Sam POV
Pablo Alboran - El Beso (The Kiss)
Suara merdu Pablo Alboran dengan iringan alunan musik khas Spanyol membuat kakiku dan kaki Eric melangkah berirama. Tangan Eric bersarang dengan nyaman di pinggangku, begitupun kedua tanganku yang melingkar di tengkuknya.
Kening dan hidung kami menempel tanpa jarak. Hanya nafas hangat yang saling menyapu bibir kami bergantian. Eric semakin menempelkan tubuhku pada tubuhnya. Aku menatap mata hijau cerahnya dan getaran aneh mulai menyebar ke seluruh tubuhku. Darahku mengalir lebih cepat karena jantungku memompanya dengan kecepatan tak beraturan.
"Apa kau bahagia bersamaku?" lirih Eric. Aku tersenyum tipis dan sedikit mengangguk. "Aku juga bahagia bersamamu, Sam" katanya sambil berusaha mengangkat sedikit tubuhku agar tinggi kita sejajar.
Ku pindahkan tanganku dari tenguk menuju dada bidangnya. "Apa kau nyaman dengan posisi ini?" tanya Eric. "Ya, aku sangat nyaman jika berada di dekatmu. 20 tahun bukanlah waktu yang singkat Eric". Eric hanya mengangguk dan senyuman menawan miliknya kini menghiasi bibir dengan jambang tipis miliknya.
Eric merebahkan tubuhku di ranjang yang empuk. Tubuhnya terbaring di sampingku. Posisinya miring menghadapku, membuatnya terlihat sangat jantan karena otot lengannya menggelembung padat untuk menopang kepalanya.
"Kau sangat tampan, Sam" kata Eric sambil menyapukan jari-jari tangannya pada setiap lekuk wajahku yang kini berubah merah tanda akan segera meledak. "Terima kasih Eric. Kau juga sangat tampan, Sayang" gumamku tak begitu jelas. Eric sedikit kaget tapi dia tetap tersenyum.
"Apa kau cinta dan sayang padaku, Sam?" tanyanya. "Iya Eric. Aku sangat cinta dan sayang padamu" jawabku. "Kalau begitu kita punya rasa yang sama, Sayang". Deeeggghhh, hatiku mulai menghangat. Aku mencium pipi Eric dan dia hanya diam tanpa perlawanan.
"Eric..." lirihku. "Iya Sam". "Skor kita sama ya. 2-2" sahutku.
Raut muka Eric seketika berubah menjadi ekspresi orang kebingungan. "Apa maksudmu, Sam?". Aku mulai berpikir, "Kenapa Eric begitu cepat melupakan permainan yang dia buat kemarin malam?".
"Sam..." tok tok tok. Suara Eric dan ketokan pintu kamar berhasil membawaku keluar dari dunia mimpi yang damai.
"Astaga, ternyata aku hanya bermimpi. Sial, ciuman di pipi itu. Oh My God, skor permainan ini masih sama, 1-2. Aku masih saja kalah" umpatku seraya berjalan ke arah pintu.
"Ayo kita jalan-jalan, Sam" kata Eric saat pintu kamarku telah terbuka. "Kemana?" sahutku sambil menutup mulutku yang menguap dengan lebar. "Ya ampun kau ini pemuda yang malas Sam. Ini sudah jam berapa?" katanya sambil menunjuk-nunjuk arloji yang melingkar di tangan kirinya.
Aku hanya tersenyum malu saat ku lihat arloji itu sudah menunjukkan jarum kecilnya di angka 10. "Hehehe, ku rasa kamarku terlalu nyaman Eric, Jadi wajar saja kalau aku baru bangun" kataku membela diri.
"Dasar pemalas.Ku tunggu kau di meja makan. Mandilah dengan cepat dan harus wangi" perintah Eric. "Baik Tuan" sahutku sambil mendengus kesal.
Tiba-tiba Eric melancarkan serangannya. Namun dengan sigap, aku langsung menundukkan tubuhku.
Bbbrrraaakkk...
"Sandya Samana Dewantara, kenapa kau menghindariku?" teriak Eric dengan geramnya. Aku hanya tertawa melihatnya menabrak pintu kamarku dengan keras.
"Kali ini kau tak akan mudah untuk menciumku, Eric" cibirku dengan wajah mengejek. "Aaarrrggghhh. Kau sangat menyebalkan, Sam" protesnya. "Eh, harusnya aku yang bilang begitu Eric. Hahaha" godaku seraya berlari kecil menuju kamar mandi sebelum Eric mengejarku.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Little Brother
RomanceSam, seorang pemuda tampan, pengertian dan sabar. Salah satu tipe orang yang sensitif pada janji, dia akan benar-benar marah saat ada orang yang mengabaikan janjinya. Eric, seorang eksekutif muda nan rupawan, dengan banyak kesibukan. Ia memiliki ban...