Ratih dan Sekar, masih berada di suasana gor sekolah yang semakin sepi. Tiada orang lagi, selain aku dengannya. Adegan menakutkan akan dimulai lagi.
Hawa panas masih saja mengerubungi aula yang tidak begitu luas. Pintu di sekeliling kami, tidak bisa dibuka. Hanya pintu tengah, yang jauh dari tempat berdiri-ku sekarang.
"Heh, Ratih Maheswari. Perempuan yang pernah aku kunci di gudang itu." Ia menatap benci, "heh, ingat tidak?"
Tidak bisa dipungkiri lagi, ingatan tentang masa lalu, terpikir lagi di benakku. Aku benci mengingat.
"Kamu, apa maumu?"
"Heh, mauku? aku tidak menginginkan apa-apa." Sekar berjalan satu langkah kedepan. "Semua mengawasi semuanya." Tatapannya merujuk ke empat cctv sudut gor.
Aku melihatnya juga. Alat perekam atau cctv sekolah. Menyala merah selama ia masih digunakan.
"Heh, sepertinya ketua kelas sedang keluar ruangan. Jadi, aku masih memiliki sisa waktu denganmu. Ratih Maheswari."
Selama sekar berbicara panjang, aku diam-diam merekam ucapan darinya. Menyelipkan di belakang bajuku, dekat dengan rok abu-abu.
Aku mengingat perkataan dari teman-temanku.
"Heh, aku berbicara denganmu. Tentu saja, guru olahraga yang menelpon waktu itu... Aku bekerjasama dengannya, untuk menjebakmu."
"Apa?" Ratih tak percaya.
Wajah tegangku masih menjadi sebuah ketegangan, ketika dia membahas kejadian itu. Kelas sepuluh.
"Heh, bagus kan rencana itu? bahkan bisa menaklukkan rasa takut gelap disana. Sungguh terkesima. Tidak banyak orang yang sanggup melakukan hal itu."
Ratih termenung sementara. Mantan teman saat ini menjadi musuh, terlihat lebih senang mencibir.
Sekar menyetop diriku saat aku hendak berlari kepadanya. "Heh, semuanya mengawasi. Berhati-hati dengan gerakanmu."
Dalam hitungan detik, pintu kayu terbuka keras. Mengenai sisi tembok. Meninggalkan bekas titik dalam.
"Jadi kau selama ini, Sekar?!"
Ketua kelas bersama dua laki-laki disampingnya. Layaknya dua bodyguard sedang bertugas menjaga.
"Fatma?" Ratih menonton ketua kelas, berjalan lebih cepat dan terburu-buru.
"Kau bawa pergi Ratih, Gas." Suruh tegas ketua kelas.
"Oke deh," Bagas mengambil langkah. Bergeser kepadaku. "Ayo, Ratih."
Aku melihat bingung dengan tingkah laki-laki tadi. "Ada apa ini?"
Bagas melihat bawah. "Dia akan membereskan, Ratih. Ayo ikut aku keluar. Disini, semakin tidak aman lagi."
Bagas membawaku paksa. Aku tidak bisa menyeimbangkan diriku. Sebelum itu, melihat ke belakang, dengan Fatma yang menarik kerah baju gadis itu.
"Heh, tunggu dulu!" Sekar berteriak.
Gor sekolah menjadi memanas. Pertarungan antara ketua kelas dengan Sekar Wulandari, seakan menjadi sebuah bencana baru untuk kami.
Ratih langsung memberi pandangan lagi kepadanya. Anak yang berteriak, terdengar sakit di kedua kupingku.
"Heh, turunkan tanganmu, ketua kelas." Sekar memegang dua punggung tangan Fatma. "Semua mengawasi apapun."
"Heh, hah, heh! Kau tetap tidak sopan panggil itu!" Fatma menggoyangkan merah baju milik Sekar.
Aldi membantu meleraikan. "Hentikan, Fatma. Hentikan." Cepat, dia mengatakan sederhana.
Dua cengkeraman tangan telah lepas. Sekaligus kali ini menjaga ketua kelas—Aldi berdiri samping Fatma. Sebagai penjaga sementara.
KAMU SEDANG MEMBACA
4,5,&6 (SERIES KEDUA) BERSAMBUNG
Teen FictionWATTPAD KEDUA "4,5,&6" *** Setelah libur sekolah berakhir, Ratih Maheswari, berusia sembilan belas tahun, akhirnya menaiki kelas menjadi kelas sebelas. Tahun kedua, ia masih gunakan untuk belajar, dan melanjutkan kehidupan di sekolahnya. Kehidupan...