"Biu! Panggil Ambulance!"
Alex menarik tubuh Biu menjauh, dia langsung mengeluarkan tubuh Blue dari dalam bathtub dan menaruhnya di lantai, bersandar pada tembok. Dia mengambil dua handuk, satu untuk menyelimuti tubuh basahnya, satu untuk menutup luka di pergelangan tangan Blue. Tubuh Alex menegang saat sebelah tangan Blue menyentuh lengannya. Mata mereka saling bertatapan sejenak, Alex sadar arti tatapan itu.
"Biu," panggil Alex.
"Ambulance akan datang secepatnya," ucap Biu sambil menyimpan ponselnya kembali di dalam kantong celananya.
"Biu!" panggil Alex agak keras. Pemuda itu lalu ikut duduk bersimpuh di samping Alex. Dia terlihat panik melihat darah yang masih keluar dari tangan Blue. Alex agak menyingkir agar Biu bisa lebih dekat pada Blue.
"Kenapa, Blue?" tanya Biu sambil menangis.
"Dingin, Bii. Bisakah kau memelukku sebentar?"
Biu langsung memeluk tubuh basah itu, sambil menangis tersedu-sedu, dia mengusap-usap punggung Blue berusaha mengurangi rasa dinginnya.
"Pelukanmu memang selalu paling hangat," ucapnya pelan.
"Berhentilah bicara, Blue. Kamu belum boleh mati," isaknya.
"Maaf."
Isakan Biu sempat berhenti saat mendengar kata itu. Ia lalu melepaskan pelukannya, ditatapnya iris zamrud milik Blue yang kini mulai terlihat redup itu.
"Apa yang Mara lakukan itu sangat bodoh, dan kamu mau melakukannya juga. Apa yang ada di otakmu, hah?!"
"Aku sudah sangat jahat padanya, aku menghancurkan hidupnya."
"Sudahlah, jangan banyak bicara dulu. Ambulance akan segera datang sebentar lagi."
Tangan Blue terangkat lemah, Biu lalu menunduk agar tangan itu bisa menyentuh pipi lembutnya.
"Aku mencintaimu, Biu."
Biu tersenyum tipis, senyum yang menurut Blue adalah senyuman termanis. Alex bergidik ngeri melihat darah yang masih merembes keluar dari tangan Blue. Padahal Biu sudah menekan luka itu pakai handuk tebal.
"Blue, aku memaafkanmu. Untuk semua yang terjadi, aku memaafkanmu." Biu tidak tau apa yang ada di pikirannya, tapi menurutnya, dia harus melakukan itu sekarang. Dan tepat setelah Biu bicara seperti itu, Blue tersenyum untuk terakhir kalinya. Pria itu nampak menarik napas panjang, lalu menghelanya perlahan. Ia menarik napas panjang lagi lalu menghelanya perlahan, hingga pada tarikan napas ketiga, pria tampan itu tidak menghelanya lagi. Hening, baik Alex maupun Biu masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Alex meraih pergelangan tangan Blue, tidak ada denyut nadi disitu. Alex menggeleng pelan saat Biu menatapnya lekat. Alex sudah bersiap kalau saja Biu menangis histeris, tapi tidak, pria itu justru duduk nyaman di samping Blue, menyandarkan kepalanya di dada basah pria yang sudah tidak bernyawa itu.
"Biu," lirih Alex, jujur saja dia merasa takut melihat Biu seperti itu.
"Dulu, aku suka sekali berbaring di dadanya seperti ini. Apalagi saat aku sedang susah tidur. Blue akan menemaniku semalaman sampai aku tidur pulas. Rasanya sangat nyaman sekali, tapi sekarang dada ini terasa hening, tidak ada yang berdetak lagi di dalam sana."
"Biu, kita tunggu di luar naa, sebentar lagi ambulance akan datang." Alex mencoba menarik lengan Biu namun pemuda itu enggan melepaskan tubuh mantan kekasihnya.
"Kamu ingat, Blue? Dulu kamu selalu menidurkanku di dadamu kalau aku tidak bisa tidur. Kamu bilang, karena suaramu jelek, detak jantungmu lah yang akan jadi lullaby untukku. Tapi sekarang jantung ini sudah tidak berdetak lagi," ucap Biu lirih. Tangannya menyentuh dada kiri Blue, hening, tidak ada detak kehidupan lagi di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lecturer (END)
FanfictionBible Wichapas Aku jatuh cinta pada dosenku sendiri. Bagaimana bisa ada laki-laki yang tampan dan cantik di saat bersamaan seperti dia? Segala cara akan kulakukan untuk mendapatkannya. Meskipun aku tau dia hanya menganggapku sebagai anak kecil yan...