{27}

5.3K 377 74
                                    

Damian POV

Amsterdam, 9 pagi.

Aku dan Alisha turun dari pesawat yang sejak 15 jam lalu kami gunakan dari Jakarta. Seperti pada bandara internasional lainnya, kami harus sedikit berputar untuk menuju portal imigrasi. Setelah selesai dengan urusan pemeriksaan passport dan visa, akhirnya kami bisa sedikit bernafas dengan lega.

Kami melanjutkan berjalan menuju ruang tunggu. Tanpa banyak bicara, aku menggandeng Alisha dan mencarikan tempat duduk untuknya. Di usia kehamilan yang menginjak bulan kedelapan, membuat Alisha tak bisa berdiri terlalu lama. Untung saja ruang tunggu bandara ini cukup luas, banyak kursi tersedia untuk kami berdua.

Aku menghela nafas panjangku. Pandanganku sedikit kabur karena kelelahan. Bukan hanya fisikku yang lelah tapi juga pikiranku. Aku kembali mengusap wajahku kasar. Jambangku mulai tumbuh lebat karena beberapa hari ini aku tak pernah memperhatikan penampilanku.

"Ian, apa kau baik-baik saja?" tanya Alisha pelan sambil mengusap lembut bahuku.

"Jangan khawatirkan diriku, Al. Aku tak apa" jawabku singkat. Pikiranku kembali ke dua hari yang lalu.

~~~~~~~

"Hallo, Van. Ada apa?" sapa Alisha setelah dia mengangkat telpon dari Ovan. Aku memberi tanda agar Alisha mengubah telpon itu menjadi mode loud speaker.

"Al..." panggil seorang lelaki yang tak pernah ku dengar sebelumnya. Sesaat kemudian Alisha mulai terisak. Ya, Alisha menangis dan aku masih tak mengerti apa penyebabnya.

"Vian?" ucapnya memastikan.

"Iya ini aku, Vian. Aku sudah mencarimu selama 8 bulan ini".

Deeggghhh... Mendengar kenyataan yang diucapkan lelaki itu membuat hati terusik, namun aku masih mencoba untuk bersabar.

"Untuk apa kau mencariku? Bukankah kau membenciku dan memilih meninggalkanku waktu itu?" pekik Alisha.

"Maafkan aku yang meninggalkanmu waktu itu. Aku hanya butuh waktu mencerna semua yang telah kita lakukan malam itu". Terdengar desahan nafas dari ujung telpon sana. "Dan saat aku sadar bahwa aku juga mencintaimu, kau telah pergi tanpa kabar apapun" sambung lelaki yang dipanggil Vian itu.

Deeeggghhh... Aku tersadar dari lamunanku, Vian - Octavian, kakak Ovan, lelaki yang seharusnya menjadi Ayah dari bayi Alisha. Apa? Vian ternyata juga mencintai Alisha.

Terdengar isakan yang semakin menjadi, isakan itu tak bisa diartikan lagi dari Alisha.

"Aku menghubungimu selama seminggu penuh sebelum aku pulang ke Indonesia. Ku pikir kau telah mengganti nomor ponselmu. Dan saat itu juga ku putuskan untuk melupakan semuanya" kata Alisha setelah berhasil mengontrol emosinya.

"Al, apa kau masih mencintaiku?" tanya Vian.

"Ya, aku masih mencintaimu, sangat" jawab Alisha dengan mantap.

Dan disini hatiku mulai terasa sangat sakit. Wanita yang kini telah bisa ku cintai ternyata masih sangat mencintai lelaki itu. "Jadi, sebenarnya yang berjuang selama ini hanya diriku sendiri?" batinku saat itu.

"Apa kita bisa bersatu kembali?" tanya Vian.

"Tapi..." ucap Alisha tertahan.

Deeeggghhh...

Lagi-lagi ku rasakan hantaman keras, pukulan yang menyakitkan dalam dadaku. Inilah yang aku takutkan selama ini. Aku takut kalau kenyataannya Vian mempunyai rasa cinta yang sama dengan Alisha.

My Beloved Little BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang