9. Sakit

393 61 2
                                    

"Blue, foto siapa ini?"

"Ng? Mara. Dia teman sekelasku."

"Ha? Teman sekelas seperti apa yang menaruh fotonya di dalam dompet?"

"Oh, ayolah honey. Apa kau tidak lelah bersikap cemburuan seperti itu?"

"Bukankah memang wajar kalau aku cemburu pada orang yang jelas-jelas statusnya adalah kekasihku? Bahkan kamu tidak pernah menyimpan fotoku di dalam dompetmu. AKH!!" Biu menjerit di akhir ucapannya ketika tangan besar Blue mencengkram rahangnya.

"Kamu terlalu banyak bicara, honey. Kau tau sendiri kan kalau aku tidak suka dengan orang yang banyak bicara," ucap Blue dengan suara beratnya.

"Ukkhhh ... Lepas."

Biu berusaha melepaskan cengkraman Blue di rahangnya sampai tiba-tiba dia merasakan sebelah tangan Blue yang lain mulai merambat masuk ke dalam kaosnya.

"A, aku tidak suka kau melakukannya dengan kekerasan."

"Oh, ayolah. Kau tau sendiri kalau ini adalah kenikmatan dan kepuasanku, sayang."

Kedua netra Biu menutup rapat ketika kilasan-kilasan masa lalu yang mengerikan itu menyenggol kotak memorinya.

"Apa yang sudah dia lakukan padamu sampai membuatmu trauma seperti ini? Dia kan yang membuatmu menolakku?"

Biu menatap Bible nanar.

"Cinta itu omong kosong, Bai. Seks adalah segalanya. Cukup dengan seks kita bisa terus bersama kan."

"Oh, ya? Tapi aku tidak hanya menginginkan tubuhmu, Bii. Aku menginginkanmu seutuhnya, tubuhmu dan juga hatimu."

"Hentikan omong kosong ini, Bai."

Biu hendak beranjak berdiri namun Bible menahan bahunya.

"Lepas."

"Beri aku waktu, Bii. Kasih aku kesempatan untuk membuktikan kalau cinta itu ada."

Biu tersenyum bias, baginya cinta hanyalah omong kosong. Dia bicara seperti itu bukan tanpa alasan, dulu pun dia sebodoh itu untuk percaya pada cinta. Sampai pada akhirnya, kepercayaan itulah yang menghancurkannya. Benar-benar menghancurkan sampai ke titik terendah. 

*** 

Sejak hari itu, Biu benar-benar menghindar dari Bible. Selesai mengajar, dia akan langsung pergi dari universitas, Biu juga jarang sekali pulang ke apartemennya, dia lebih sering menginap di hotel bersama Alex. Dari antara semua sex buddy yang dia miliki, hanya Alex yang memiliki kebebasan penuh untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya. Biu lebih nyaman saat bersama Alex karena pria itu tidak pernah merecoki kehidupan pribadi Biu. Bagi Alex, mereka menghabiskan waktu bersama, menyukai hal yang sama, dan membahas hal-hal yang menyenangkan saja itu sudah cukup. Alex tidak terlalu peduli pada kehidupan pribadi Biu tapi selalu menjadi orang yang pertama kali maju saat Biu butuh bantuan. 

"Hey, kamu membangunkanku di jam sebelas siang hanya untuk membawaku ke pantai? Demi Tuhan, Bii. Kau tau sendiri kalau jam tidurku itu sangat berharga." 

"Jangan mengeluh terus Alex, kau itu sudah tua, harus banyak bergerak." 

"Anu, tuan Jakapan, kita ini hanya selisih dua tahun ya kalau kau lupa."

"Sudahhh. Ayo cepat turun." 

Biu tertawa puas saat dia berhasil memaksa Alex keluar dari mobil. Hawa dingin langsung menusuk kulit lembut Biu yang saat itu hanya memakai kemeja putih tipis. 

"Bii, jangan lari-lari." 

"Ahahaha ayo cepaaat!" Biu menarikan kaki telanjangnya di atas pasir putih yang lembut itu. Wajah manisnya cerah seketika, rasanya semua gelisah dalam hatinya langsung menguap. Sebenarnya Biu sudah ingin ke pantai sejak dua hari yang lalu. Tapi Alex selalu punya alasan untuk menunda kepergian mereka. Sampai hari ini akhirnya dengan sedikit mengancam akan pergi sendiri, Biu berhasil memaksa  Alex untuk pergi bersamanya. Beberapa hari ini Biu lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Alex. Tidak hanya dengan Bible, Biu pun menghindar dari Apo dan Mile. Biu hanya ingin menikmati waktunya tanpa harus membahas hal-hal yang membuatnya teringat masa lalu. Sudah hal biasa, kalau suasana hatinya sedang tidak baik, Biu akan menghilang dan menjauhi segala hal yang membuat hatinya tidak nyaman. 

My Lovely Lecturer (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang