• Canggung

565 92 6
                                    

Tidak tahu kapan mulainya atau bagaimana awal mulanya, tapi sejauh yang Supra ingat, sekarang ada dinding tinggi yang jadi penyekat antara kakak-kakaknya dan tiga adiknya. Masing-masing tidak mau mengalah. Para kakak merasa adik-adiknya terlalu rebel dan tidak mau menurut, para adik merasa kakak-kakaknya berisik sekali serta otoriter.

Dan karena hal itu pula, apabila ada salah satu dari dua kubu terjebak bersama dalam satu ruangan atau momen, biasanya mereka akan canggung luar biasa, dan berakhir menjadikan Supra perantara berbicara mereka.

Ini menyebalkan dan merepotkan sekali.

Sekali dua kali Supra tidak masalah. Kalau cuma dimintai tolong untuk melobi keputusan para kakak, Supra masih senang hati, toh, dia juga akan merasakan enaknya kalau nanti kakak-kakaknya mempertimbangkan ulang keputusan mereka. Tapi kalau sampai masalah ngobrol saja harus pakai Supra jadi perantara, Supra nggak mau dong!

Enak saja. Mereka pikir Supra apaan? Kantor pos?

Maka, hari ini pun Supra membulatkan tekad untuk tetap pergi, meskipun Sopan memohon-mohon kepadanya sampai bergelantungan memberati kakinya.

"Mas, tolonglah," Sopan mengedipkan matanya memelas, berharap minimal Supra mau memikirkan ulang keputusannya yang dirasa kejam ini. "Mas Supra tega kah tinggalin Sopan sendirian di rumah? Nanti Sopan makan apa?"

"Sopan," Supra mendelik kesal dari balik kacamatanya yang bolak-balik miring karena tubuhnya diguncang Sopan dari kaki. "Kamu di rumah tuh tidak sendirian. Ada mas Frost. Dia malah lebih bisa masak daripada Mas. Kamu jangan lebay gitu, deh."

Sayang, guncangan Sopan malah makin brutal. Anak itu makin erat pula pegangannya pada kaki Supra.

Sengaja sekali memancing emosi si anak nomor tiga sebelum pergi.

Tapi masa bodoh. Supra sudah final akan pergi ya tetap akan pergi. Mata memelas Sopan tidak akan mempan saat ini.

Adiós, Sopan. Selamat menikmati dua hari bersama Frostfire saja di rumah!

Sopan melongo menatap pintu rumah yang tertutup, menelan penuh sosok Supra. Dia betulan seorang diri di rumah sekarang—Frostfire sedang sibuk mencuci baju.

Kalau sudah begini, Sopan cuma bisa pasrah. Mau apa lagi dia? Lebih baik lanjut mengerjakan rutinitas harian Minggunya lalu tidur siang setelah memastikan semua beres, dengan begitu ia tidak perlu harus bersinggungan lama dengan kakak sulungnya.

Si bungsu satu itu segera meraih sapu dan mulai menyapu sisi-sisi rumah. Khusyuk sekali dia melakukan kegiatan sapu-menyapu itu. Dalam hati tentu berkali-kali sambil merapal, "semoga mas Frost nggak perlu ke ruang tengah, jadi aku nggak usah bertemu lama-lama sama mas Frost,"—

—yang sayang sekali, tidak direstui oleh semesta yang bekerja.

Frostfire muncul dengan laptopnya ketika Sopan baru saja mulai menyapu bagian ruang tengah. Sepertinya, si sulung hendak mengerjakan tugasnya di ruang tengah. Memang kebiasaannya dan semua saudaranya tahu itu, karena nanti ia akan mengerjakan tugas sambil menyetel televisi. Yang tidak jadi kebiasaannya adalah KENAPA DI HARI MINGGU FROSTFIRE MENGERJAKAN TUGAS?!

Setahu Sopan, meskipun kakaknya orang yang cukup rajin, ia bukan tipe yang akan mengerjakan tugas di hari libur kecuali memang tugas tersebut datang dan pengumpulannya dadakan.

Apa tugas kali ini termasuk tugas yang dadakan itu?

Entahlah. Apapun itu, Sopan jadi sedikit memaki dalam hati. Kenapa juga datangnya sang kakak pas sekali ketika ia baru mulai membersihkan ruang tengah. Kalau begini kan, minimal banget ia akan menghabiskan kurang lebih lima menit bersama si sulung. Masa mau diam-diaman begitu saja? Canggung sekali, aduh.

"Sopan kenapa kok diam mematung begitu?" Frostfire menatap khawatir pada si bungsu yang memang tidak bergerak sedikitpun sejak ia datang. "Ada kecoak? Butuh Mas pukul? Atau Sopan butuh Mas bantu?"

Sopan menggeleng patah-patah. Gila. Dia nggak pernah merasakan secanggung ini ternyata kalau cuma berdua dengan kakak sulungnya. Biasanya, masih ada Gentar atau Supra, jadi ada pencair suasana—walaupun dalam case ini Supra nggak bikin cair-cair amat, tapi bakal masih mending lah.

"Loh, trus kenapa kok diam saja kalau begitu?"

"Eee, Masnya rumahnya di sini juga?"

Frostfire melongo. Ia sama sekali tidak menduga pertanyaan tersebut meluncur mulus dari mulut adik bungsunya. Sopan sendiri langsung menutup mulutnya cepat. Hatinya berkali-kali merutuki diri sendiri. Canggung sih canggung, tapi jangan menanyakan hal bodoh begitu, dong.

"HAHAHAHA YA ALLAH SOPAN ADEKKUUU, KAMU CANGGUNG YA KALAU CUMA BERDUAAN SAJA SAMA MAS FROST?!"

Bagus.

Pasti hari ini bakal digoreng terus oleh si sulung jadi candaan harian mereka selama seminggu ke depan. Habis sudah. Supra pasti akan menertawakan dia sampai perutnya kaku.

Rupa Tujuh SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang