Yuhuuu! Liburan dah mau habis. Saatnya kerempongan dimulai 🤣 semangat bestiii!
&&&
Sudah lebih dari sepuluh menit lalu Omar perhatikan Khaira diam saja di pinggir kasur. Rupanya wanita itu tengah melamun, tapi apa yang dilamunkan? Apa kejadian tempo hari di teras belakang? Tidak mungkin.
"Khai." Rupanya suara Omar menyadarkan wanita itu dari lamunannya, buktinya Khaira menolehnya. "Yang kemarin di belakang itu ... aku sama Risma nggak ada hubungan apa-apa."
Khaira mengangguk. "Saya ke dapur dulu ya, Mas."
Harusnya perasaan Omar lega sudah mengkonfirmasi hal itu tapi reaksi Khaira membuatnya tak nyaman. Wanita itu terlalu tenang dan hal itu mengusik pikiran Omar. Sialan!
Sedangkan di dapur Khaira tengah berpikir, sebenarnya bagaimana perasaannya pada Omar? Mengapa kejadian di teras belakang dua hari lalu mengganggu pikirannya? Apakah ia mulai jatuh cinta? Wajarkah mencintai seseorang dalam waktu singkat? Wanita itu menghela napas berat. Bahkan ia tak tahu alasan apa yang membuat Omar menikahinya. Cinta kah atau ada kepentingan?
"Bikin apa, Mbak?" Ilmira mendekati Khaira. Rencananya ia akan memanaskan makanan untuk putranya.
Eh? Khaira melihat ke bawah, ternyata adonan kulit risol mayo sudah jadi—tadi subuh ia titip ke Mbok Yem untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan. Ia terlalu lama melamun sampai tidak sadar adonannya ada yang tumpah. "Ini Mbak mau buat risol mayo."
"Mbak Khai panggil Mira saja kaya Mas Omar," pinta Ilmira tapi Khaira menggeleng.
"Mbak Mira temen Mas Omar ya? Kok dia panggil Mbak nama saja."
Ilmira mengangguk. "Iya. Dulu sering mampir ke tempat kerja saya sekalian kirim barang."
Oh. Pantas saja Omar seperti paham tabiat Ilmira. "Lama Mbak temenan sama Mas Omar?" Khaira mengambil teflon ukuran sedang untuk mencetak kulit risol mayo. Ia mulai panaskan teflon tersebut lalu mencetak kulitnya.
"Lumayan sih, Mbak. Kenapa? Mbak Khai mau ada yang ditanyakan soal Mas Omar?" Ilmira menatap Khaira.
Sejenak Khaira tergoda untuk mengiakan tapi ia menggeleng. "Mbak Mira panggil nama saja. Saya ndak enak kalau Ibu denger."
Ilmira akhirnya mengangguk lalu pamit ke kamar membawa makanan untuk Al Kautsar. Biasanya bocah dua belas bulan itu makan di luar kamar tapi seperti biasa ayahnya ngotot di kamar saja sekalian pria itu istirahat.
Usai kepergian Ilmira, Khaira melanjutkan mencetak kulit risol. Ia tidak membuat banyak sebab untuk keluarga saja. Libur yang diberikan atasannya—hanya Bu May yang tahu perihal pernikahannya. Bahkan beliau Khaira undang ke acaranya ijab kabulnya—membuatnya bingung harus apa, alhasil ia membuat risol mayo.
"Bikin apa, Nduk?" Cindy tiba di sisi Khaira setelah dari rumah sebelah. Keningnya berkerut tatkala pertanyaannya tidak mendapat jawaban dari Khaira. Ada apa dengan wanita muda ini? Apa terjadi sesuatu dengan keluarganya? "Khai." Cindy coba memanggil Khaira lagi tapi tetap tak mendapat sahutan. Ia pun menepuk lengan mantunya itu dengan sedikit keras.
Khaira terkesiap dan baru menyadari di sampingnya ada Cindy, refleks bergeser untuk memberi jarak di antara mereka. "Bu."
"Ada apa?" tanya Cindy begitu Khaira sadar dari buaian lamunan. "Ibuk panggil dari tadi kayak nggak ngeh gitu. Ada masalah ta?"
Wanita berhijab cokelat itu menggeleng kecil. "Mboten. Kepikiran Bapak saja." Ya Khaira tak sepenuhnya berbohong, memang ia tengah memikirkan Omar tapi juga memikirkan bapaknya. Bagaimanapun ia masih khawatir dengan kondisi Karmin. Ia terbiasa melihat bapaknya, mengajaknya ngobrol, tapi sekarang hal itu akan menjadi sesuatu yang dirindukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stole Your Heart
RomanceRasyidin bersaudara#2 Meskipun belum sepenuhnya berhasil move on dari Ilmira, Omar tak berharap cinta menyapanya kembali dalam waktu dekat. Rasa-rasanya ia butuh waktu untuk menyelami hatinya. Namun, gelap hatinya mulai memudar ketika seorang wanita...