulut sialannya!"

GRAND CUBETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang