Halilintar itu mudah sekali tersangkut masalah. Seakan-akan eksistensinya sudah jadi medan magnet kuat pada segala jenis masalah. Menyandang gelar 'anak pertama' sama sekali tidak membantunya menghindari masalah-masalah yang mengekorinya.
Ia sendiri begitu clueless, kenapa mudah sekali terseret masalah ini dan itu. Ada saja yang menjeratnya setiap hari.
Gempa yang terbiasa mengurus saudara-saudaranya sampai menyerah. Sudah tidak kuat lagi menghadapi aura penarik masalah milik si sulung.
Tiap satu hari berlalu, ada saja masalah yang tercipta oleh Halilintar 'dengan' maupun 'bersama' adik-adiknya.
Bersama dua bungsu, Halilintar biasanya terlibat adu mulut tidak penting. Adik-adik bungsu mereka yang baru duduk di bangku sekolah dasar itu kemampuan menyusun katanya masih belum bagus, dan itu semakin menyulut api pertengkaran mereka. Biasanya, pertikaian ini berakhir ketika Duri sudah melayangkan pukulan pada Halilintar—Taufan akan buru-buru menyeret pergi si sulung sebelum ia balas memukul adik bungsu mereka. Halilintar memang suka kehilangan akal sehat kalau sudah dipukul.
Kalau bersama si kembar tengah, biasanya antara Halilintar baku hantam dengan salah satunya, atau mereka bertiga secara kompak merusak—kadang juga menghancurkan satu properti di rumah. Tangan mereka memang cukup buruk kalau sudah memegang sesuatu.
Dan kalau bersama Taufan—
"HALI, PANCINYA GOSONG!"
Si sulung melempar stick Play Station yang sejak tadi digenggamnya dan segera berlari menuju dapur, tidak peduli kakinya sempat menginjak celemek yang dipakainya sampai nyaris tersungkur.
Di dapur Taufan tampak mengibas panci dengan asap mengepul gosong. Seisi dapur bahkan sudah terlihat keabu-abuan. Andaikan keduanya lengah lebih lama lagi, bisa-bisa rumah mereka tertutup kemelut asap warna hitam.
Terima kasih pada Blaze yang menghampiri dan melaporkan bau gosong ini pada mereka.
"Aduh," si anak nomor dua dengan panik menggerojok panci hitam di tempat cuci piring, "nanti kalau Gempa tahu, habis kita berdua, Hali!"
"Pokoknya, kita bersihkan dulu sisa-sisa kacau ini, Fan," Halilintar menggosok tangannya yang tidak sengaja secara langsung memegang loyang kue panas. Ia lupa melapisi dua tangannya dengan lap untuk menahan suhu panas dari loyang tersebut. "Kalau sudah bersih, pasti Gempa tidak marah."
"Tapi, ini pancinya gosong, Hali!"
"Ya digosok saja, Fan. Kamu kayak nggak pernah lihat Gempa gosok wajan yang gosong saja!"
Maka, Halilintar dan Taufan segera mengerjakan apa saja yang bisa mereka lakukan demi membersihkan kekacauan di dapur. Tidak ada kata-kata yang terucap dan saling terlontar, fokus mereka benar-benar untuk menghilangkan jejak perbuatan mereka di dapur.
Bersih.
Dalam waktu kurang dari satu jam, dapur kembali bersih. Bolu kukus yang jadi arang juga sudah disingkirkan Halilintar ke tempat sampah di luar rumah. Panci yang gosong sudah mengkilap digosok sekuat tenaga oleh Taufan. Aman. Harusnya, aman.
Harusnya aman, kalau saja Duri dan Solar tidak berteriak-teriak berisik menghampiri Gempa dan Tok Aba yang baru pulang dari pasar lalu mengadukan semua hal yang telah dilenyapkan buktinya oleh dua kakak sulung mereka.
"Kak, tadi kak Taufan dan kak Hali bikin gosong dapur gara-gara mengukus bolu tapi ditinggal main Play Station!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rupa Tujuh Semesta
FanfictionKarena hari-hari Solar yang normal tidak pernah terlihat biasa saja akibat ulah ajaib kakaknya yang berjumlah enam biji Dan tentu saja, polah ajaib dirinya sendiri