Dua Puluh Tujuh: We Meet Again

184 15 5
                                    

Rumah sederhana yang begitu kontras dengan rumah mewah di depannya adalah tujuan Radika saat ini. Beberapa saat lalu mobilnya menepi tepat di depan rumah. Niat untuk masuk kini tak jadi setelah melihat Bunda berjalan tergesa bahkan setengah berlari sesaat setelah turun dari ojol.

"Bunda baik-baik saja?" tanya Radika setengah berteriak. Bunda yang biasa peka bahkan tak menoleh, Radika lebih dari sekadar ngerti kalau di rumahnya terjadi sesuatu.

Tepat di depan pintu terdapat dua sneaker putih. Persis seperti couple dan satu sneaker yang berbeda. Ada tiga orang yang menunggu Bunda di dalam. Tapi hening, Radika bahkan tidak mendengar ada obrolan di sana.

Biarlah dianggap tidak sopan karena lelaki itu nyelonong masuk. Sosok tampan dengan pakaian putih bersih sibuk dengan gadgetnya di sudut ruangan.

"Maaf, kamu siapa?" tanya Radika.

Lelaki itu menoleh, "Sena. Nama saya Bimasena."

"Temannya Kas?"

"Bukan," jawabnya dingin. "Saya pacarnya."

Radika kaget, ya, dia tau Kastara punya pacar, bucin setengah mampus sama pacarnya tapi gak nyangka sama sekali kalau pacarnya itu ganteng. Tipikal orang terpelajar yang kalem dengan kacamata tebal, rambut hitam legam dan anting di telinga kanannya.

"Kas di mana?"

Sena menunjuk satu ruangan yang dia tahu itu adalah kamar Bunda, kamarnya tidak tertutup sempurna, ada isakan Bunda terdengar di sana. Radika menebak mungkin Kastara Coming out jadi Bunda sedih. Tapi ada satu lagi sepatu di luar, lalu siapa dia?

"Sejak kapan?" tanya Bunda, suaranya dingin. Terlihat seperti orang yang marah, isakannya makin menjadi. Radika tidak bisa tinggal diam, dia berharap kemunculannya bisa menenangkan Bunda. Tanpa ada undangan apa-apa Radika menerobos masuk dan melihat kenyataan yang ada.

"Ge!" pekik Radika.

Mata kelam yang dia rindukan menatapnya dingin. Gak ada kesedihan seperti saat mereka berpisah di Jepang hampir 5 bulan lalu.

Bunda menoleh, Radika melihat wajah Bunda Selen penuh air mata. Dia tidak senyum, tidak bahagia, tidak menunjukkan emosi apa pun selain marah dan kesal.

"Nak Dika bisa keluar dulu? Bunda mau bicara sama anak-anak Bunda. Ini urusan keluarga."

Kata keluarga yang Bunda ucapkan seperti silet yang menyayat hati Radika. Perih. Kebaikan Bunda selama ini apa? Apakah dia tidak dianggap keluarga? Deklarasi Bunda selama ini apa? Bahkan Bunda selalu bilang kalau Radika adalah salah satu anak lelakinya juga.

Selain itu ada Gege di dalam. Sekuat apa pun Bunda dan Kastara meminta lelaki itu pulang, tetap tidak pernah berhasil, sampai hari ini. Ada sesuatu yang serius yang pasti tidak Radika ketahui sampai semua berkumpul.

"Sory, Bang. Pulang aja dulu," ucap Kastara berusaha menutup pintu kamar Bunda. Beberapa detik kemudian kamar itu terbuka lagi.

"Sen, ini bakalan lama, kamu terserah mau pulang atau nunggu di kamarku."

"Aku pulang aja deh, kabari kalau udah senggang ya. Bilang bunda sama Kakak kamu aku pulang."

Lelaki bernama Sena itu mengemasi barangnya dan keluar dari rumah. Radika mematung, pikirannya yang ruwet masih belum bisa mencerna. Ini bukan soal coming outnya Kastara, buktinya Sena bahkan terlihat sesantai itu.

"Maaf, Bang Dika." Kastara menutup pintu kamar tanpa peduli sama pacar dan juga tetangga depan rumahnya.

Pada akhirnya Radika ikutan keluar mengekori Sena yang kini sedang pake sepatu.

Uncrush [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang