Hampir tengah malam saat Magenta dan Yuki memutuskan untuk pulang dari resto Indonesia langganan Yuki. Obrolan di sana ngalir banget ditambah ada banyak orang Indonesia yang menetap di Jepang dan berkunjung ke restoran itu.
Magenta serasa pulang dan Yuki menikmati kenyamanan Magenta di tempat itu. Kalau saja Tante Gina buka sampai pagi, Yuki rela nungguin Magenta menghabiskan waktu di sini.
"Ada apa, Kas?" tanya Magenta begitu dia masuk ke rumah. Kastara terlihat stress dan kesal.
"Tuh, Bang Dika nungguin di kamar Kakak."
Yuki dan Magenta berpandangan, Bunda keluar kamar Magenta dan mengangguk. Minta persetujuan Yuki agar memberikan kesempatan Magenta dan Radika bicara empat mata.
Yuki mengangguk, dia pamit undur diri dan berlalu menuju rumah utama yang tidak jauh dari tempat Magenta dan keluarganya bermalam.
Magenta sudah menduga saat seperti ini akan tiba waktunya. Lelaki itu memutar memegang pegangan pintu dan menggesernya. Dia melihat punggung Radika begitu rapuh dan menyedihkan. Rasa bersalah tiba-tiba dia rasakan.
Magenta egois, dia mencintai Radika dan menghukum Radika sampai semenyedihkan ini. Radika sebenarnya punya hak untuk membalas cintanya atau tidak. Magenta menghela napas dan duduk di sebelah orang yang terlihat resah itu.
"Hai," sapa Magenta.
Radika menatapnya, matanya berkaca-kaca bibirnya bergetar mengingatkan Magenta pada masa kanak-kanaknya. Masa di mana Radika selalu manja kepadanya. Keadaan ini selalu terjadi manakala Radika tidak mendapatkan apa yang dia mau.
"Kok nangis, sini," ajak Magenta. Lelaki itu merentangkan tangan. Tanpa menunggu lama Radika mendekat, menubruk Magenta sampai sedikit tersentak ke belakang.
Pelukan hangat itu akhirnya dia rasakan kembali. Radika nyaris putus asa kalau Magenta tidak akan pernah lagi merentangkan tangan itu dan membiarkan dada bidangnya menjadi sandaran Radika. Sama seperti sebelumnya kala dia sedih karena banyak hal terjadi.
"Gue harus gimana biar Lo gak menjauh dari gue, Ge?" pertanyaan itu diutarakan dengan suara sengau dan serak. Meski pelan, ada rasa putus asa yang bisa Magenta tebak dari setiap kata yang terucap.
"Enggak, enggak gimana-gimana. Lo berhak atas kenyamanan Lo, Lo berhak membuat keputusan apa pun yang Lo mau. Maaf karena gue gak tahan buat nyimpen perasaan gue lama-lama. Lo gak harus balas, Lo cukup tau aja." Magenta mengelus Surai lembut milik Radika, menghidu aromanya, dia pejamkan mata menahan sakit yang menyayat hatinya.
Magenta berdusta, dia sebenarnya terluka. Dia ingin lebih, dia ingin Radika untuk dirinya sendiri.
"Gue tersesat saat Lo jauh dari gue, Ge. Gue tersiksa liat Lo bahagia bareng orang lain, tapi gue juga gak bisa ngasih kebahagiaan itu, Ge. Gue gak bisa, gue normal, gue straight. Gue punya Agatha dan ..."
"Stttt, gue tau," potong Magenta, dia letakkan telunjuknya di bibir Radika.
"Gue lebih dari sekadar tau tentang Lo. Sekali lagi sory udah bikin Lo bingung, ini tujuan gue pindah ke sini, tujuan gue menjauh bukan buat jauhin Lo. Gue cuma mau sembuhin hati gue yang gak normal ini. Gue nanti balik dalam keadaan gak apa-apa saat ketemu Lo. Nanti gue balik ke Lo jadi Gege yang seperti biasanya. Gak berharap apa-apa selain pertemanan kita kaya biasanya."
Radika melepaskan tangannya, dia menatap Magenta dan mencari kejujuran di sana. Dan entah mengapa sejak Magenta pindah dan menyatakan perasaan terhadap Radika melalui selembar surat itu, Radika tak mampu lagi membaca mata Magenta.
"Ge, Plis jangan jauhin gue, tolong jangan benci gue."
"Gue gak jauhin Lo, gue janji gue balik kalo gue udah sembuh. Percaya deh. Gue juga punya banyak mimpi, gue gak bisa kerja di perusahaan itu lagi. Di sana toxic, di sana bukan tempat gue sejak awal. Lo tahu sendiri gue sering ngeluh, kan? Di sini gue Nemu kebebasan, di sini gue Nemu apa yang gue mau, dan yang penting di sini gue hidup sama orang yang mencintai gue."
Magenta tidak jujur tentang dia yang akan pulang dan mengurus kedai milik Yuki di Bandung. Biar hanya dia dan Yuki yang tahu. Biar Magenta tidak bergantung pada lelaki yang sedang merengek di depannya.
"Gue juga cinta sama Lo, Ge. Tapi cinta gue bukan sebagai pasangan, gue sayang Lo seperti gue sayang sama Bunda dan Kastara. Jangan bilang kalau Lo hidup di Bandung sama orang yang gak cinta sama Lo."
"Gue tahu, Ka. Gue tau, hanya saja, gue terlanjur tanda tangan kontrak. Gue titip Bunda, ya. Jaga mereka buat gue. Makasih udah jengukin gue di sini, makasih udah khawatirkan gue pas gue operasi kemarin."
Magenta menatap Radika, menghapus jejak air mata di pipi lelaki itu. Dia elus rambutnya yang sedikit ikal. Tatapan Magenta terasa begitu menyedihkan dalam hatinya yang bicara, dia tahu bahwa lelaki ini tidak bisa dia miliki sama sekali.
"Semoga Lo bahagia sama Agatha, salam dari gue buat dia. Sampaikan maaf gue karena bikin salah sama dia."
Radika merasakan nyeri di sudut hatinya. Perpisahan adalah salah satu hal yang paling dia takuti dalam hidupnya.
"Ge, tolong beri akses biar gue tetap bisa komunikasi sama Lo. Beri gue nomor telepon Lo yang di sini."
"Lo bisa DM di Ig aja, Ka. Gue kerja di kebun jadi gak bisa pegang hp terus. Meski perusahaan ini milik Yuki tetap gue harus taat sama aturan saat kerja sama dia."
Radika mengangguk dia lantas mendongak kala Magenta berdiri. Radika tahu sudah saatnya berpisah. Di ruangan tamu, Kastara dan Bunda juga sudah siap dengan kopernya masing-masing. Rupanya inilah alasan Kastara kesal dan bete. Dia masih betah di Jepang. Tapi Radika sudah beli 3 tiket untuk pulang.
"Gak usah manyun deh, Kas. Bunda yang minta pulang sekalian." Bunda menepuk kepala anak bungsunya.
"Nanti gue ongkosin Lo biar bisa ke sini bareng pacar lo. Jaga bunda Bro. Bantuin dia di Rumah jahit, bantu pantau Galeri dan hati-hati saat ambil kain di si mister. Bawa pacar Lo saat ambil kain biar gak dijodohkan sama anaknya yang di India." Magenta memeluk sang adik.
Setelah pelukannya terurai dia lantas memeluk Bunda. Magenta bahkan tak sanggup bicara saat memeluk wanita itu.
Dia hanya diam dan membasahi bahu Bunda dengan air matanya. Magenta ingin sekali mengatakan bahwa dia juga akan pulang. Tapi tidak, Magenta akan tetap merahasiakan kepulangannya. Magenta akan memulai hidupnya yang baru tanpa bayang-bayang Radika.
Karena Magenta tau, bersama Radika maka dia membunuh diri dan hatinya pelan-pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [END]
Roman d'amourNamanya Radika, usianya hanya terpaut satu bulan saja. Di mana Radika berada maka Magenta selalu jadi bayangannya. Begitu pun sebaliknya. Satu perbedaan mereka, Magenta lahir dari keluarga biasa-biasa saja, sedangkan Radika lahir dari keluarga kaya...