Solar mules bukan kepalang. Masakan Taufan dan Duri malam ini berhasil menjatuhkan dua korban, dia dan Blaze—yang memang tidak tahan pedas. Niatnya, Taufan dan Duri bikin masakan yang tidak terlihat pedas tapi waktu dimakan pedas luar biasa.
Berhasil.
Berhasil bikin Solar dan Blaze jadi penunggu setia kamar mandi semalaman ini. Terhitung sudah lebih dari tiga kali Solar bolak-balik kamar mandi dan berpapasan dengan kakaknya yang satu ini. Wajah mereka sama-sama pucat dan capek. Capek perut melilit tapi kalau dituruti jongkok di wc tidak keluar apa-apa.
Duri sebagai pelaku yang bertanggungjawab rela tidak tidur sampai Solar bisa terlelap. Ia bahkan setia terjaga menepuk-nepuk Solar agar bisa cepat tertidur. Tapi, tidak bisa. Tiap kali Solar nyaris dibawa mimpi, perutnya bereaksi menggila dan membuatnya harus langsung berlari menuju kamar mandi yang mana saja.
"Duri tidur saja. Mata Duri sudah merah begitu," Solar menepuk pelan membangunkan sang kakak yang berusaha mati-matian terjaga padahal sudah berkali-kali didapatinya terlelap sambil duduk di ujung kasur Solar, "bantu doa saja semoga habis ini berhenti sebentar mulesnya. Solar sudah mulai ngantuk, soalnya. Capek kalau masih bolak-balik begini."
Usai memastikan Duri pindah ke tempat tidurnya sendiri, Solar buru-buru menuntaskan tuntutan perutnya yang menjadi-jadi.
Ia celingukan. Kamar mandi atas dekat kamarnya sepertinya ada yang pakai. Melihat kamar Blaze-Ice terbuka pintunya, kemungkinan yang di dalam adalah Blaze. Tapi, kalau kakaknya yang satu itu, biasanya ada suara heboh di dalam. Apalagi kalau sedang kena makanan pedas begini. Biasanya ada suara gerutuan kesal dari dalam sana, meskipun sudah larut malam. Jadi, kemungkinan yang sedang di dalam adalah Ice—dan tertidur.
Solar buru-buru menuruni tangga dan menuju kamar mandi bawah. Sebenarnya ada tiga kamar mandi di rumah. Satu lagi ada di kamar Tok Aba. Mana tega Solar membangunkan sang kakek cuma demi menumpang wc, meskipun sebenarnya Tok Aba sendiri sudah bilang tidak masalah sih kalau ada yang mau pakai tengah malam.
Tetap saja, Solar tidak tega.
Namun, sepertinya dewi fortuna sedang malas berpihak pada si bungsu malam ini. Kamar mandi yang bawah pun tampak menyala terang dan terdengar suara air mengalir dari kran, tanda seseorang sedang memakainya. Berarti yang pakai salah satu dari tiga kakak sulungnya.
Solar butuh pakai secepat mungkin. Kalau ia harus gedor-gedor malah bikin berisik dan semua orang bisa terganggu. Kalau ketuk pintunya pelan, kemungkinan besar yang di dalam kamar mandi tidak akan dengar karena tertutup suara gerojokan kran air.
Berarti tinggal satu cara.
Mematikan lampu.
Kalau responnya bertanya dengan tenang, itu Gempa. Kalau orangnya langsung keluar, itu Taufan. Tapi kalau orangnya marah-marah, maka itu si sulung Halilintar yang penakut.
Tidak buang waktu, Solar langsung memencet sakelar lampu kamar mandi tanpa ragu.
"BAJINGAN! INI MATI LAMPU ATAU ADA YANG MATIKAN?!"
Dia hidupkan lagi.
"Oh, mungkin listriknya ada gangguan. Biasa—"
Solar matikan lagi.
"BANGSAAATT, INI LISTRIK RUSAK ATAU ADA YANG USIL, SIH?!"
Solar hidupkan lagi.
CKLEK
"BEDEBAH, SIAPA YANG—" Halilintar yang melotot marah terdiam melihat Solar yang nyengir sambil memegangi perut mulasnya, "SOLAAAAAARRR!!"
Solar buru-buru masuk ke kamar mandi dan menguncinya. Tidak peduli meskipun di luar Halilintar memainkan sakelar kamar mandi dengan brutal sebagai bentuk balas dendam, Solar sudah persiapan bawa senter untuk dihidupkan kalau-kalau hal seperti ini terjadi.
Saat ini yang paling penting adalah Solar bisa berak dan menuntaskan rasa sakit perutnya dengan tenang.
Samar-samar ia bisa menangkap suara ramai di luar. Mungkin kakek dan saudara-saudaranya terbangun semua karena teriakan Halilintar beberapa kali tadi. Suara kakaknya yang satu itu kan bagai geledek, cocok sekali sama namanya, Halilintar.
Garang begitu, lampu kamar mandi dimainkan adiknya saja panik bukan main. Ckckckckck..
KAMU SEDANG MEMBACA
Rupa Tujuh Semesta
FanfictionKarena hari-hari Solar yang normal tidak pernah terlihat biasa saja akibat ulah ajaib kakaknya yang berjumlah enam biji Dan tentu saja, polah ajaib dirinya sendiri