part 36

1.2K 49 5
                                    

Hari ini Naka sudah boleh pulang setelah satu Minggu dirawat dirumah sakit kondisinya semakin membaik. Naka sudah kembali seperti sebelumnya ia mulai bisa diajak berbicara meskipun masih terdengar tidak jelas.

Setidaknya tidak ada lagi Naka dengan tatapan kosong juga raut wajah yang datar. Kanaya memindahkan Naka ke kursi roda setelah selesai memakaikannya pakaian.

Tubuhnya yang lemas  di angkat Kanaya dengan mudah karena memang berat Naka sudah merosot untuk ukuran laki-laki Naka sangat amat kurus.

Kanaya memperbaiki letak kepala Naka supaya nyaman, ia juga menaruh handuk kecil di leher Naka supaya air liurnya bisa di serap dengan cepat.

"Kamu seneng gak akhirnya bisa pulang?" Kanaya bertanya sambil memakaikan sepatu untuk Naka. Meskipun hanya duduk di kursi roda dari dulu sampai sekarang penampilan Naka tetap dijaga oleh Kanaya.

Seperti saat ini Kanaya memakaikan Naka sweater warna putih dengan kain wol murni yang kerahnya menutupi sampai keleher Naka, untuk celana Naka menggunakan celana berwarna hitam Sama dengan warna sepatunya.

"Ii-yha" sahut Naka pelan ia terus memperhatikan tiap gerakan Kanaya yang membantunya

Naka seketika menatap kearah lain saat Kanaya mengecup bibirnya, sungguh ia merasa malu pada istrinya ini karena kondisi tubuhnya yang sekarang, dalam hatinya bertanya tidakkah Kanaya merasa jijik padanya karena air liurnya yang mulai keluar?

Naka semakin merasa ia begitu merepotkan Kanaya. Cara bicaranya yang sekarang tidak jelas juga air liurnya yang selalu keluar, dua hal itu membuat Naka tidak enak hati pada Kanaya.

"Jhi-jhik" gumamnya dengan raut sendu juga hatinya yang terasa ngilu. Bagi Naka kondisinya saat ini benar-benar menjijikkan, mulutnya tidak bisa ia tutup rapat sehingga air liurnya keluar.

Auryn sudah menjelaskan kepada mereka kemarin kalau ia mulai mengalami sialorrhoea atau hipersalivasi kondisi dimana air liur keluar tanpa disengaja karena Naka mulai kesulitan untuk menelan dan  dan ini bisa membuatnya mudah tersedak.

Kanaya selalu dengan laten mengusap air liurnya, tidak pernah sekalipun istrinya itu mengeluhkan kondisinya yang sekarang.

"Ngapain jijik orang ini air liurnya suami aku" bantah Kanaya. Senyuman diwajahnya tidak pernah luntur Naka yang melihat itu merasa bersalah karenanya.

Ia tau Kanaya tidak sebahagia yang terlihat. Malam harinya Naka kadang mendengar tangis Kanaya, tangisan Kanaya karena kondisinya yang semakin hari semakin memburuk.

"Mas aku udah sering bilang kalau mau bagaimanapun kondisi kamu itu enggak ngaruh buat aku, aku tetap cinta sama kamu, tetap sayang sama Kamu, enggak akan ada yang berubah"

"Enggak peduli mau berapa banyak air liur kamu yang keluar mau sesulit apa aku memahami perkataan kamu perasaan aku tetap sama" ukiran senyuman hangat Kanaya tercipta bersamaan dengan usapan lembutnya di punggung tangan Naka

"Jangan pernah merasa kamu merepotkan aku karena kondisi kamu, karena aku sama sekali enggak merasa di repotkan aku malah seneng bisa ngerawat suami aku dengan baik, hal yang mungkin gak banyak wanita diluar sana bisa lakuin"

Naka hanya diam ia tidak bisa lagi membantah ucapan Kanaya, saat ini hal yang hanya bisa dilakukannya adalah bersyukur karena tuhan mengirim Kanaya untuk menjadi istrinya pendamping hidupnya yang penuh dengan kekurangan.

Ia terus menatap Kanaya dengan mata yang mengembun juga mulut yang sedikit terbuka, andai bisa Naka ingin memeluk Kanaya mengucapkan kata-kata terimakasih juga kata cinta dengan lancar, tapi ia harus merasa cukup dengan kemampuannya yang hanya bisa memandang Kanaya.

Naka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang