11

1.3K 329 68
                                    


Lama kagak update hehehe. Cus baca.

🌸🌸🌸

081233xxxxx:
Jangan berangkat dulu. Aku jemput.

Khaira:
Maaf ini siapa?

Rasanya Khaira tidak minta tolong pada siapa pun untuk menjemputnya. Bahkan ia sudah berencana memesan ojek online saat berangkat kerja nanti.

Omar tidak membalas pertanyaan Khaira. Dan tiba-tiba saja ia tersenyum melihat kelakuannya sekarang ini. Ia yang tidak pernah mengirim pesan lebih dulu kecuali pada Ilmira dan soal pekerjaan, sekarang lebih dulu mengirim pesan pada Khaira, perempuan yang ia perhatikan beberapa waktu ini

081233xxxxx:
Tunggu saja di rumah.

Cindy cukup heran melihat Omar pagi-pagi sudah rapi—jam enam pagi. Biasanya paling pagi itu jam delapan, itu pun kadang Cindy harus menggedor kamarnya. "Le! Tumben sudah rapi. Arep nandi (mau ke mana)?" Ia meletakkan kopi untuk Rasyidin dan Omar di meja makan. "Sarapan sik (dulu). Ojok langsung budal ngono (jangan langsung berangkat gitu)."

Omar menghampiri ibunya, menarik kursi untuk dirinya dan Cindy. "Mau jemput temen." Ia mengambil pisang goreng yang baru saja dibuat Bu Imah.

"Sopo?"

"Orang, Buk." Omar menuang kopi ke lepek agar segera dingin.

"Ya ruh lek wong (tahu kalo orang), mosok kate nyusul bedes (masa iya mau nyusul monyet). Maksud Ibuk kui siapa (maksud Ibuk itu siapa)? Namae, cewek ta cowok. Ngono lho (gitu lho). Bocah iki kok golek ae gawean (anak ini kok nyari masalah)."

Ya Omar tahu yang dimaksud ibunya, ia hanya bercanda saja. "Buk. Ini serius aku harus nikah sama Risma?Kalau aku nikah sama pilihanku sendiri gimana?" Bagaimana pun restu orang tuanya sangat penting, sebab akan membawa pengaruh baik pada pernikahan jika orang tua ridho.

"Siapa, Om?" Bukan Cindy yang menyahut tapi Rasyidin. Pria lanjut usia itu menarik kursi di samping Omar dan Cindy.

"Misalnya, Yah," elak Omar. Ia perlu tahu jawaban orang tuanya sebelum memutuskan keinginannya.

"Lho emang Ibuk ada nyuruh kamu sama Risma?" tanya Cindy. Seingatnya ia tidak pernah mengatakan Omar harus bersama Risma.

"Ya nggak sih tapi buka jalan buat Risma." Itu yang Omar tangkap dari beberapa kesempatan yang disengaja oleh ibunya.

"Nggak ah. Perasaan Ibuk biasa saja. Mungkin kebetulan saja. Kalaupun Ibuk buka jalan tapi Risma nggak minat  ya nggak bisa juga." Cindy tidak mungkin mengatakan bahwa tebakan Omar benar. Ia tidak mau putranya harus menerima wanita pilihan mereka. Kisah Ammar dan Ilmira membuat mereka sadar, niat baik tidak selalu baik akhirnya.

Rasyidin manggut-manggut mendengar jawaban istrinya. "Memang siapa yang mau kamu nikahi? Kalau sudah ada calonnya disegerakan saja."

"Belum tahu, Yah. Cuma pengin tahu kira-kira Ibuk sama Ayah setuju apa nggak kalau aku cari calonku sendiri," sahut Omar sebelum menyeruput kopinya yang mulai hangat. "Apa harus dari keluarga berada? Setidaknya berkecukupan lah?" tanyanya lagi.

"Pernah ada yang bilang, bagusnya memang satu level, jadi nggak ada yang merasa paling tinggi. Tapi wong namae jodoh, nggak ada yang tahu, Le." Cindy mengaduk teh yang sudah ia beri gula rendah kalori. "Yang penting anaknya baik. Sopan. Tingkah lakunya baik. Mau dikata cantik kayak bidadari, sultan sekalipun kalau nggak punya adab ya kurang bagus."

Mata Cindy tiba-tiba menyipit mengamati putranya. "Kenapa to, Om? Kamu ada gadis yang kamu incer? Kalau emang ada, cepet ditangkap aja biar nggak lepas kayak Mira dulu." Firasatnya mengatakan bahwa Omar tengah menginginkan seorang wanita yang mungkin saja akan dinikahinya, tapi putranya ragu sebab pria itu berpikir bahwa dirinya mendorong dengan Risma.

Stole Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang