{2}

16.4K 877 57
                                    

Dublin, pukul 4 sore.

Sam berjalan keluar menyusuri portal imigrasi. Dia menarik satu koper dan satu tas lagi dislempangkannya di bahu kanan. Pemuda bermata biru itu mulai memandang ke segala penjuru bandara untuk mencari sosok yang harusnya sudah menunggu kedatangannya.

Beberapa kali dia menyipitkan mata dengan maksud untuk mempertajam penglihatannya, namun sosok itu tak kunjung ia temukan. Paras tampannya mulai terlihat lungsur. Sam meniup rambut depannya dan mendesah pasrah. Dia berjalan dengan gontai ke tempat duduk yang ada di ruang tunggu.

*******

Eric POV

"Celaka, aku akan terlambat menjemput Sam" lirihku saat melihat arloji yang melingkar di tangan kiriku kini sudah menunjukkan pukul 4.15 sore. "Well done Eric. Kau memang ceroboh Eric. Sam akan sangat marah padamu karena kau telah lalai untuk menjemputnya" umpatku dalam hati.

Seketika itu aku langsung bangkit dari kursi kerjaku dan segera mempercepat langkahku menuju basement Argerich Tower, tempat dimana mobil Maybach Landauletku berada.

"Maya, tolong cancel semua jadwalku besok. Aku kedatangan tamu istimewa jadi besok aku tak akan ke kantor" kataku pada Sekretarisku saat aku melewati mejanya. "Tapi Tuan, besok anda punya janji dengan klien kita dari Jerman" sahutnya. "Aku yakin kau bisa mengatasinya karena aku mempekerjakanmu untuk urusan ini. Dan tolong jangan menghubungiku, karena aku yang akan menghubungimu jika urusanku sudah selesai. Terima kasih". Ku lihat Maya sedikit mendesah menerima titah dariku.

Ku percepat langkahku hingga sampai di Maybach metalikku. Ku nyalakan mesinnya dan ku injak pedal gasnya sekencang mungkin menuju arah bandara. Ku coba menelpon Sam, tapi yang ku dapatkan adalah suara operator selularnya. "Nomor yang anda tuju sedang berada di luar servis area, silahkan hubungi beberapa saat lagi. Tulalit tulalit". Damn it.

Pukul 5 sore, aku sampai di area parkir bandara ini. Aku segera berlari menuju ruang tunggu, karena aku yakin Sam pasti sudah berada disana dari sejam yang lalu. Masih dengan setelan jas warna abuku, aku bergegas masuk ke ruang tunggu. Banyak mata tertuju pada diriku yang terlihat tergesa-gesa.

Ku picingkan mataku ke suluruh sudut yang ada di ruang tunggu itu. Hingga akhirnya tertangkap olehku pemuda tampan yang mengenakan sweater biru sedang berusaha menghubungkan ponselnya ke sebuah power bank. Sam.

Hatiku berdesir, ku rasakan seperti ada kupu-kupu yang menari-nari di dalamnya, agak geli tapi membuatku bahagia. Aku menghela nafasku sebelum berjalan kearahnya. Aku sengaja mengambil rute sedikit memutar menuju belakang punggungnya. Ku pelankan suara pantofelku agar Sam tak menyadari kehadiranku.

"Hello, My Beloved Sam" lirihku di telinga kanannya.

Sam menoleh ke samping kanan, dan satu ciuman berhasil mendarat di pipi kiriku. Sejenak mata kami beradu pandang, namun sedetik kemudian Sam mundur ke belakang. Matanya membelalak dan dahinya berkerut. "Eric" dengusnya kesal.

"Hahaha. Wajahmu merona Sam" tawaku membahana. Dan Sam makin merona seperti kepiting rebus, dan sedetik kemudian aku menyadari bahwa seluruh mata yang ada di ruang tunggu ini tertuju pada kami berdua.

Buuuggghhh...

Hantaman tas slempang Sam berhasil membuatku meringis. "Rasakan itu. Dan satu lagi, aku membencimu Eric" kata Sam seraya pergi menarik kopernya keluar ruang tunggu. "Sam, tunggu. Tunggu aku Sam" teriakku berusaha mengimbangi langkahnya.

Sam tak menghiraukanku. Mau tak mau aku harus berlari untuk menyusulnya. Saat jarak kami tinggal sejengkal, aku kehilangan keseimbangan.

Bbbrrraaakkk...

My Beloved Little BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang