{9}

8.7K 499 66
                                    

Sam POV

Suara mobil Lykan Hypersport milik Abi membangunkanku. Kurasakan hangat pelukan Eric masih menggelayuti punggungku. Tubuh kami masih menyatu di atas ranjang. "Eric bangun. Papa dan Abi sepertinya sudah pulang" lirihku. "Hhhhmmmm, biar dulu Sam. Aku masih ingin tidur memelukmu".

Aku menghela nafas panjang. "Ayo bangun Eric. Ini sudah pukul 4 sore. Aku mau bantu Papa menyiapkan makan malam" bujukku. "Baiklah Sam. Tapi nanti malam aku ingin tidur bersamamu lagi ya, Sayang" godanya. "Enak saja" kataku sambil mengacak-acak rambutnya. Eric hanya tertawa dan kekasihku ini sangat tampan dengan rambut acak-acakannya.

"Ya Tuhan, kenapa kau menciptakan makhluk sesempurna dia?" tanyaku dalam batin. Eric benar-benar tampan, mata hijau jernihnya, hidung mancungnya, rahang tegas yang dihiasi jambang halus, lekuk leher yang kuat. Semua itu membuatku ingin selalu berada di pelukannya.

"Kenapa kau senyum seperti itu, Sam?" tanyanya. Aku baru menyadari kalau sedari tadi aku hanya tersenyum memandangi dirinya. "Tak ada Eric" sahutku sambil menggeleng. "Aku hanya bahagia bisa mencintaimu dan dicintai olehmu" lanjutku.

Eric bangkit dari tidurnya dan pagutan lembut bibir kamipun kembali terjadi. Aku dan Eric tersenyum bahagia setelah selesai berciuman. "Baiklah. Aku akan segera ke bawah. Kau mandilah, Eric" kataku. Eric bangkit dari ranjang menuju kamarnya.

"Sam...". "Hhhhmmmm". "Kau masih harus memenuhi permintaanku" lanjutnya. Aku hanya mengangkat dua jempolku untuk menyetujuinya. "Aku siap memenuhi apapun permintaanmu dan kapanpun kau menagihnya, Eric". Namun yang kudapatkan adalah cengiran kuda khas miliknya.

"Ya Tuhan. Apa yang sudah kuucapkan? Sam, kali ini kau ceroboh sayang. Bagaimana kalau Eric menginginkan itu? Oh tidak. Bagaimana kalau Eric menginginkan yang iya-iya terjadi pada kami?" batinku menyesali yang telah kuucapkan. "Aaarrrrgggghhhh. Kau memang bodoh Sam. Harusnya kau tak boleh terbuai oleh rayuan cinta" umpatku.

Aku berjalan gontai seraya merutuki diriku sendiri. "Sam, apa kau baik-baik saja?" tanya Papa saat menemukan sosokku menuruni tangga. Aku sedikit gelagapan. "Ti...tidak Pa. Sam baik-baik saja" kilahku. Padahal hatiku sedang berkemelut memikirkan permintaan apa yang akan diajukan oleh Eric. Pemuda itu selalu out of the box, aku tak bisa menebak jalan pikirannya.

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Papa lagi. Aku menggeleng. "Tidak Pa. Tenanglah. Oya, Mbak Adine datang bersama tunangannya, James" jawabku untuk membuat topik obrolan yang baru. "Oh really?" pekik Papa dan raut wajahnya terlihat sangat gembira. Aku mengangguk mantap dan tersenyum serta memeluk tubuh Papa.

Papa adalah papa terbaik yang kumiliki. Papa selalu bisa menangkap jalan pikirku. Papa selalu ada di saat aku susah maupun senang. Papa selalu tahu dan memberikan apa yang kubutuhkan. "Sam ada apa ini? Sepertinya anak Papa sedang bahagia" celetuknya. "Hahaha, Sam sayang Papa. Terima kasih ya Pa untuk semuanya" jawabku sambil tertawa kecil dan mengayunkan tubuh mungil Papa ke kanan dan ke kiri.

"Eeeerrrhhhhmmmm, sepertinya ada yang bahagia nih" sahut Abi yang keluar dari kamarnya. "Iya, anakmu yang satu ini sepertinya sedang bahagia karena cinta" jawab Papa sambil mengerlingkan mata untuk menggodaku. Wajahku mulai bersemu merah. "Oh Abi tahu. Sam dan Eric sudah itu?" tanya Abi sambil memainkan kedua ujung tangannya yang sengaja dikerucutkan.

Wajahku semakin merekah dan aku hanya bisa mengangguk kecil. "Sarfarraz hentikan tingkahmu itu. Kau sudah membuat anakku tersipu malu" kata Papa. "Selamat ya Sayang. Papa dan Abi sudah tahu semuanya" lanjut Papa seraya memberi hadiah sebuah ciuman di keningku. "Kemarilah Sam. Beri Abimu ini satu pelukan bahagia" rajuk Abi sambil membuka tangannya lebar.

Aku berjalan ke arahnya dan menyambut pelukan dari Abi. "Selamat ya Sayang. Semoga kalian berdua bahagia" lirihnya. "Terima kasih Pa, Bi. Tapi apa Papa dan Abi tidak keberatan dengan hubungan ini?". "Tentu saja, kami tidak keberatan. Yang namanya cinta itu tak bisa dipaksakan maupun ditolak. Cukup buka hati dan terimalah cinta yang datang menghampirimu" jawab Abi seraya mengusap pelan kepalaku. Dan kami tertawa bersama.

My Beloved Little BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang