“Tidak masalah, lagi pula masih bisa dimakan. Kuenya meski jatuh kan masih berada didalam box. Tidak kotor, kan.”
“Ini semua gara-gara si brengsek itu.”
“Kau sama saja.”
“Kau membelanya?”
Jaemin mengernyit dalam. “Ada apa denganmu Mark? Kenapa tiba-tiba kau lebih emosional? Seharusnya aku yang marah.”
“Memangnya aku kenapa?”
“Sudahlah.”
“Kau marah karna kuenya?”
“Kau tidak akan mengerti.”
“Kalau begitu buat aku mengerti.”
“Sudahlah.”
“Apanya yang sudahlah?”
Mereka saling berpandangan tanpa ada satupun yang mengalah. Mark semakin tidak mengerti. Ada apa dengan Jaemin? Kenapa dia seperti wanita yang sedang PMS?!
Sedangkan Jaemin sendiri tidak bisa mengutarakan hal yang ingin dia katakan dengan gamblang. Dia terjebak dengan perasaannya sendiri. Dia jugalah yang pertama melepaskan pandangan.
“Kenapa kau tumben sekali pulang lebih awal?” pada akhirnya, dia lebih memilih mengganti topik. “Kau tidak pergi mengunjungi Haechan?”
Mark menggeleng.
“Jaemin-ah?”
Mark mengambil tangan pria manis itu.
“Jika kita memulai semua dari awal, apa kau mau?”
“Hah?”
Beberapa hari setelahnya..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
