Sam POV
Pagi ini acara pernikahan Mbak Adine dan James dilaksanakan pukul 9. Kami keluarga mempelai wanita sudah berada di kebun milik keluarga Henderson. Kebun ini telah disulap menjadi pelaminan yang sangat indah.
Kursi-kursi tamu sengaja dibuat dari balok kayu panjang masih lengkap dengan kulit pohonnya. Di atas kursi tamu sengaja dibuat tenda penutup dari tamanan sulur-suluran yang tumbuh menjalar menaungi para tamu. Sementara tepat di atas pengantin, sengaja dibuat tenda dengan tutupan mistletoe.
"Dekorasi Maria sungguh menawan ya?" lirihku meminta persetujuan Eric yang sedari tadi lengannya sudah kugamit dengan erat. Eric menatap ke arahku dan tersenyum manis. "Apa kau juga ingin pesta kebun untuk pernikahan kita nanti?" tanyanya yang berhasil membuat mataku melotot kaget.
Eric hanya tertawa melihat ekspresiku. "Apa kau bermaksud menjahiliku?" sergahku. "Tidak Sam. Aku serius Sayang. Apa kau mau menikah denganku?" tanyanya. Aku tersenyum dan mengangguk mantap. "Yes, I will Eric". Dan kecupan lembut mendarat di keningku.
"Kalian ini memang pasangan teromantis yang tidak peduli lingkungan sekitar" sanggah Damian yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping kiriku. "Apa kau keberatan dengan keromantisan kami?" tanyaku pelan. Damian menggeleng cepat. "Aku tidak keberatan. Tapi apakah kalian tidak takut mendapat cercaan dari para tamu disini?" sahut Damian.
"Para tamu itu, sebagian besar adalah rekan kerjaku. Dan mereka semua sudah tahu kalau aku dan Sam telah bertunangan" jawab Eric dengan penuh percaya diri sambil menunjuk ke arah tamu undangan. Damian terlihat kaget dan suaranya sedikit tercekat, sedangkan Eric terlihat mengulas senyum kemenangannya.
"Kalian sungguh beruntung" lirih Damian. "Kenapa kau bilang seperti itu, Ian?" tanyaku. "Tak apa Sandy. Aku hanya iri pada cinta kalian yang seperti tak memiliki halangan apapun". Aku menepuk pundak Damian pelan untuk menenangkannya.
"Itu semua tidak benar Damian. Aku dan Sam sudah melewati semua halangan dalam kisah cinta kami. Aku dan Sam telah berpisah selama 20 tahun dan kami harus menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dan menjadi satu" jawab Eric memberi penjelasan pada Ian.
"Damian, dengarkan aku. Setiap cinta pasti memiliki cobaan yang harus dilalui empunya. Jika keduanya berhasil, maka kebahagiaan adalah hadiahnya. Tapi jika keduanya menyerah begitu saja, maka tak akan ada apapun untuk keduanya. Jadi, jika kau benar-benar mencintai seseorang, maka perjuangankanlah cinta kalian bersama" kata Eric dengan bijak.
"Hei, kau bijak sekali Eric" cibirku yang membuat sungut muncul di kepala Eric. "Awas kau Sam. Aku akan membalas cibiranmu malam ini" katanya sambil menyeringai nakal.
"Ternyata kalian juga bisa bertingkah konyol. Kupikir yang ada di otak kalian adalah segudang keromantisan" sahut Damian dengan gelak tawanya yang khas.
"Ian, romantis saja tak cukup untuk suatu hubungan. Aku bisa mati karena bosan kalau Eric tak pernah marah padaku. Kadang percekcokan kecil dalam suatu hubungan justru mampu membuat kedua belah pihak semakin memahami pasangannya" ujarku yang ditanggapi Damian dengan anggukan pelan.
"Kalau begitu, aku akan sering memarahimu Sam" sahut Eric. "Baiklah kalau itu maumu. Jangan pernah menyentuhku lagi dan jangan harap aku bersedia untuk memberimu ciuman" ancamku pada Eric. "Oh ayolah Sam, jangan kejam seperti itu Sayang. Aku hanya bercanda" rengek Eric dengan tangan yang dia kaitkan di depan dadanya. Jurus pamungkas itu lagi.
Aku terkikik puas melihat kelakuan Eric. "Aku tak akan setega itu Eric. Aku cinta kamu Sayang" kataku seraya memberi satu kecupan lembut di bibirnya. "Oh come on guys. Kalian tak perlu mempraktekannya di depanku" protes Damian dengan wajah merekah merah seperti kepiting rebus. Aku dan Eric tertawa puas melihat Damian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Little Brother
عاطفيةSam, seorang pemuda tampan, pengertian dan sabar. Salah satu tipe orang yang sensitif pada janji, dia akan benar-benar marah saat ada orang yang mengabaikan janjinya. Eric, seorang eksekutif muda nan rupawan, dengan banyak kesibukan. Ia memiliki ban...