• Dua Cangkir Teh Hangat

537 89 0
                                    

Daripada terlihat banyak pikiran, Frostfire jauh lebih sering terlihat seperti orang tanpa beban. Kemana-mana suaranya selalu menyapa ramah orang-orang yang berpapasan dengannya. Tangannya juga tidak lupa melambai ceria, sesekali juga bergerak mencubit ringan kalau ada anak tetangga yang memanggilnya heboh.

Pokoknya, Frostfire sangat 'hidup'.

Jadi, agak asing buat Glacier melihat sang kembaran kini cuma duduk diam bengong di tengah ruang keluarga. Apalagi ini sudah lewat tengah malam, dan besok mereka ada jadwal latihan basket bersama tim karena memang sudah semakin dekat dengan hari pertandingan.

"Nanti kamu digigit nyamuk," ujar Glacier sambil menyodorkan obat oles anti nyamuk dengan klaim, 'menjauhkan semua nyamuk dari kulit mulusmu'. Tahu betul dia, kalau Frostfire digigit nyamuk biasanya bentolnya tidak akan hilang dengan cepat, dan berujung dia akan uring-uringan.

"Kok belum tidur?"

Glacier diam sejenak. Kalau dia jujur bilang belum tidur, kembarannya ini pasti akan berkata panjang lebar dan tidak akan membiarkan dia duduk menemani di sini.

"Sedang bikin teh," si anak nomor dua tersenyum tipis. Percaya diri kalau si sulung tidak akan menanyainya macam-macam. "Kamu mau teh juga? Tadi sore kamu belum minum, kan?"

Dan betul, si sulung tidak berkata apapun mengenai alasan Glacier belum tidur. Ia cuma mengangguk mengiyakan perihal sang kembaran yang menawarinya teh hangat.

Maka sebagai kembaran baik hati dan pengertian, bolehlah buat Glacier malam ini menyajikan teh hangat yang biasanya adalah pekerjaan spesialisasi si anak nomor empat.

Mereka berdua kemudian sama-sama duduk dalam hening. Menikmati tiap sesapan teh hangat yang tampak masih mengepul itu. Membiarkan raga yang seharian ini tegang serta lelah, leleh dalam empuknya sofa ruang keluarga mereka.

"Jadi, kenapa kamu tumben-tumbenan diam saja? Ini sudah tengah malam, tapi kamu malah bengong di sini. Kalau kamu kesurupan, tolong ingat, adik-adikmu tidak ada yang bisa menangani."

Frostfire nyaris saja tersedak karena penuturan blak-blakan barusan dari sang kembaran. Untung dia punya kontrol terhadap tawanya cukup baik, sehingga tidak mendadak tertawa terbahak-bahak di tengah malam.

Si bungsu akan bersungut-sungut memperingati mereka kalau itu terjadi.

"Buku paketku jebol,"

Satu kalimat dan Glacier sukses menukikkan alisnya tajam—detik setelahnya ia berucap pelan, "ooh,"

Ini, aduh, gimana ya Glacier mau menyikapinya?

Glacier yang paling tahu, si sulung itu sangat berhati-hati pada semua barangnya. Barang-barang di rumah juga selalu ia perhatikan letaknya. Boro-boro pindah, bergeser sedikit saja dari letak semestinya, bakal dikejar Frostfire sang pelaku biar segera mengembalikan benda tersebut pada tempatnya—jujur, ini pernah terjadi pada Sori.

Jadi ya, Glacier bisa memahami kenapa Frostfire bisa segalau itu, cuma tetap saja rasanya aneh dan lucu di pikiran Glacier.

Frostfire beneran galau, loh. Ini sampai lewat tengah malam dan si sulung yang biasanya serba tepat waktu itu belum tidur!

Sudah lewat berapa jam dari jadwal semestinya ia tidur malam?

"Mas," dengan suara tenang, si anak nomor dua dalam hati merapal berkali-kali, semoga diberikan kekuatan agar bisa bicara dengan si sulung yang sedang galau super, "tolong jangan terlalu kepikiran. Besok coba kasihkan pada Gentar. Kemarin, aku sempat lihat dia habis betulkan buku paket Supra yang ambrol sampai jadi lembaran-lembaran kacau. Kayaknya, dia bakal bisa bantu."

Tanpa perlu basa-basi lebih lama lagi, mendung pada wajah Frostfire sirna dengan cepat. Glacier bahkan berani bersumpah, ia sempat melihat binar bak bocah tampak di mata si sulung.

"Yuk tidur, Glacier. Sudah malam loh ini. Kamu ngapain sih kok belum tidur?"

Barangkali Frostfire dapat mengerti maksud senyum manis pada wajah Glacier, aslinya sang adik sedang memakinya dalam hati yang berani-beraninya sempat membuat si anak nomor dua cukup khawatir tadi.

Rupa Tujuh SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang