Halooo 😘😘
🌺🌺🌺
"Le, jadi jemput Khai?" Cindy menepuk bahu Omar saat lewat di belakang kursi putranya itu. "Nanti ke tempat biasanya saja kalau cari barang seserahan." Cindy mencium Al Kautsar di gendongan Ammar. "Mira boleh ikut Ibuk ndak, Mar? Mesakno lek ndek rumah dewe lho."
Ammar mengangguk. "Nggeh."
"Mira nandi (ke mana)?" tanya Cindy yang tak melihat mantu kesayangannya itu.
"Mandi." Ammar mendorong ke tengah cangkir kopi agar aman dari jangkauan Al Kautsar.
"Mboten. Khai ke sini bareng Bayu. Ben nggak ater-ater semut," jawab Omar usai abangnya menjawab pertanyaan ibunya.
Cindy mengangguk. Tak lama Rasyidin datang. Pria itu duduk di sebelah istrinya. "Om. Sudah tanya kenapa bapak e Khai kayak gitu?" Ia menuang kopi di alas kaca.
"Belum, Yah. Nanti aku cari waktu yang pas buat tanya-tanya," sahut Omar. "Kemarin-kemarin kan kami belum dekat, jadi pas aku tanya dia nggak jawab." Omar menyambar ponselnya saat nada notifikasi pesan berbunyi.
Khaira:
Saya sudah di depan, Pak.Omar:
MAS! Dibilangin juga ngeyel.Astaga. Salah sebut saja balasannya capslok jebol. Suka banget marah-marah pria itu. Apa tidak takut kena darah tinggi? Namun, pertanyaan itu hanya tersimpan di hati. Tidak mungkin Khaira akan bertanya begitu, bisa-bisa ia dilalap sama Omar. Lagipula terbiasa mendengar Adiba memanggil Omar dengan 'pak' lalu sekarang harus panggil dengan nama saja rasanya aneh.
"Mbak aku berangkat dulu, ya." Bayu pamitan. Ini sudah jam delapan, ia harus segera sampai di tempat kerja. Bayu memang sudah izin telat tapi bukan berarti ia bisa datang semaunya. Ya paling tidak jam sembilan sudah di sana.
Khaira mengangguk. "Hati-hati ya."
Sepeninggalan Bayu, Khaira mengamati kediaman Rasyidin. Ingatan kembali ke masa silam di mana dulu keluarganya mengalami kejayaan sampai akhirnya jatuh bangkrut.
"Kenapa nggak langsung masuk? Kan sudah pernah ke sini, Khai." Omar ngomel melihat Khaira anteng di depan pagar.
"Ya kan nggak sopan ke rumah orang main masuk saja. Lagian waktu itu bentar saja. Nggak enaklah."
Ck. "Masuk." Omar menutup pintu pagar. Ia berjalan lebih dulu ke dalam diikuti Khaira. Mereka terus ke dapur. Omar menarik kursi untuk Khaira setelah wanita itu salaman pada keluarganya.
"Libur apa shift siang, Khai?" tanya Cindy. Dari Omar ia tahu jadwal kerja Khaira.
"Libur, Bu." Khaira pikir dirinya terlalu pagi datang kemari sebab keluarga Omar masih sarapan. "Mbak Mira saya boleh gendong Al?"
Wanita di samping Ammar itu mengangguk. "Mbak nggak sarapan dulu?"
"Sudah tadi sebelum ke sini."
Ilmira memindahkan Al Kautsar dari pangkuannya pada Khaira. "Lagi aktif-aktifnya tetah (belajar berjalan dengan dua tangan dipegangi), Mbak, dia. Pinggang sampai capek."
"Nggak apa-apa, Mbak," sahut Khaira.
Cindy tersenyum melihat interaksi keduanya wanita di depannya itu. Mereka terlihat seperti saudara sendiri, tidak ada canggung sama sekali. "Khai, ayok ikut Ibuk ke sebelah. Tak kenalin sama karyawan Ibuk."
Khaira mengangguk. Ia menggendong Al Kautsar di pinggang mengikuti Cindy ke tempat sebelah. Keluar dari pintu samping dapur, Khaira disuguhkan taman yang ditanami oleh beberapa jenis rempah-rempah, timun, labu siam, dan lainnya. Terdapat pula taman bunga berdekatan dengan kolam ikan di sisi dekat dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stole Your Heart
RomanceRasyidin bersaudara#2 Meskipun belum sepenuhnya berhasil move on dari Ilmira, Omar tak berharap cinta menyapanya kembali dalam waktu dekat. Rasa-rasanya ia butuh waktu untuk menyelami hatinya. Namun, gelap hatinya mulai memudar ketika seorang wanita...