Lama kagak jumpa euy😁
❤️❤️
"Ris, kamu sek belum bisa move on ta dari Pak Omar?" Irna bertanya saat mereka berdua istirahat di ruangan staff.
Risma menghela napas dalam memikirkan pertanyaan Irna. "Nggak tahu, Mbak. Dibilang move on tapi kok ya gini, dibilang nggak move on tapi ya nggak terlalu. Tapi masih ada yang nganjel gitu lho. Memang kenapa, Mbak?" Ia membenarkan duduknya, tubuhnya miring menghadap Irna sambil menumpukan siku di meja.
"Ya apa ya ... nggak tahu ini perasaanku aja atau gimana, aku ngeliat kamu kayak gimana gitu sama Khaira. Kayak kurang suka gitu sama dia." Irna kemudian melihat Risma dengan tatapan serius. "Beberapa hari lalu dia tanya apa hubunganmu sama Pak Omar tapi aku nggak ngomong apa-apa. Itu kan bukan kapasitasku kasih tahu dia.
"Dia pasti ngerasa ada sesuatu antara kalian. Apalagi lihat gimana kamu sama dia. Itu kenapa aku tanyakan hal tadi. Aku nggak mau dia sampai berantem sama suaminya, dan aku juga nggak mau kamu kenapa-napa kalau sampai Pak Rasyid atau Ibu dengar. Mau bagaimana pun, Khaira pasti lebih dibela daripada kamu."
Sejujurnya Risma pun juga bingung kenapa tidak suka pada Khaira? Wanita itu tidak berbuat apa pun padanya, juga tidak merebut sesuatu darinya. Lalu mengapa ia harus memusuhinya? Mungkinkah Risma iri dan marah sebab yang mendapatkan pria itu Khaira dan bukan dirinya? Atau ia merasa wanita itu menjadi penghalang bagi mereka berdua? Ya mungkin itu yang membuatnya memusuhi Khaira.
Mungkin selama ini hati Risma dibalut rasa sombong, sudah dengan yakinnya bisa mendapatkan Omar karena kedekatannya dengan Cindy, nyatanya hal itu tidak membawa dampak apa pun pada Omar. Dan saat kenyataan tak sejalan dengan inginnya Risma melampiaskan kemarahannya pada Khaira.
"Inget, kamu sama Pak Omar nggak ada hubungan apa-apa, jadi kalau bisa ubah sikapmu pada Khaira." Irna tidak bermaksud menggurui atau mengatur Risma, hanya saja kalau benar yang ia tebak, maka temannya itu harus menghentikan sikapnya.
Percakapan Irna dan Risma rupanya didengar oleh Khaira. Wanita yang awalnya mencari Irna itu, langsung menghentikan langkahnya saat mendengar percakapan dua karyawan ibunya itu. Jadi benar kalau sebelum dia jadi istri Omar, suaminya itu dan Risma memiliki sesuatu, dan mungkin saja ia yang membuat hubungan keduanya rusak.
Ya Allah. Bukankah ia tak ubahnya pelakor?Dengan perasaan nelangsa, ia kembali ke rumah besar. Khaira tidak bersedih karena sikap Risma tapi mengetahui kenyataan bahwa kemungkinan besar dirinya orang ketiga di antara Omar dan Risma membuatnya kecewa. Andai tahu dari awal, mungkin Khaira tidak akan mau menikah dengan pria itu sebab ia tahu betul bagaimana sakitnya melihat orang yang kita cinta bersanding dengan lainnya.
"Khai." Cindy yang duduk di meja makan tampak bingung melihat mantunya kembali dari sebelah dengan muram. "Kenapa maneh kui?" Ia pun mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Omar di kamar.
Cindy:
Le. Bojomu kenopo kui? Kok cepet men balik teko sebelah karo rupane piye ngono.Centang dua tapi belum dibaca, mungkin Omar masih tidur. Sekarang Cindy sudah biasa mendapati Omar bangun lebih siang setelah menikah. Setiap kali ditanya kenapa, selalu jawaban bikin anak. Astaghfirullah sekali anak itu.
Dengan setengah sadar, Omar menjangkau ponselnya di nakas, memaksa matanya untuk terbuka dan membaca pesan yang dikirimkan ibunya. Mata yang semula berat langsung terbuka lebar. Ia pun segera duduk membuat selimut yang menutupi badannya berkumpul di pinggang.
Omar:
Ibuk salah lihat paling. Tadi pamit ya biasa aja.Paling merengut karena ulahnya. Sebenarnya setelah salat subuh Khaira ingin langsung ke sebelah tapi Omar tahan.
Cindy:
Mosok Ibuk te goroh. Bocah kok. Beda gitu lho. Wes ta, Ibuk nggak tahu salah nebak.Omar tidak lagi membalas pesan ibunya, termenung mengira-ngira apa yang membuat Khaira aneh seperti kata ibunya. Ia melihat pintu kamar mandi tidak tertutup dengan benar, membuat gemericik air terdengar. Cepat-cepat Omar turun dari kasur, berjalan cepat dengan menyusul Khaira di kamar mandi—mengabaikan dirinya yang telanjang—dan membuat Khaira kaget.
###
Sudah berulang kali Adiba mendengar Khaira menghela napas besar, hal itu membuatnya penasaran. "Mbak, ada masalah?" Ia meletakkan ponselnya di meja. Namun, pertanyaan Adiba tidak ada respons dari Khaira. "Mbak. Kenapa?" Kali ini menyentuh lengan kawannya itu.
Khaira menoleh Adiba lalu menggeleng. Rasanya ingin sekali bercerita pada seseorang tapi yang jelas bukan Adiba. Ia belum siap. "Diba aku ke dalam bentar nggak apa-apa? Kepalaku pusing e. Nggak tahu kenapa kok tiba-tiba."
"Mbak sakit?" Adiba meletakkan punggung tangannya di dahi Khaira. "Agak panas sih. Ya wes Mbak rebahan sana. Nanti kalau pas rame baru aku panggil."
"Makasih ya, Diba." Khaira masuk ke ruang khusus karyawan. Ia merebahkan tubuhnya di sofa setelah sebelumnya menaruh ponselnya di meja. Kepalanya memang sering pusing akhir-akhir ini, selain cuaca yang memang tidak bersahabat—sebentar hujan, sebentar panas, dan angin—ia juga kepikiran obrolan Irna dan Risma, semua itu membuatnya lelah.
Sebenarnya Omar sempat bertanya padanya, apa ada masalah tapi selalu ia sangkal. Namun, sisi lain dirinya mengatakan bahwa Khaira bodoh, bukankah itu kesempatan untuk mengetahui jelas cerita sesungguhnya dan mengetahui bagaimana posisinya dalam hidup Omar. Bukankah selama ini ia juga ingin tahu alasan dibalik pernikahan ini?
Khaira menutup matanya berusaha untuk tidur. Suhu tubuhnya sepertinya meningkat dan pusingnya bertambah tekanannya. Tadinya ia ingin minta libur tapi kasihan Adiba kalau ia izin sebab Tya hari ini juga libur. Meskipun bisa digantikan Tya tapi Khaira sungkan, bisa saja Tya sedang ada kepentingan di hari liburnya.
Di ruang depan, Adiba tengah mengamati Instagram Omar. Pagi ini pria parlente itu menggugah foto terbarunya dengan caption emoticon love. Tidak ada kalimat panjang tapi emoticon love itu menjabarkan bagaimana perasaan Omar pada istrinya yang sedang di dapur dan membelakanginya itu. Tapi kenapa gestur tubuh istri Omar sepertinya tidak asing? Adiba seperti mengenal perawakan wanita tersebut.
"Selamat datang ... eh, Mas Ardi cariin Mbak Khai ya?"
Orang kepercayaan Omar itu mengangguk. "Ada?"
"Ada tapi lagi tidur di dalam. Demam kayak e wong tadi aku pegang badannya panas gitu."
Ah pasti ini alasan Omar menyuruhnya ke toko ini. Mungkin pesan darinya tidak juga dibalas oleh Khaira. "Lho?" Hanya itu jawabannya lalu ia mengirimkan pesan pada Omar.
Ardi:
Pak, Bu Khaira lagi istirahat di dalam. Badannya agak panas kata Adiba.Tidak butuh lama balasan Ardi terima.
Omar:
Bawa paksa ke sini. Biar aku panggil dokter langganan.Ardi:
Saya sungkan, Pak. Takutnya nanti malah ketahuan sama Adiba."Sialan!" umpat Omar di ruangannya. Ini yang paling tidak ia suka dengan hubungan rahasia. Kalau ada apa-apa tidak bisa mengambil tindakan cepat.
Omar mengusap wajahnya cepat, mengerang frustrasi. Ya Tuhan. Bagaimana bisa ia kecolongan? Kenapa ia tidak sadar kalau Khaira lagi sakit? Pantas saja semalam wanita itu tidur lebih cepat.
Omar:
Bilang sama Diba, kalau Khai bangun cepat suruh balas pesanku.Ardi:
Baik Pak."Diba, nanti kalau dia keluar, tolong suruh balas pesanku ya," ujar Ardi seraya mengantongi ponselnya di saki celana. "Makasih ya. Aku balik dulu kalau gitu."
Adiba terus menatap Ardi sampai hilang ditelan tembok. Pria itu cukup rupawan walaupun tak semapan Pak Omar dalam urusan ekonomi, tapi tetap saja Khaira beruntung memiliki Ardi. Sungguh Adiba tak mengira, temannya yang pendiam itu ternyata malah mempunyai kekasih lebih dulu daripadanya.
Tbc.
Link ada di bio untuk akses ke KK ya 😁 mamarika 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Stole Your Heart
RomanceRasyidin bersaudara#2 Meskipun belum sepenuhnya berhasil move on dari Ilmira, Omar tak berharap cinta menyapanya kembali dalam waktu dekat. Rasa-rasanya ia butuh waktu untuk menyelami hatinya. Namun, gelap hatinya mulai memudar ketika seorang wanita...