47. Wedding Day

367 41 8
                                    

Bible tersenyum menatap pantulan dirinya di depan cermin. Balutan kemeja berwarna putih tulang berbahan satin, dibalut dengan jas warna senada, membuat kulit putihnya terlihat semakin bersinar. 

"Tampan sekali anak ayah." 

Senyum Bible semakin lebar melihat kedatangan sang ayah. 

"Ayah juga tampan sekali," ucap Bible sumringah. Untuk usia yang sudah tidak muda lagi, ayahnya itu masih terlihat sangat tampan. Bahkan tidak ada kerutan sedikitpun di wajahnya. Bible tersenyum tipis saat sang ayah merapikan surai hitam miliknya, sapuan hangat Kan membuat Bible sangat nyaman. Dalam hati dia sangat bersyukur melihat bagaimana Kan sangat mencintainya saat ini. Bahkan tiada hari tanpa cinta dari sang ayah yang membuat hati Bible benar-benar bahagia. 

"Kenapa menangis, hm?" Pertanyaan dari Kan membuat Bible refleks membuka matanya, dan benar saja, buliran bening berhasil lolos dari kedua pelupuk matanya. 

"Ayah, aku sangat mencintai ayah. Setelah ini, ayah harus bahagia dengan bibi Nam. Kalian harus segera menikah. Jangan menunda lebih lama lagi. Ah, tapi aku belum siap punya adik. Bisakah kalian menundanya dulu untuk yang satu itu?" 

Wajah Bible memanas saat mendengar Kan tergelak. 

"Ayahhhh," rengek Bible. Ditertawakan seperti itu tentu saja membuatnya agak malu. 

"Nam mandul, boy. Kami tidak akan bisa punya anak seberapa besar pun kami menginginkannya." 

Bible terdiam dan menatap Kan lekat saat mendengar perkataan ayahnya barusan. Itu berarti, mereka tidak akan bisa punya anak. 

"Hey, it's ok. Dari awal ayah sudah tau tentang keadaan Nam. Itu pilihan ayah, nak. Kami menikah karena kami saling mencintai, bukan karena ingin punya anak. Ayah sudah cukup punya kamu dalam hidup ayah, ayah sudah tidak butuh anak yang lain lagi," ucap Kan sambil membingkai wajah tampan Bible dengan kedua tangan besarnya. 

"Bo, bolehkah aku memelukmu, ayah?" tanya Bible pelan. Bahkan dia bisa merasakan wajahnya yang memerah sekarang. Bible sadar kalau dia sudah dewasa, bahkan dia sebentar lagi akan jadi suami orang, tapi dia tetaplah seorang anak laki-laki yang selalu membutuhkan pelukan dari ayahnya. 

"Kamu bisa memeluk ayah sebanyak yang kamu mau.

.
.
.

"AAAAAA aku tidak mau pakai make up, phiiii! Aku ini laki-laki!!!" 

"Hey! Build Jakapan Puttha! Make up itu art, bukan hanya untuk perempuan, semua gender bisa memakainya." 

"Tapi Phi membawa alat make up sebanyak itu, aku tau Phi mau mendadaniku seperti pengantin perempuan kan. Sudahlah, aku tau jalan pikiran phi." 

"Hahahahahaha kau sangat menggemaskan." 

"Ada apa ini? Aku bisa mendengar suara tawa p'Alice dari luar," ucap Bible. Padahal tadi dia tidak ingin menemui calon pengantinnya itu, karena ia ingin mereka bertemu nanti di altar. Tapi jujur saja, kegaduhan yang terjadi di kamar mereka membuat Bible akhirnya tergelitik juga untuk masuk dan menengok keadaan mereka. Benar saja, saat Bible masuk, ruangan itu benar-benar berantakan. Alat make up yang tercecer di meja dan ada beberapa di lantai, Biu yang sedang berdiri di atas sofa dengan Alice yang sedang berdiri di hadapan Biu entah untuk apa. 

"Baiii! Aku tidak mau dandan," rengek Biu dengan wajah hampir menangisnya. 

"Bible! Jangan tertipu wajah manisnya. Kamu percaya kan kalau aku akan menyulap anak nakal ini menjadi pengantin yang paling cantik sedunia." 

"Tuh kan, aku ini laki-laki, Phi! Kenapa phi malah ingin membuatku jadi cantik!" 

Bible menarik napas panjang lalu menghelanya perlahan. Mendengarkan perdebatan kakak beradik ini sungguh membuatnya lelah. 

My Lovely Lecturer (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang