17

1.3K 311 77
                                    

Halooo. Ketemu lagi hehehe. Cus lah ❤️❤️ lope sekebon pokoknya.

####

Melihat Adiba semangat membicarakan Omar membuat Khaira dilanda rasa bersalah. Ia seperti sedang menusuk temannya itu dari belakang. Ya Khaira tahu itu bukan salahnya tapi tetap saja ia merasa seperti pengkhianat. Bagai pagar makan tanaman. Dan sekarang ini ia bingung harus menjawab apa lamaran Omar?

Memang keputusan ada padanya, tapi ia pun perlu memikirkan baik buruknya soal lamaran ini. Khaira jadi ingat obrolan dengan Bayu setelah kepergian keluarga Omar. Di sana juga ada Bulek dan Pak lek nya. Di mana mereka kesal karena ia tidak langsung menjawab lamaran Omar.

"Mbak ... kita tuh nggak egois. Kalau Diba emang beneran sahabat Mbak dia pasti ngerti. Dia nggak akan marah karena Mbak terima lamaran ini. Yang milih Mbak juga Pak Omar sendiri. Dia nggak akan berani ngelamar Mbak kalau sudah punya pacar. Terus kalaupun nggak sama Mbak Khai, Pak Omar juga belum tentu sama Adiba, kan?" ujar Bayu dengan sedikit emosi.

"Bener yang dibilang Bayu, Khai. Coba di pikir tenan."

"Wes. Jarno Khai mikir sek. Ojok didesek terus," sahut Pak Lek Harto.

Pak Lek Harto menyudahi perdebatan malam itu. Dan sampai sekarang Bayu kesal padanya. Disatu sisi yang dikatakan Bayu dan buleknya benar, di sisi lain Khaira tak sampai hati menyakiti Adiba. Ya Allah, harus bagaimana dirinya ini?

Pikiran Khaira kembali pada raganya saat ponselnya bergetar. Ia merogoh saku celana panjangnya. Keningnya berkerut membaca pesan dari Omar. Astaga.

081233xxxxx:
Kata Bayu kamu ragu terima lamaranku gara-gara nggak enak sama, Diba. Bener?

Kalau karena itu biar aku yang ngomong sama dia. Aku yang milih kamu jadi dia nggak ada alasan marah sama kamu. Lagian aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Jadi dia nggak ada hak larang aku mau sama siapa atau sebaliknya. Aku nggak mau ngalah cuma gara-gara ini, apalagi nggak ada hubungannya sama sekali sama kita.

Khai.
Khai.
Bales.
Ok. Aku ke sana.

Mata Khaira benar-benar mau lepas melihat Omar sudah di depan tokonya-ia tadi melayani pembeli, itu kenapa tidak bisa membalas pesan Omar. Tidak. Omar tidak boleh ketemu Adiba karena ia belum siap. Khaira pun buru-buru menelepon pria itu. Berhasil. Omar berhenti tepat di depan pintu.

"Tumben telpon. Takut aku bilang sama Diba?"

Khaira refleks mengangguk.

"Iya."

Ia rasa tidak ada gunanya berbohong pada Omar, toh pria itu sudah tahu alasannya.

"Aku tahu perasaanmu tapi kalau gara-gara itu kamu nggak bisa terima. Aku bakal maju ke Diba dan ngomong jujur."

"Jangan, Pak!"

Khaira refleks menutup mulutnya. Ia takut Adiba mendengar.

"Kalau gitu kamu terima lamaranku?"

Omar masih diam di depan pintu masuk toko Looks Beautiful-tempat Khaira bekerja. Pandangannya tak lepas dari wanita itu.

"Saya ...."

"Iya apa nggak. Cuma itu."

"Saya pikirkan du ...."

"Ini sudah seminggu. Butuh berapa lama lagi? Sampai Haikal ganggu kamu lagi atau akhirnya batal karena Adiba?"

Kalimat tajam dari Omar membungkam bibir Khaira. Dan sampai sekarang pun dirinya bingung. Posisinya sulit karena dari dua sisi sama-sama menghimpitnya. Adiba dan semangatnya mengejar Omar, sedangkan Omar dan keinginannya. Astaga.

Stole Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang