"Mas—"
Langkah kaki Gentar dan Sopan terhenti mendadak di ambang pintu kamar sang kakak. Tepat di hadapan mereka, pemandangan yang paling tidak bisa mereka bayangkan tengah tersuguh.
Supra sedang tiduran di atas kasurnya sambil membaca sebuah buku, memunggungi arah pintu sehingga ia tidak tahu dua adiknya tengah berdiri di sana. Sesekali ia akan senyum-senyum kecil lalu memekik tertahan di bantalnya. Kakinya bergerak-gerak lucu tiap kali dia bergumam, "ya ampun, aku gemas sekali rasanya!"
Gentar menatap horor sang kakak, sedangkan Sopan sudah tidak bisa berkata apa-apa sampai senyumannya yang biasa terpampang pun luntur seketika.
Seram sekali melihat kakak mereka yang setelan awalnya adalah si jutek judes yang cool, sekarang sedang kegirangan bak gadis remaja kasmaran.
"Kalian butuh apa di kamar mas Supra dan Mas Sori?" Tanya Sori memecah keheningan. Ia sedari tadi asik saja memperhatikan reaksi adik-adiknya yang melihat hal paling janggal di dunia. Sori sih, sudah biasa melihat kakaknya yang satu itu berteriak-teriak kecil karena koleksi novel romantisnya yang seabrek. Tapi kasihan, adik-adiknya ini pasti trauma.
Supra bangun dari kegiatan sakralnya. Matanya melirik bolak-balik pada Sori dan dua adiknya yang masih mematung. Tangannya buru-buru mendorong novel yang ia baca ke bawah bantalnya. Harapannya sih agar dua adiknya tidak tahu. Sayangnya, dia yang tidak tahu kalau adiknya sudah tahu sejak awal. Memang harus diberitahu si kakak satu ini.
Berdiri dari kasurnya, Supra berdeham kecil kemudian berlalu keluar kamar, "kalian ada butuh dengan Sori, kan? Mas keluar dulu—"
Tangan sang kakak dicekal Sopan erat-erat, "Mas Supra suka novel romance, ya?" Tatapannya menyelidik namun masih tampak kehororan di sana.
"T-tidak, tuh," elak Supra gelagapan. Ia berusaha melepaskan cekalan sang adik yang surprisingly sangat kuat sampai tidak bisa ia lepas.
Sopan menyunggingkan senyum khasnya—dan Supra tahu lebih dari siapapun, maksud senyum Sopan saat ini bukanlah keramahan yang biasa ia sodorkan. "Sopan punya banyak kok Mas di kamar. Mas Supra boleh pinjam."
Benar, kan! Anak ini memang sengaja diam-diam mengejeknya.
"Ih, siapa juga yang suka novel—"
"Kak Solar juga suka, kok. Kemarin Sopan dikasih pinjam koleksinya—"
"Nanti aku pinjam ya, Sopan." Pungkas Supra sambil menepuk bahu adiknya sebelum kembali berlalu meninggalkan mereka—demi menahan malunya yang sudah tidak tertolong lagi.
Sopan mengangguk mengiyakan sambil tetap tersenyum. Kali ini derajat sunggingannya sedikit lebih tinggi. Baru kali ini punggung sang kakak yang berjalan menjauhinya dapat membuat Sopan senang sekali melihatnya. Ia tertawa kecil, "Mas Supra murah banget, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rupa Tujuh Semesta
Fiksi PenggemarKarena hari-hari Solar yang normal tidak pernah terlihat biasa saja akibat ulah ajaib kakaknya yang berjumlah enam biji Dan tentu saja, polah ajaib dirinya sendiri