Tidak ada perbedaan disini, selama aku bersekolah di SMKN 1 UNGGUL.
Fatma yang selalu menyapa dengan bahasanya, Riana sabar menunggu kehadiranku, disamping sang ketua kelas, Aldi sibuk bermain ponselnya pada bangku belakang, dan aku tetap berdiri di sini.
Tetap dengan kestabilan kegiatan monoton, aku mengikuti kelompok geng kami. Telah lama, dibangun sejak kelas sepuluh awal.
"Kau tidak masuk angin, Ratih? cuaca hari ini sangat aneh. Kadang panas, dingin. Tidak menentu."
"Sedikit. Aku lupa membawa jaket, hari ini." Ratih menarik kursi. Menggeser kecil, ke arah Fatma.
Gadis tirus tadi, melihat wajah ketua kelas.
"Kau biasanya berangkat jam berapa, Ratih? selalu lebih lama daripada kami."
"M-mungkin jam setengah enam pagi," Ratih menjawab yang sebenarnya. Tidak berbohong atau membuat karangan sendiri.
"Hei, dia itu harus berangkat awal. Jalan kaki apa tidak membutuhkan waktu? kamu ini, Fatma."
"Kau santai dulu, Na. Aku kan hanya menanyakan saja. Kenapa kau ikutan marah?"
"Terserah. Aku capek berdebat denganmu, setiap waktu." Riana membalik kursi. Membuka aplikasi di ponselnya.
Bagas yang mendengar keributan mereka, hanya bisa mengeluarkan napas lelah. Mengelus kening, dengan jari jemari miliknya.
"Kamu jangan dengarkan mereka."
Gadis yang duduk melihat dua sahabatnya, hanya bisa tersenyum.
"Kupingmu sangat kuat kurasa, Ratih. Aku do'akan, telingamu tidak sakit, selama mendengar ribut mereka."
Fatma dan Riana menggerak kepalanya, ke arah Bagas Raditya.
"Apa maksud kau, Gas? mendoakan Ratih begitu?"
"Hei, itu benar. Kamu berdoa supaya Ratih, semakin menjauhi kami, begitu?"
"Bukan. Sejak kapan aku berdoa yang jelek-jelek? semua demi kebaikan kelas. Terutama kebaikan kupingnya."
Fatma meninggikan nada bicara, "jelas-jelas aku mendengar, kau mendoakan agar kupingnya jadi tidak sakit karena ulah kami."
Pertengkaran hebat, semakin tiada ujungnya.
Bagas berdiri. "Doanya jadi batal. Batal." Menepuk celana panjang, diteruskan meninggalkan Fatma—dari tadi mengoceh terus.
"Urusan dengan kau, belum selesai, Gas. Main tinggal aja."
Bagas berbalik sebentar. Ia membawa botol air di tangan kanan. Selama wajah ketua kelas, menghadap laki-laki itu.
"Minum dulu, Fatma. Kamu terlalu menghabiskan tenaga pagi-pagi petang begini."
Dia menyerahkan kepadanya. Sungguh kasihan, energi yang harus dia simpan, harus dikeluarkan banyak.
"Aku tidak haus, kau ini."
"Untuk simpanan siang-sore, bisa. Kamu biasanya suka mengambil botol milik Riana."
"Hei, itu sudah dulu." Riana menyerobot obrolan. "Dia tidak seperti itu, hei."
Tetap saja, anak tadi menyerahkan botol air dingin, masih tersegel rapat. Harga tertempel pada bagian atas.
"Terimakasih," ucap Fatma, selama ia melihat Bagas, pulang ke bangku belakang.
Butiran air menetes dari permukaan bagian luar botol itu, membuat Riana harus mengeluarkan beberapa tisu.
"Kau berdua, sampai nanti waktu praktek." Fatma hendak memutar badan, menuju bangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
4,5,&6 (SERIES KEDUA) BERSAMBUNG
Teen FictionWATTPAD KEDUA "4,5,&6" *** Setelah libur sekolah berakhir, Ratih Maheswari, berusia sembilan belas tahun, akhirnya menaiki kelas menjadi kelas sebelas. Tahun kedua, ia masih gunakan untuk belajar, dan melanjutkan kehidupan di sekolahnya. Kehidupan...