"Hari ini Solar mau apa?"
Solar melirik ke arah pintu kamar dan mendapati kembarannya dengan cengiran lebar menanti jawaban.
"Mau bersantai. Memang Kak Duri ingin aku melakukan apa?"
Ditanya balik oleh sang bungsu sepertinya tidak pernah tersirat sebagai bentuk jawaban dalam pikiran Duri. Senyumnya hilang dengan cepat, digantikan dahi yang berkerut. "Tidak ada, sih."
Dan kehadiran Duri seolah ikut berhenti—dia pergi begitu saja. Solar menghela napas.
Memangnya apa yang akan dilakukan olehnya saat hari libur? Bergadang suntuk mengerjakan tugas? Aduh, Solar anti banget. Cukup baginya hari-hari mengerjakan tugas. Saat libur ia serius ingin libur juga dari mengerjakan tugas-tugasnya.
Meskipun dia tahu, dia ini sungguh jenius.
"Solar," sebuah panggilan berhasil menarik kembali kesadaran Solar yang melanglang buana barusan. Ia mendapati kakak sulungnya tengah melongokkan kepalanya.
Tumben sekali makhluk satu ini mau repot-repot mengunjungi kamarnya yang di ujung lorong.
"Hari ini kamu mau apa?"
Solar mengernyit tajam. Mata silvernya menatap si sulung dengan tatapan, 'serius kau tanya itu?'.
Tapi, melihat si sulung tidak memberikan respon tambahan, sepertinya serius.
"Mau istirahat, tentu saja?"
Dan seketika itu juga bak kilat, eksistensi Halilintar ikut menghilang yang membuat dahi Solar semakin mengernyit.
Serius Halilintar jauh-jauh datang ke kamarnya cuma untuk bertanya begitu?
Agak aneh. Apalagi kalau ingat selama ini Halilintar nyaris tidak pernah menginjakkan kaki di kamarnya kecuali dia sedang sakit dan kakak-kakak yang lain sedang sibuk.
"Demam kali dia." Solar menggelengkan kepala bingung dan takjub berbarengan.
Kali ini ia memutuskan untuk turun ke bawah dan membuat minuman apapun yang penting segar. Udara panas akhir-akhir ini semakin menjadi dan cuma bikin semakin haus saja. Berdiam diri di kamar tanpa kesegaran campuran air berasa dan es batu tentulah tidak nikmat.
"Solar mau apa hari ini?"
Langkah kaki si bungsu berhenti dadakan. Ia menengok ke arah kamar kakaknya yang nomor lima lalu mendapati dua kakaknya yang gemar bertengkar itu tengah menatapnya penasaran.
Jelas sekali barusan keduanya menanyakan pertanyaan tersebut padanya secara kompak.
"Mau istirahat, tentu saja?" dengan alis yang tertekuk Solar berusaha menjawab baik-baik pertanyaan sama yang sudah ia dengar lebih dari dua kali hari ini. Salah nada ia menjawab, bisa habis dia diserang gelitikan dua kakaknya yang sadis itu. "Ini aku mau turun bikin minuman, sih. Kakak sekalian mau titip?"
Mendapat jawaban gelengan dari keduanya, Solar justru makin bingung.
Lalu buat apa mereka bertanya begitu?
Ia kembali melangkahkan kakinya melanjutkan perjalanan menuju dapur yang tertunda.
Total sudah empat kakaknya menanyai pertanyaan yang sama. Berarti sudah empat kali pula ia mendengar dan menjawab pertanyaan tersebut.
Ini dia yang aneh atau kakak-kakaknya yang tengah berbuat aneh?
Solar mendengus, "kalau sampai kak Taufan juga—"
"Haloooo Solar, mau apa nih hari ini?"
Rasanya, Solar ingin menjerit saja. Ini pertanyaan kelima sudah datang dari Taufan. Satu kali lagi sudah genap semua kakaknya menanyakan hal serupa.
"Istirahat."
Taufan hanya menatap bingung, melihat si bungsu menjawab pertanyaannya dengan ketus lalu melengos begitu saja.
Tumben sekali adiknya yang paling berdedikasi terhadap kesempurnaan tiba-tiba menunjukkan perangai minta dijewer Halilintar begitu.
Taufan menggelengkan kepala. Adik bungsunya itu pasti salah minum obat.
"Solar—"
"Aku hari ini mau istirahat, Kak Gempa,"
Kali ini Gempa ikutan mengernyit. Ia meminta penjelasan pada Taufan yang sedang meletakkan belanja dan hanya mendapatkan angkat bahu dari sang kakak.
"Sudah enam kali, kak," Solar memijit keningnya. Ingin rasanya duduk lalu merengek-rengek kesal. Ia seperti sedang dijahili keenam kakaknya. "Kalian semua menanyakan hal yang sama padaku. Aku loh capek sekali menjawabnya. Kalian sedang iseng, ya?"
"Eh, tanya apa, Solar?" Gempa semakin bingung. Apalagi Solar tampak betulan jengkel kali ini. Berarti bungsunya ini tidak sedang bercanda.
"Silir, hiri ini mii ipi?"
Taufan dengan luwes menoyor pelan kepala adiknya sembari tertawa keras.
"Kalian berenam lohh menanyakan hal yang sama persis. Janjian, kan? Aku tidak sedang ulang tahun, ya!"
Kali ini Gempa ikutan tertawa. Ia bisa memahami kenapa adiknya kesal, tapi juga tidak bisa menahan tawanya karena ekspresi kesal adiknya sangat menghibur.
Jarang sekali Solar yang elegan ini mau repot-repot memasang wajah jelek untuk mengutarakan kekesalannya. Tapi kali ini ia bahkan mencibir dan mengeluarkan kata-kata aneh saking kesalnya. Padahal yang diejek adalah kakaknya sendiri.
"Tadi kakak mau tanya, Solar mau makan es krimnya sekarang? Kebetulan kakak dan Kak Taufan beli es krim kesukaan Solar," jelas Gempa setelah tawanya berhenti. Ia mengacak-acak plastik belanjaan untuk menemukan sebungkus es krim rasa vanilla kesukaan si bungsu. "Mau dimakan sekarang?"
"IH, MAU!"
Solar menyambar es krim yang disodorkan sang kakak dan segera memakannya setelah memastikan bungkusnya terlepas sempurna.
"Makanya, jangan marah-marah dulu dong adekkk," Taufan menarik pelan pipi Solar. Gemas sekali rasanya. Aslinya mau gigit saja pipinya. Tapi, pasti si jenius itu akan semakin ngomel-ngomel.
"Lagipula, yang lain hanya khawatir. Kamu selama ini paling bekerja keras sampai sering bergadang. Kakak ini takut sekali loh kamu jadi tidak bisa menikmati libur karena terbiasa tidak longgar pada diri sendiri." Gempa mengusak pelan rambut adiknya. Jujur, ia khawatir ketika Halilintar melapor kalau Solar tadi malam juga bergadang. Padahal hari ini adalah hari libur.
Adiknya itu bisa saja jatuh sakit dan semakin tidak bisa menikmati hari libur yang makin hari makin langka ini.
"Maaf,"
Gempa tersenyum maklum, "iya iya, dimaafkan. Selesai makan es krim, istirahat ya. Berhenti dulu belajarnya atau penelitiannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rupa Tujuh Semesta
FanfictionKarena hari-hari Solar yang normal tidak pernah terlihat biasa saja akibat ulah ajaib kakaknya yang berjumlah enam biji Dan tentu saja, polah ajaib dirinya sendiri