{6}

10.1K 588 70
                                    

Sam POV

Aku membuka mata perlahan. Cahaya lampu di atas tempat tidurku, mulai menyusup ke dalam kornea yang difokuskan lensa hingga membentuk bayangan buram di retina. Aku diam beberapa saat hingga proyeksi ruangan dengan segala pernak-perniknya terlihat gamblang.

Ku picingkan kelopak mataku dengan maksud menajamkan penglihatan ke arah jam dinding di atas pintu masuk. "Pukul 4 pagi" lirihku. Ku edarkan arah pandangku ke sudut-sudut ruangan ini. Ku dapati Papa dan Abi sedang tidur di sofa saling menyandar dengan nyaman. Lalu fokusku tertuju pada satu lelaki yang hangat tangannya bisa kurasakan memeluk erat tubuhku.

Eric, dia tidur di samping tubuhku. Parasnya begitu damai, seakan beban berat dalam hidupnya telah terangkat. Bahu bidangnya naik dan turun dengan tempo tetap senada dengan tarikan dan hembusan nafasnya.

Ku coba untuk menggerakkan tanganku, awalnya seperti mati rasa tapi lambat laun aku bisa merasakan kembali gerakan jemariku. "Sssshhhh" desahku menahan rasa sakit seperti sengatan lebah. Ku alihkan pandanganku ke tangan kanan dan disana telah bersarang dengan nyaman jarum infus yang cukup besar.

Ku abaikan rasa sakitku untuk sekedar membelai rambut Eric, satu-satu orang yang sangat ku cintai. Perlahan ku belai rambut lembutnya, hingga tanpa ku sadari senyumanku mulai mengembang. Ku dapati rasa hangat mulai menyesap masuk dalam hatiku. Meski badanku terasa remuk, aku tetap nyaman dengan keadaan ini karena Eric selalu bersamaku.

Ku hirup oksigen dari selang pernafasan yang tertancap di hidungku. Awalnya terasa nyaman, tapi kemudian dadaku terasa sangat perih.

Uhuk uhuk uhuk uhuk...

Aku terbatuk seakan ingin mengeluarkan gangguan dalam paru-paruku. Tapi semua terasa sangat sulit untuk dikeluarkan. Ku remas kuat dadaku tapi tetap saja tak berhasil. Tubuhku mengejang tak karuan, hingga Eric terbangun dari tidurnya.
"Sam...Apa kau baik-baik saja?". Ku lihat matanya mulai berkaca-kaca melihat ekspresi kesakitanku. "Sam...Bertahanlah Sam". Eric bangkit dari duduknya dan dengan cekatan dia mengambil segelas air dari meja di samping ranjangku.

"Sam...Tenanglah. Aturlah nafasmu". Sesuai aba-aba darinya, aku mulai mengatur tempo nafasku dan rasa perih itu perlahan menghilang. "Minumlah Sam" pinta Eric seraya membantu menyangga punggungku.

Dahaga yang sedari tadi kurasakan telah hilang dan kekeluan lidahku perlahan sirna. "Eric, maafkan aku telah membangunkanmu" lirihku. "Huussshhh, jangan banyak bicara dulu. Tak masalah Sam. Aku justru bahagia, karena kau telah sadarkan diri" sahut Eric seraya mencium keningku.

Entah kenapa mataku memilih untuk terpejam, menikmati kecupan lembut bibir Eric di keningku. Dan jemariku memilih untuk berpautan erat dengan jemarinya. "Sam...Semuanya akan baik-baik saja, tugasmu sekarang adalah kau harus lekas sembuh" bisiknya untuk meyakinkanku.

Tatapan lembut mata hijaunya memberi ketenangan batin, meski ku lihat ada guratan kecemasan di dalam sendunya. Aku tersenyum tipis padanya dan Eric membalas dengan senyuman menawan miliknya.

"Istirahatlah Sam...Aku akan menjagamu. Besok pagi, Christine akan memeriksa keadaanmu" katanya. "Christine? Siapa dia?" batinku. "Jangan-jangan dia adalah kekasih Eric".

Seperti bisa membaca pikiranku, Eric hanya memberikan senyuman. "Tenanglah Sam. Jauhkan pikiranmu dari hal-hal yang mengganggumu. Christine itu adik perempuanku" lirihnya. "Aku akan menceritakan semuanya padamu setelah keadaanmu membaik. Istirahatlah" lanjutnya setelah melihat kerutan di keningku. Aku mengangguk kecil dan kembali memejamkan mataku.

*******
Eric POV

Tanganku masih membelai lembut kening Sam untuk pengantar tidurnya. Perlahan ekspresi penasarannya menghilang digantikan kedamaian yang menurutku akan sulit untuk ku lupakan. Aku hanya tersenyum memandangi keluguannya.

My Beloved Little BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang