"Aku mencurigai pelakunya di antara mereka."
"Hah?" Punggung Aoom tersentak membawa sepasang telapak menutup mulut. "Tidak mungkin. Meena, kau bilang tidak bisa melihat apapun, tapi mengapa bisa berasumsi begini?"
"Kalau berpindah posisi takutnya mereka tiba-tiba datang dan ketahuan. Hah, bagaimana?" batin Meena.
Tubuhnya ditutup sehelai kain tipis, direbahkan menghadap ke kiri mengimpit ke tembok sedangkan sepasang pergelangan tangan dan kaki diborgol ke belakang. Mau berputar, tidak bisa. Menoleh pun hanya bisa ke kanan dan tak lebih dari 90 derajat. Daripada itu, tidak ada yang bisa dilihat selain hitam. Dia tak berkutik sama sekali, mau bersuara memanggil Charlotte dan Vanessa dirasa percuma. Sejauh ini tidak ada tanda-tanda kesadaran atau gerak-gerik mereka.
"Ahhh," hela napas Meena merasa kram terlalu lama posisi meringkuk dan menimpa lengan. Akhirnya dia agak telungkup mengistirahatkan lengan kiri. Setelah merasa mendingan Meena kembali ke posisi awal berjaga-jaga bila ada yang datang. Begitu seterusnya sampai kurang-lebih belasan menit atau mungkin sudah masuk menit kedua puluh.
Tap tap tap! Suara langkah kaki datang dan berhenti di depan pintu. Jantung tiba-tiba mendetak kencang, takut antara kesadarannya tercium atau posisi dia barangkali berbeda dari awal. Kendati begitu mata Meena tetap fokus pada celah siap-siap menyambut apa pemandangan detik-detik ke depan.
Krek! Cahaya masuk bersamaan bayangan tubuh. Dari sana Meena tahu dia direbahkan agak ke kiri membelakangi pintu masuk. Jarak ujung kaki ke sudut kanan kira-kira 3 m. Hanya saja kain penutup bewarna hitam dan posisi kaki yang ditekuk membuat dia tidak tahu siapa di bawahnya. Lewat mata menyelinap di celah kain dan pantulan bayangan di dinding, samar-samar nampak sekitar dua sosok membopong seseorang lalu keluar dan membawa seorang lagi.
Glek! Pintu terkunci lagi membuat semua kembali hitam. Hati dan seisi kepala Meena dilema akut, dia bisa saja berusaha bangkit atau berbalik untuk membangunkan para awak. Tapi bagaimana hasilnya? Semua dibius, membangunkan raga yang dibius tak semudah menarik seseorang dari tidur lelap. Di sisi lain, sosok-sosok bertopeng tak tahu kapan kembali. Kalau tiba-tiba datang dan semua belum terjaga, sama dengan bunuh diri atau mengundang hal lebih buruk.
"Baiklah, aku tak perlu melakukan apa-apa selama tidak ada tanda-tanda bahaya."
Sampai beberapa waktu cukup lama dibanding tadi, kejadian serupa terulang. Dari durasi keberadaan dua sosok dan bunyi serta getar geletak, Meena menebak hanya ada seorang korban. Namun, di antara dua jeda, ini tiba ketiga kali pintu terbuka di mana rentan waktu cukup dekat. Sekali lagi Meena menebak hanya satu orang.
"Berarti tersisa dua lagi. Apa Aoom di sini? Atau masih berjuang menghadapi tantangan?" batin Meena gamang.
Grikk grikk!
"Ohh?"
Tiba-tiba muncul suara borgol. Dipikir seseorang selain dia mulai tersadar. Hanya saja Meena tak mengeluarkan suara apapun. Grek! Pintu terbuka kecil tanpa ada suara langkah kaki lebih dulu melainkan dari dalam. Tidak ada pula bayangan besar di ambang pintu. Hanya terdengar suara borgol dari dalam seakan tengah berusaha dibuka. Selama itu Meena masih merapatkan bibir berusaha mengontrol napas dan tidak membuat perubahan apapun.
"Siapa dia? Baru sadar tapi sudah tahu letak pintu dan berani membukanya sambil berusaha membuka borgol?" batin Meena menguntit cahaya di tembok, karena tertutup oleh kain dan kaki yang ditekuk, dia hanya bisa melihat pantulan bayangan ubun-ubun kepala.
Selang tak lama seseorang itu bangkit membuka pintu lebih lebar, memperlihatkan badan tegak beserta rambut terurai. Jemari terangkat menyisir helai rambut sembari melewati ambang pintu. Rambut bergelombang? Salah satu di antara mereka? Berhasil membuka borgol dan keluar ruangan bak seorang anak yang keluar kamar sebangun tidur ingin mencari sang ibu.
"Araai wa?"
Wajah Aoom termangu, dia berada di apartemen yang sejuk dalam keadaan selamat bersama Meena, tidak lagi di ruangan es sedingin freezer. Namun, kebekuan tak terelakkan mendengar penuturan panjang Meena selama disekap. Linu di pergelangan dan nyeri di bibir sesaat mati rasa, lidah terkurung di dalam bibir belum bisa meliuk mengeluarkan kata. Hanya kedua kelopak sesekali mengatup lemah.
"Memang cukup gila, Nong, aku berharap semua yang kulihat dan dugaan ini salah. Namun, hatiku sungguh tidak nyaman bahkan saat semua kembali. Bukankah sangat mungkin salah satu pelaku sengaja dibuat ikut pingsan atau terluka untuk membuat lainnya percaya bahwa dia juga korban?"
"Ssstt, tenang dulu!" Aoom meraih jemari Meena, dia akhirnya paham mengapa sejak malam Meena nyaris tak bicara atau sekadar memerhatikan. Diperhatikan lagi sketsa di sanding genggaman mereka. "Berarti sementara hanya Snack dan P'Heidi yang bisa dipercaya."
"Lebih baik sementara hanya kita yang tahu, jangan libatkan mereka dulu, Nong! Pailiu dan P'Tina ada dalam lingkaran," ujar Meena menunjuk sketsa di kertas. "Tapi aku masih sangat berharap sudah salah, bius mungkin membuatku kesulitan mengontrol panca indera."
"Chai, chai."
*
Semua korban sandera kecuali Pailiu dan Snack menghampiri ruang CCTV ketika waktu menjelang petang. Berbandang surat izin dengan alasan kehilangan kamera dan ponsel, mereka berhasil mendapat kesempatan. Di sana sudah ada teman Engfa, Nucha, dia sempat mengajari bagaimana memutar ulang waktu dan mengatur kecepatan durasi. Selepas itu Nucha izin pergi untuk istirahat. Demi keamanan dan ketenangan Engfa mengunci pintu serta menutup jendela sehingga siapapun tidak akan mengira ada orang lain selain petugas yang berada di dalam.
"Kita mulai darimana?"
"Ada banyak monitor di sini, kita bisa membuka semua dan cek lokasi masing-masing," ujar Engfa membuka hasil rekaman CCTV sekitar satu jam sebelum mereka meninggalkan tempat masing-masing.
Sebagai salah satu kampus favorit, setiap sudut diberi CCTV demi keamanan bersama, bahkan di ruang pengawasan pun terpasang 8 monitor dan 2 komputer utama. Masing-masing monitor diputarkan hasil jejak tiap tempat. Monitor 1 menunjukkan 2 rekaman, lorong luar kolam renang dan kolam renang. Monitor 2 menampilkan area luar lift sisi lorong menuju kolam. Monitor 3, 2 tampilan berupa koridor depan studio dan dalam studio Engfa. Monitor 4, luar dan dalam ruang latihan Meena. Monitor 5 ada lift lantai tiga di mana Vanessa, Pailiu, dan Snack hilang. Masing-masing dimulai dari pukul 14:00 atau ketika semua masih di posisi.
Seluruh wajah amat fokus menantikan detik-detik kepergian mereka dari titik awal sampai kemudian pandangan menjadi hitam dan tak sadarkan diri. Namun, seiring waktu secara beruntun mereka tersentak menemukan keanehan hasil rekaman.
"Pasti salah waktu," ujar Vanessa tapi kemudian dia fokus pada waktu di ujung kanan atas. "Tidak, tidak salah, tapi... mengapa?"
"Bagaimana bisa begini? Vanny dan Pailiu keluar ruangan di pukul 15:10 tapi di waktu yang sama rekaman di lorong tidak menunjukkan mereka keluar," sahut Meena mengerutkan kening.
"Bahkan tidak ada rekaman apapun di luar lift. Tidak mungkin salah lift, kami bertemu di area ini lalu sama-sama diserang," imbuh Vanessa menunjuk ke monitor 5.
"Tidak mungkin, pasti ada yang salah," panik Engfa melihat rekaman di monitornya. "Snack harusnya terekam di pintu keluar bersamaan dia beranjak dari studio. Dan... hah?"
Engfa tersentak menutup mulut ketika dua video di depan mata tidak sinkron. Dari dalam dia sudah beranjak ketika mendengar sesuatu. Di saat bersamaan justru tidak ada hasil rekaman apapun di luar ruangan seolah tak ada tanda keberadaan orang di sekitar sana. Bahkan bayangan pun tidak ada.
Kejadian serupa pun terjadi pada monitor lainnya. Kala Aoom dan Charlotte beranjak keluar, tidak ada bukti mereka menampakkan diri di luar kolam lebih-lebih lift. Disusul keluarnya Heidi dan Tina lantaran kaget mendengar jeritan. Sepeninggal dari kolam mereka juga tidak tertangkap tengah mencari-cari keberadaan Aoom dan Charlotte.
"Aku... tidak terlihat keluar," lirih Meena terbelalak masih menyorot ke monitor.
"Apa jangan-jangan..." kalimat Aoom mengambang membuat beberapa menunggu ingin mendengar opini di tengah-tengah ketidakmungkinan yang nyata ini. "CCTV telah diretas?"
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAND CUBE
FanfictionSembilan wanita dari kampus Grand College terperangkap di sebuah bangunan yang entah apa dan di mana. Mereka harus memecahkan misteri itu sendiri tanpa ada kisi-kisi selain daripada kelihaian mereka berpikir. Bisakah kesembilan wanita ini bebas? Sia...