Gak asik, Magenta yang kelelahan, kekenyangan, dan juga kesepian. Lelaki manis dengan pakaian santai seenaknya rebahan di tempat tidur Magenta sambil cekikikan. Kelakuannya persis remaja puber, menyebalkan. Magenta gak kebagian tempat tidur, semua dikuasai Radika yang asik sendiri."Lo pulang, gih," usir Magenta. Namun, bukan Radika namanya jika nurut gitu aja sama permintaan Magenta.
"Gege ganggu aja, deh. Kalo Lo ngantuk, tidur aja di sini, Ge." Radika tepuk-tepuk space kosong di sebelahnya.
Saking capeknya, Magenta tak ambil pusing lagi. Dia menempatkan tubuh kurusnya di samping Radika. Dari jarak sedekat itu, dia dapat merasakan aroma vanila dari tubuh Radika. Dia ingin mengecap aroma itu, merasakan tiap jengkal kulit mulusnya. Berada di pelukannya selamanya.
Sialan!
"Gue di bawah aja!" Gak bisa, otak Magenta udah gak bisa diajak kompromi, Radika wangi dan menggemaskan.
"Dih, udah di sini aja. Gue udah mandi, enggak bau," ujar Radika. Magenta urung bangkit, ujung kaosnya ditahan tangan kurus pucat milik sahabatnya.
"Cewek mana lagi yang harus gue antar pulang, Ka?" tanya Magenta, tanpa melihat ke arah Radika yang masih asik berbalas chat dengan pacar barunya.
"Kayaknya ini yang terakhir buat gue, Ge. Pada akhirnya gue menemukan pelabuhan terakhir yang bisa bikin gue bahagia."
"Pelabuhan terakhir tuh kalo Lo udah ke pelaminan, ini mah baru pacaran kurang dari seminggu aja sok-sokan bilang pelabuhan terakhir."
"Sirik aja lu, bilang aja iri karena jomlo terus," ledek Radika.
Magenta mengubah posisinya hingga terlentang menatap langit-langit rumahnya. Kipas angin yang menempel di langit-langit seperti mengejek keadaannya yang sedikit kacau.
"Orang yang gue suka udah punya pacar hahahaha," tawa Magenta begitu hampa.
Radika duduk dan menepuk lengan Magenta. "Sabar ya, Ge."
Magenta hanya mengangguk, meratapi diri. Andai saja mudah untuk mengatakan kalau Radika adalah orang yang dia suka sejak dulu.
"Orang yang Lo suka sekantor?" tanya Radika tiba-tiba.
Magenta menoleh, lalu menggeleng.
Radika mengembuskan napas lega, lalu kembali fokus dengan chating bersama sang pacar.
Pengantar tidur kali ini tawa Radika yang bersahutan dengan notifikasi tanda pesan masuk di ponselnya.
Entah pukul berapa Radika pulang tadi malam. Yang pasti pagi harinya Magenta sudah melihat kamarnya kosong. Radika hanya meninggalkan jejak wangi tubuhnya pada bantal yang dia tiduri sebelumnya.
"Kak, berangkat bareng boleh?" Anak muda usia awal dua puluhan datang tanpa permisi. Rambutnya kelimis, pakaiannya rapi dan licin.
"Motor lu mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [END]
RomanceNamanya Radika, usianya hanya terpaut satu bulan saja. Di mana Radika berada maka Magenta selalu jadi bayangannya. Begitu pun sebaliknya. Satu perbedaan mereka, Magenta lahir dari keluarga biasa-biasa saja, sedangkan Radika lahir dari keluarga kaya...