29

1.4K 345 97
                                    

Halooo! Cus cus baca dah.

🌺🌺🌺

"Mbak Mira sini Al saya gendong." Khaira melihat Ilmira kesusahan menggendong Al Kautsar yang merengek minta turun dan jalan sendiri. Bocah kecil itu memang sedang bersemangat untuk jalan.

Ilmira menyerahkan Al Kautsar pada Khaira. Putranya itu langsung senang saat tantenya menurunkannya dan membantunya untuk berjalan. "Di rumah ya maunya titah terus, sampai capek pinggang ini."

"Ya namae lagi maruk-maruk e jalan, Mir, ya wajar." Cindy berjalan di sisi Ilmira. Sore ini dia mengajak kedua mantunya jalan-jalan ke Mal Olympic Garden. Tidak ada acara khusus hanya ingin menyegarkan pikiran saja. "Mir, kamu nggak lali to kasih tahu Ammar kamu ke sini? Ojok sampai singo iku ngamuk. Ibuk wedi e."

"Mboten. Insyaallah nanti nyusul ke sini," jawab Ilmira.

"Biyuh! Pancet ae Ammar iku. Wong yo keluar e sama Ibuk lho, kok ya sek nggak percoyo ae. Bocah kok." Cindy kemudian menoleh pada Khaira di belakangnya. "Khai tadi Omar sudah dikasih tahu?"

"Sampun, Bu."

"Ya wes. Timbang nesu kayak kemarin. Punya anak kok ya sama modelane." Cindy kira Omar lebih kalem dari Ammar—untuk beberapa hal mereka berbeda—ternyata sama saja jika menyangkut wanitanya. "Aman lek gitu ya."

Tiga wanita keluarga Rasyidin itu meneruskan mencari barang-barang yang mereka butuhkan, lebih tepatnya Cindy. Ia mencari tas untuk mengganti tas yang sudah rusak.

Lelah berkeliling mereka masuk ke salah satu tempat makan yang menyediakan masakan Nusantara. Cindy memesan paket ikan gurame bakar yang cukup untuk mereka berempat. Al Kautsar yang mulai rewel langsung tertidur pulas saat Ilmira tidurkan di alas duduk.

Tidak lama Omar datang setelah sebelumnya menelepon Khaira. Pria itu duduk di samping istrinya. "Belanja apa, Buk?" Ia meletakkan tas selempang yang biasa dibawanya di lantai kayu sisinya.

"Apa ya. Tas, sandal, sama baju tok. Uwes," jawab Cindy. "Lek bojomu gur tuku sandal. Kui ae tak pekso."

Omar lalu melihat Khaira yang fokus pada ponselnya. Ia pun menutupi ponsel tersebut dengan tangan. "Suaminya di sini kok pacaran sama hp."

"Lagi balasin wa Bayu, Mas. Bapak sakit." Khaira menjelaskan. Rautnya terlihat cemas. "Boleh ndak ke sana? Mau lihat kondisi Bapak." Khaira berharap Omar mengizinkan dirinya ke rumah bapaknya.

"Boleh," ujar Omar.

"Kalau sekarang saja gimana, Mas?"

"Makan dulu baru aku anterin."

"Tapi ...."

"Nggak usah tapi. Makan atau nggak aku izinin." Keputusan Omar tidak bisa diganggu gugat.

Mendengar kata-kata Omar, Ilmira teringat suaminya. Ternyata kakak beradik itu sama saja, kalau sudah bertitah pantang didebat.

Mau tidak mau Khaira pun menurut daripada tidak mendapat izin dari Omar.

"Bapak sakit apa, Nduk?"

"Demam, meriang gitu, Bu, kata Bayu. Nyariin saya terus. Mungkin Bapak kangen." Khaira pun kangen pada beliau. Sejak pindah ke rumah Omar, kurang lebih dua bulan lalu, ia belum mengunjungi Karmin lagi. Bukan ia malas tapi beberapa kali saat hari libur selalu di sita Omar atau membantu di sebelah.

Entahlah, pria itu kenapa seperti lintah, menempel terus sampai apa yang diinginkannya terpenuhi. Itu pun Khaira tidak dibiarkan tenang, ada saja ulahnya. Terkadang ia sampai malu pada mertuanya. Untung saja beliau tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu.

Stole Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang