• Ember Bolong

664 106 0
                                    

Hari sangat panas hari ini. Ice yang biasanya betah saja pakai selimut meski matahari terik di luar, hari ini menyerah. Dia kegerahan. Kemeja seragamnya bahkan sampai basah oleh keringat begitu ia menginjakkan kaki di rumah.

Pasrah dia, barangkali kaos biru gambar beruang kutub tidur yang ia kenakan sebagai dalaman, tampak oleh teman-teman sekolahnya karena kemeja putihnya jadi terawang.

"Di kamar mandi ada siapa, Sol?"

Si bungsu yang tengah terlentang di sofa sambil dikipasi bagai raja, terdiam sejenak. Ia tidak ingat siapa saja yang keluar masuk kamar mandi karena rasa panas ini membuatnya malas memperhatikan apapun selain, 'bagaimana ya agar tidak gerah begini?'.

"Harusnya tidak ada, sih. Terakhir ada kak Blaze dan Duri, habis itu Solar tidak yakin deh ada orang lain yang masuk."

Ice mengangguk meskipun tahu adiknya sudah kembali memejamkan mata menikmati hembusan kipas angin tombol nomor tiga. Ia melempar satu kantong susu dingin pada sang adik sebagai terima kasih karena sudah dijawab.

"WOAH, susu dingin!" Solar bangkit dari acara tidurnya, entah karena terkejut diserang dingin tiba-tiba atau karena ingin mencari eksistensi si pemberi, "terima kasih Kak Ice!"

Ice buru-buru masuk ke kamarnya untuk meletakkan semua barang bawaan yang sejak tadi ia panggul di bahunya. Buku-buku pelajaran anak sekolah menengah atas memang beda. Berat sekali.

Beres menghilangkan beban pada pundak, Ice memutar langkahnya. Kali ini ia langsung menuju kamar mandi. Bayangannya akan air segar yang akan mengguyur badannya membuat ia bersenandung pelan. Pasti enak sekali kalau setelah mandi nanti ia tiduran. Sudah badan segar, tidak lengket keringat, sprei kasurnya pun baru saja ia ganti. Kenikmatan tiada dua buat Ice.

Namun, Ice mendadak diam bingung. Baju sudah ia lepas semua dan ia pun sudah mengguyur diri di bawah kran. Harusnya, sekarang waktunya mengguyur pakai gayung.

"Ini ember dan gayung kemana?"

Matanya segera meneliti tiap ujung-ujung kamar mandi.

"Mati aku," desis Ice. Matanya melotot horor mendapati ember yang biasa digunakan untuk menampung air, telah pecah bolong begitu besar dan disingkirkan ke sudut kamar mandi.

Orang gila mana yang menjebolkan ember besar seumuran mereka itu?!

"SOLLL, SIAPA YANG PECAHKAN EMBER DAN BAWA PERGI GAYUNG?!"

Si bungsu yang baru saja masuk ke dalam alam mimpi bagai ditarik kembali oleh kesadarannya. Ia linglung. Bingung juga. Mana tahu dia kalau ember kamar mandi pecah dan gayungnya raib?

"Solaaar," dari pintu muncul Blaze dan Duri dengan senyum lebar sambil menggotong ember besar dari luar, sesekali ujungnya digebuk Duri dengan gayung riuh, "dapat juga kami ganti embernya! Benar katamu, bang Gopal koleksi banyak ember begini di belakang rumahnya. Mana bersih semua embernya. Bisa langsung pakai, nih."

Solar meneguk ludah kasar, tidak tahu harus menanggapi ucapan Blaze atau harus menenangkan Ice yang sudah keluar dari kamar mandi berbalut handuk dengan badan setengah basah dan rambut berbusa sampo—kakaknya satu ini jelas marah sekali karena rencana guyur-guyurnya gagal.

Selanjutnya adegan Blaze dipiting kesal oleh Ice pun tidak terelakkan. Sang kakak meronta-ronta minta ampun dan bahkan menyeret nama Solar sebagai 'dia tahu kok', tapi tentu tidak dipedulikan oleh Ice. Pokoknya, di mata Ice yang salah besar adalah kakaknya satu ini. Bukan Solar, apalagi Duri. Berani-beraninya dia menggagalkan rencana mendinginkan badan Ice, sudah gerah begini, ada saja ulah kakaknya yang ini. Sampai heran Ice, bagaimana bisa ember besar yang bertahun-tahun dipakai awet saja, giliran ditendang Blaze sekali langsung bolong dan tidak bisa dipakai.

"Kau kenapa sih segala harus menendang ember tua itu segala, hah?! Kupukul kepalamu pakai gayung mau kau?!"

"Ice, adikku, plisss aku minta maaf," Blaze meringis di bawah pitingan ketek basah Ice, "tadi ada kecoak, serius! Aku tendang saja biar cepat beres. Mana tahu aku kalau bakal bolong!"

Ice makin geram, "bodoohhhh! Kesal sekali aku padamu, Blaze!"

Solar dan Duri buru-buru menyingkir dari arena pertengkaran Blaze dan Ice. Lebih lama sedikit mereka di sana, bisa-bisa minimal mereka menerima satu kali jitakan di kepala—sebagai pelampiasan sisa marah Ice.

Rupa Tujuh SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang