Februari, 2019
Desis ombak menyertai apa yang ku lihat sekarang. Gulungan air, membuat cekungan dan menghantam apapun yang dilewatinya. Tentu, ia berubah landai saat menuju area pasir-pasir pantai.
Butiran pasir putih, telah kuremas dengan telapak kakinya. Kasar, bercampur beberapa jenis pecahan keong-keong disana.
Sejak tadi, aku tersenyum bahagia melihat pemandangan ini. Hawa panas menyengat, membuat kami berlima harus meneduhkan diri dibawah pohon cemara.
Ya. Pohon cemara.
Sepanjang Ratih menunggu keadaan menjadi stabil, ia melihat beberapa tangkapan yang dilihatnya.
Lima kapal nelayan, berlabuh sebentar. Menuruni masing-masing dari mereka sebanyak dua orang. Kalau di total menjadi 10 pria dewasa. Mendorong kuat, menuju daerah pesisir pantai.
Satu per satu, para pengunjung juga ikut menyaksikan dan mengerubungi para nelayan tadi.
Bagas dan Aldi tertarik melihat apa yang nelayan itu lakukan di kejauhan. Berdiri membersihkan diri, dari pasir yang menempel. Dilanjut pamit, sekedar mengunjungi para nelayan tadi.
"Kami titip barang-barang disini. Aku tidak akan lama." Bagas berkata pelan.
"Hei, kalian berdua mau kemana?"
"Ke kapal. Kalian semua tunggu saja disini." Bagas berseru. Berakhir menjauhi tiga perempuan. Duduk santai dengan pohon cemara. Sebagai penutup kepala mereka.
"Kau ini, ya ampun." Fatma menunjuk Bagas. Mengelus kening, pusing melihat tingkah laku dua manusia yang mendekati kapal itu.
"Hei, Fatma. Apa tidak ada agenda lagi ini? sejak tadi, hanya duduk diam." Riana mengerut wajahnya. Mata menyipit kepada ketua kelas, terkena terik matahari.
"Kau berdua terserah ingin melakukan apa. Minggirlah, kau Riana." Fatma menepuk pundak gadis tembam. "Aku lapar."
Riana semakin bergeser. Dia akhirnya berdiri. Memakai sendal pantai putih.
"Hei, Ratih. Main air saja yuk." Ajak Riana.
"Bagaimana dengan Fatma? kita tinggalkan disini?"
"Biarkan saja dia." Riana kesal melihat ketua kelas menyantap bekal yang dibawa. "Aku ambil ponsel dulu." Riana memajukan dirinya. Meraih tas dimiliki. Mengambil barang.
Aku mengawasi dua sahabatku.
"Hei, ayo pergi." Riana berkata lagi. Membalik tubuhnya. Melihat kearah ketua kelas. "Hei, Fatma. Kami pergi main air."
Fatma mengangguk dengan mulut yang penuh dengan makanan. Setuju, kami melakukan permainan di dekat air pantai.
Turunan gundukan pasir pantai, telah terinjak oleh sandal kami. Sekaligus mencoba menyeimbangkan posisiku. Kerudung terus menerpa wajahnya.
Angin laut memang tak main-main.
"Hei, kerudungmu basah tidak, Ratih?"
Aku mencoba mengecek. Melihat kepadanya lagi. "Tidak. Masih kering, Na."
Riana menghembus napas lega. Kurasa, itu jawaban tepat agar dia tidak cemas.
"Hei, coba foto aku, Na." Riana menyerahkan ponsel miliknya. "Hei, tolong ya." Dia berjalan mundur, pelan-pelan sambil memperhatikan jalan di belakang.
"Oke, Na. Siap-siap ya." Ratih memperbaiki arah ponsel itu. Menyejajarkan kepada berdiri tegak.
Riana mengangkat tangan kanan. Pose dua jari tidak asing lagi eh semua orang yang ingin melakukan sesi foto. Sekaligus membuat senyuman manis di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
4,5,&6 (SERIES KEDUA) BERSAMBUNG
Novela JuvenilWATTPAD KEDUA "4,5,&6" *** Setelah libur sekolah berakhir, Ratih Maheswari, berusia sembilan belas tahun, akhirnya menaiki kelas menjadi kelas sebelas. Tahun kedua, ia masih gunakan untuk belajar, dan melanjutkan kehidupan di sekolahnya. Kehidupan...