Halooo! Gas langsung baca aja.
❤️❤️❤️
Khaira canggung saat sarapan pagi bersama. Sudah lama rasanya ia tidak merasakan suasana seperti lengkap begini dengan keluarganya. Sejak pindah ke rumahnya yang sekarang, sebelum ibunya meninggal, pagi-pagi buta ia dan ibunya ke pasar untuk kulakan sayur mayur, bumbu, dan lainnya untuk mereka jual lagi di rumah. Jarak pasar yang lumayan jauh membuat warga sekitar tidak mau repot-repot ke sana, alhasil hal itu yang mereka manfaatkan untuk mencari nafkah.
"Ndak usah sungkan-sungkan di sini, Khai. Capek ya ngaso, ngantuk ya tidur, Ibuk nggak nuntut kamu pagi-pagi harus bantu di dapur apa sebelah. Buat senyaman mungkin kamu di sini." Cindy memberi wejangan pada Khaira sama seperti saat Ilmira pertama kali tinggal di rumah ini.
"Nggeh, Bu," sahut Khaira memberikan ayam goreng yang diminta Omar.
"Lengkap wes, Buk. Tenang ati iki (tenang hati ini)." Rasyidin melihat kedua putra dan menantu dengan bahagia. Namun, di sisi lain ia harus rela membiarkan Ammar memboyong keluarganya pindah ke rumah pria itu sendiri. Walaupun tidak jauh tetap saja rasanya tak rela.
"Nah, Omar sudah di sini, jadi aku bisa pindah ya, Bu. Kan Ibuk wes ada temennya." Ammar angkat bicara.
Mau tak mau Cindy mengiakan ucapannya Ammar. Walaupun berat tapi jika itu sudah menjadi pilihan Ammar, ia bisa apa? "Iyo. Iyo. Tapi nek wes ndek kono, ojok mok tukari ae bojomu (iya. Iya. Tapi kalau sudah di sana jangan dimusuhin saja istrimu)."
"Ndak bakalan dimusuhin, Buk, wong Bang Ammar bucin parah sama Mira kok," celetuk Omar terkekeh geli.
Ammar tak menampik omongan Omar, toh memang dirinya seperti itu. "Bener. Nanti kamu juga bakal tahu rasanya jadi bulol, Om."
"Duh. Bahaya ini kalau sabda sudah turun. Jangan dong. Yang biasa-biasa saja. Jangan bulol kayak Abang," jawab Omar.
Rasyidin tersenyum melihat interaksi kedua putranya. "Jadi kapan rencananya mau pindahan, Mar. Di sana sudah bersih?"
"Sampun, Yah. Paling minggu depan. Tunggu furniture e lengkap. Biar siap masuk." Ammar sudah minta bantuan temannya untuk menata dekorasi rumahnya. Ia juga memperbaiki beberapa bagian dari rumah agar lebih nyaman. "Aduh." Refleks Ammar teriak karena Al Kautsar tiba-tiba menarik rambutnya. Ia pun mengambil putranya dari pangkuan Ilmira.
"Kamu nggak pengin potong rambut, Mar. Ibuk suwe-suwe suker ndelok e (lama-lama risih lihatnya)." Ammar menggeleng. "Kamu gitu itu nggak gerah lihatnya, Mir? Lek Ibuk wes tak gunduli itu."
"Mboten. Sudah biasa," sahut Ilmira kalem meneruskan menyuapi Al Kautsar.
"Mana berani Mira, Buk. Pengin dilalap Abang a." Omar tahu pasti bagaimana perangai Ilmira. Wanita itu begitu patuh abangnya, jadi tidak mungkin melakukan seperti ibunya.
Khaira yang sedari tadi diam sedikit merasa aneh melihat Omar yang seperti memahami kakak iparnya itu. Memanggilnya pun tanpa embel-embel. Apa mungkin ... tidak. Tidak. Setan rupanya ingin meracuni pikirannya. Ia pun menepis jauh-jauh pikiran ngawurnya. Mungkin karena mereka tinggal satu rumah, jadi Omar hafal kebiasaan Ilmira.
###
Acara pengajian unduh mantu dilakukan Selasa sore. Cindy sengaja mengambil hari itu karena Khaira libur kerja. Dibantu karyawannya, beliau menyiapkan makanan untuk dibawa pulang ibu-ibu pengajian.
Acara itu sendiri mengundang tetangga sekitar kompleks dan kerabat saja, termasuk keluarga Khaira. Wanita berkerudung itu memeluk erat saat ayahnya tiba. Ia begitu kangen pada Karmin dan Bima. Bukan berarti pada Bayu tidak, hanya saja adiknya itu kadang mampir ke butik untuk mengambil risol mayo frozen yang ia buat untuk bapaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stole Your Heart
RomanceRasyidin bersaudara#2 Meskipun belum sepenuhnya berhasil move on dari Ilmira, Omar tak berharap cinta menyapanya kembali dalam waktu dekat. Rasa-rasanya ia butuh waktu untuk menyelami hatinya. Namun, gelap hatinya mulai memudar ketika seorang wanita...