22

1.3K 333 110
                                    

Libur telah tiba. Hore! Hore! Hore! 🤣

🔥🔥🔥

Surat-menyurat dan segala macamnya selesai, sore itu Omar beserta keluarga besar datang untuk acara lamaran yang kemudian dilanjutkan akad nikah. Sesuai keinginan Khaira acara itu sederhana saja. Tidak ada hingar bingar sound sistem, tenda yang hanya terpasang di depan rumahnya, dan undangan tetangga sekitar saja. Walaupun sederhana, Omar tidak ingin seadanya saja. Ia mengirimkan salah satu MUA ternama di Malang. Untuk makanan ia serahkan pada Yuda, partner kerja ibunya. Dekorasi pelaminan pun memakai partner kerja Cindy. Begitu pula kue dan sovenirnya. Tak ketinggalan fotografer yang biasa ibunya pakai.

Mengetahui itu semua Khaira sempat menolak sebab ia sudah memberi uang belanja padanya —adatnya pihak laki-laki memberi uang belanja ke pihak perempuan. Tapi bukan Omar jika tidak berhasil membuat Khaira menurut. Ia mengancam akan membeberkan pernikahan mereka pada Adiba dan Tya. Sebenarnya ia bukanlah pria yang suka mengancam atau semacamnya pada orang lain, tapi khusus untuk Khaira ia tidak akan ragu mengunakan hal itu, asal wanita tersebut patuh padanya.

Pukul sepuluh malam Omar pamit istirahat. Setelah keluarga dan sahabatnya pulang, ia ikut jagongan sama Bayu dan teman, juga bapak-bapak di teras rumah mertuanya, sedangkan Karmin dan Bima sudah lebih dulu istirahat. Sesuai arahan Bayu, ia mengetuk pintu kamar tengah. Tak lama kemudian Khaira membukanya.

Omar masuk. Setelah menutup pintu pria itu melepas jas yang ia pakai. Kemeja putihnya ia tarik begitu saja dari dalam celana panjangnya. Lega sekali. "Tasku tadi ...."

Wanita itu memberikan tas milik Omar sebelum pria itu selesai bicara. "Mau dibikinkan kopi?" tawar Khaira. Ia sendiri sudah berganti dengan daster batik panjang. Rambut hitamnya tergerai bebas dari ikatan.

"Nggak. Perutku nggak enak." Omar mengeluarkan kaus dan celana pendek. Tanpa bertanya atau memberi peringatan lebih dulu pada Khaira, ia melepas kemejanya lalu menimpa badannya yang telanjang dengan kaus.

Khaira segera berbalik melihat Omar ganti baju tanpa sungkan padanya. "Mau dibuatkan teh hangat?" tanyanya dengan memunggungi Omar.

"Nggak. Ada minyak kayu putih apa fresh care?" Omar merebahkan tubuh di ranjang kayu berukuran kecil. Dari tadi siang perutnya sudah tidak beres, entah apa penyebabnya, mungkin dirinya masuk angin.

"Ada." Khaira membuka laci meja di sisi dipan. Barulah ia berbalik setelah yakin pria itu sudah rapi kembali. Ia berikan botol hijau itu pada Omar tapi pria itu sudah mendengkur halus. Mungkin Omar capek karena harus mengantar jemput setiap hari.

Khaira menjauh dari ranjang kemudian duduk di kursi plastik. Tatapannya tertuju pada cincin cantik di jari manisnya. Cincin yang membuat pertengkaran pertama mereka. Ya Allah. Sungguh skenario yang plot twist sekali baginya. Omar yang begitu dipuja oleh temannya sekarang menjadi suaminya. Bisa Khaira bayangkan bagaimana terkejut atau lebih dari terkejut mereka nanti jika tahu hal ini.

###

"Mas ... cincinnya saya jadikan liontin ya. Takutnya nanti ditanya macam-macam sama mereka."

Mereka dalam perjalanan ke rumah Cindy. Kebetulan hari ini Khaira masuk siang, jadi tidak harus tergesa-gesa berangkat.

"Gini ini yang aku nggak suka. Ribet. Dari anter jemput kamu harus nyuruh Ardi. Kalau nggak karena butuh nggak aku biarin kamu boncengan sama Ardi. Pengin aku tonjok saja itu Ardi. Nikahan kudu sembunyi-sembunyi. Sekarang cincin nggak bisa dipakai. Lama-lama aku ngomong juga ini sama Adiba."

"Ya jangan to. Nanti aku bakal cari waktu yang pas buat ngomong sama dia."

"Kapan?" desak Omar.

"Nanti. Insyaallah secepatnya," jawab Khaira.

Stole Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang