Delapan: Diam-diam Resign

209 22 3
                                    

Maaf Minna San, tadinya si Yuki aku kira bakalan muncul di bab ini, tapi karena kepanjangan aku potong dan Yukinya ada di bab 9.

Minna San bisa tebak siapa visualnya Yuki? Yuk jawab sambil nunggu bab selanjutnya di-posting.


Kring Kring!

Saking kesalnya sama situasi yang terjadi, bel yang biasa bikin Magenta bahagia pun rasanya terdengar menjengkelkan. Padahal saat bel itu berbunyi dia selalu semangat turun dari kamar menuju ruang makan. Di sanalah bunda Selen sudah siapkan makanan yang dia masak dengan tangan ajaibnya.

Rokok yang dia jepit di antara telunjuk dan jari tengah buru-buru dipadamkan. Dengan langkah malas Magenta keluar kamar dan melihat bunda Selen di ujung tangga paling bawah tersenyum lembut.

Ah, mana bisa marah melihat senyum Bunda.

"Kenapa, Bund, udah waktunya makan?" tanya Radika.

"Turun dulu bentar, ada Tante Sarah."

Magenta mematung, rasanya enggan menemui orang-orang yang berhubungan dengan Radika untuk saat ini. Seperti yang sudah dia bilang sebelumnya saat ini dia hanya ingin sendiri. Memikirkan semuanya, memulihkan hatinya dan memantapkan keputusan hidup yang akan dia ambil ke depannya.

Sebelum menemui Sarah, Magenta mencuci kedua tangannya, berkumur dan mencuci muka di wastafel. Menghilangkan jejak nikotin meski usahanya itu tak bisa dibilang efektif.

"Kenapa, Tan? Ada yang bisa Genta bantu?"

Maminya Radika tersenyum lembut, dia meminta Magenta untuk duduk di sebelahnya.

"Tante belum sempat mengucapkan terima kasih secara langsung. Jika bukan karena kamu, gak tau gimana nasib Radika. Makasih sudah banyak membantu anak bandel itu."

"Ih Tante, jangan ngomong gitu. Sudah kewajiban Genta mengurus Radika."

Apa iya?

Apa memang benar kewajibanku mengurus dia?

Sarah mengusap rambut Magenta, dia menatapnya seperti menatap anak sendiri.

"Dika nungguin kamu, tadi dia buru-buru Mau ke sini pas denger suara motormu datang."

Magenta menghela napas, bagaimana bisa dia menghindar? Mau gak mau dia seret langkahnya menuju rumah yang lokasinya persis di depan rumahnya. Rumah besar berpagar tinggi dengan tanaman hias hampir memenuhi teras.

Setelah mengetuk pintu kamar Radika dan mendapatkan persetujuan pemiliknya, Magenta masuk. Hal pertama yang dia lihat adalah Radika yang tengah duduk di tempat tidur. Tatapan matanya tidak bersahabat, sangat tidak bersahabat. Magenta nyaris tidak mengenal sosok yang berada di hadapannya itu.

"Kali ini gue sama sekali gak kenal sama Lo, Ge."

Itu yang seharusnya gue katakan, Ka.

Magenta hanya sanggup mengatakannya dalam hati. Dia memilih diam mendengarkan Radika bicara.

"Lo suka sama Agatha?"

Magenta merasa terluka, tidakkah cukup apa yang dia lakukan untuk Radika selama ini?

"Kalau suka bilang dari awal biar gue gak maju. Jangan pakai tameng sahabat akhirnya nyakitin Agatha, nyakitin gue, dan kalau boleh gue tebak Lo juga sakit."

Uncrush [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang