part 39

1.2K 41 0
                                    

Kanaya menyiapkan semua keperluan Naka sebelum suaminya itu bangun. Dari dua hari yang lalu ia mulai merekam semua yang dilakukannya setiap hari di mulai dari Naka yang masih tidur sampai Naka tidur kembali dimalam hari. Kanaya akan menjadi orang yang pertama kali bangun, ia melakukan itu untuk melihat lebih lama wajah Naka.

Semenjak memutuskan untuk belajar ikhlas melepas Naka Kanaya Mulai memanfaatkan waktu yang tersisa dengan baik. Mengukir kenangan-kenangan indah bersama Naka seperti hari ini ia berencana untuk membawa Naka ke pantai untuk menikmati senja.

"Eh kamu udah bangun" ucap Kanaya saat ia baru saja masuk kedalam kamar dan melihat Naka yang sudah membuka matanya. Kanaya mendekat lalu duduk di samping Naka, tangannya membelai pelan wajah Naka

"Pagi ini kita sarapan ditaman sekaligus berjemur" ucapnya

Naka hanya memejamkan matanya sebagai jawaban entah kenapa ia merasa lemas sampai untuk menjawab Kanaya saja rasanya susah.

Kanaya dengan pelan mengangkat tubuh Naka untuk di pindahkan ke kursi roda pelan-pelan ia juga mengatur posisi Naka supaya nyaman setelahnya baru ia membawa Naka menuju taman, di pintu masuk rumah kedua orang tua Naka baru saja datang

"Jadi ke pantai?" Tanya Ayumi setelah mencium pipi Naka dan Kanaya

"Iya mah"

"Kondisi Naka baik-baik aja kan? Soalnya Enggak tau kenapa pirasat mama enggak enak" aku Ayumi, sejenak Kanaya menatap suaminya

"Ahhkhu hhng-ghak ahh-pha-aah-pha" ucapnya namun dengan napas yang sedikit berat Kanaya sebenarnya khawatir juga tapi ia tidak ingin membuat Naka menjadi tidak nyaman, semenjak hari itu Naka mulai menahan semuanya semangat Naka untuk berjuang juga sudah menurun dan jujur saja itu membuat Kanaya merasa sedih tapi lagi-lagi ia tidak menunjukkannya karena ini pilihan dan keinginan Naka.

"Ya udah baguslah kalau gitu, mama sama papa seneng dengernya"

"Kalo kamu ngerasa gak nyaman atau ada yang sakit langsung bilang ya boy biar kita langsung kerumah sakit" pesan Revan pada putranya

Naka memejamkan mata sebagai jawaban lalu mengisyaratkan lewat tatapan supaya Kanaya melanjutkan langkahnya.

Sampai di taman Kanaya duduk berhadapan dengan Naka. Berusaha mati-matian untuk menahan sesak di dadanya. Ia mulai menyuapkan Naka dengan pelan butuh waktu yang lama untuk Naka menghabiskan setengah mangkok bubur merah yang dibuatkan Kanaya.

Setelah selesai Kanaya meraih kedua tangan Naka untuk dikecup. Cukup lama Kanaya melakukan itu sampai ia merasa puas lalu tersenyum kearah suaminya

"Ternyata ikhlas enggak semudah itu ya mas" ujarnya pelan

"Kalau nanti waktu kita habis tolong sering-sering obatin rindu aku meskipun enggak sepenuhnya bisa terobati"

"Jangan hilang sepenuhnya" Kanaya mengatakan itu dengan airmata yang mulai tertahan di pelupuk matanya

Naka yang melihatnya ingin sekali mengusap pelan pipi Kanaya, mengucapkan kata maaf dan terimakasih ribuan kali pada istrinya ini. Kanaya sudah melakukan banyak hal untuk nya tapi ia hanya bisa membalasnya dengan semakin merepotkan istri tercintanya.

"Hhthe-rhihh-mmhahh-khha-sshihh" ucapnya dengan susah payah
Kanaya mengangguk lalu meraih kepalanya untuk di kecup. Naka memejamkan matanya menikmati lembutnya bibir Kanaya yang menyentuh keningnya.

"Kita kayaknya perlu cari waktu buat bicara sama mama dan papa" Kanaya berhenti pada tatapan sendu Naka ia tersenyum tipis lalu mengusap air liur Naka dengan tisu yang ada di atas pangkuan Naka.

Naka menatap kearah lain, ia belum siap melakukan itu.

"Aku tau kamu belum siap ngasih tau mereka tapi mas mereka perlu tau ini, sama seperti aku mereka juga butuh persiapan untuk menghadapi itu semua nanti"

Naka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang