Yuki tidak pernah menyangka, pertemuan kembali dengan Magenta justru dalam keadaan berbeda. Tidak ada lagi lelaki ceria yang selalu optimis di diri Magenta. Mata kecoklatan miliknya itu seakan minta tolong. Persis seperti langit kelabu yang siap menumpahkan ribuan kubik air dalam sekejap.
Yuki mengerti, Magenta sedang tidak baik-baik saja. Jadi tidak ada basa-basi sekadar bertanya, "are you okay?" Tidak, itu hanya akan melukai Magenta yang jelas-jelas sedang terluka.
"Sejauh apa persiapannya?" tanya Yuki. Dia kesampingkan rasa lelah menempuh jarak jauh dari Jepang ke Indonesia.
"Semua sudah hampir selesai. Gue hanya harus selesaikan kewajiban di perusahaan dua hari lagi selesai. Atasan gue baik, dia juga bantu biar semua kerjaan itu selesai tepat waktu."
Yuki mengangguk. Dia memberikan satu paper bag berisi oleh-oleh buat Bunda.
"Tolong kasih sama Bunda."
"Gak mau anterin sendiri?"
"Gue gak tau cerita Lo gimana, gue gak tau apa yang bikin Lo sedih. Tapi sedikit banyak gue tau kalau penyebabnya si anak tetangga itu. Pergi ke rumah Lo takutnya gue kelepasan bikin muka itu anak berantakan." Yuki mengambil sebatang rokok yang dikempit di antara telunjuk dan jari tengah Magenta, lalu melemparkan batangan racun itu tanpa sempat Magenta mengisapnya.
"Gue stress, biarin gue merokok," mohon Magenta.
"No, gue gak mau. Ayo, kita jajan eskrim."
Magenta menaikkan alisnya, dikira bocah kali ya diajak makan eskrim. Namun, Yuki tidak peduli, dia membawa Magenta ke salah satu kedai eksrim. Tempat itu terlihat hangat dan sejuk dalam waktu bersamaan. Interiornya mewah untuk sekadar kedai yang menjual eskrim.
Yuki memilih salah satu meja dan berjalan meninggalkan Magenta untuk memesan. Dari gesturnya Magenta merasa Yuki sering datang ke tempat ini. Tapi mana mungkin, dia kan tinggal di Jepang.
"Udah jangan berlagak sadboy, nih eskrim double cokelat kesukaan Lo."
"Gue gak pernah bilang kalau gue suka eskrim cokelat." Meski begitu Magenta menerima eskrim itu karena tidak enak hati.
"Iya, tapi gue tau. Dibandingkan rasa yang lain Lo selalu pilih cokelat. Gue tau semua tentang Lo."
"Ki, sory," ucap Magenta pelan. Dia masih memainkan sendok diatas lelehan cokelat pada eskrimnya.
"Gue juga tau, kita tidak akan pernah bersama. Makanya gue gak meningkatkan rasa yang gue punya dari suka ke cinta. Begini jauh lebih baik, Ge. Tapi serius, daripada rokok lebih baik itu. Coba dulu."
Magenta menghargai niat baik Yuki, eskrim yang manis dengan aroma cokelat yang pekat lumer di mulutnya. Memang benar, ini sama sama menenangkan, tidak ada bedanya dengan rokok.
Magenta mengulurkan tangannya dan mencolek eskrim hijau yang sedang Yuki nikmati.
"Ieuuh. Matcha lagi?"
"Yeh, warna hijau gini ya matcha, dikira tai kuda?"
"Hus!" Magenta menyenggol kaki Yuki, menyebabkan lelaki itu tertawa.
Jika dilihat-lihat dalam kedai itu hanya Yuki dan Magenta yang terlihat lebih berumur. Pasalnya, hampir semua pelanggan yang datang adalah pelajar dan mahasiswa yang menghabiskan waktu usai belajar. Beberapa di antaranya ada pasangan yang tengah asik memadu kasih.
Yuki benar-benar menepati janjinya, membantu Magenta sampai semua yang dia butuhkan untuk berangkat ke Jepang terpenuhi. Hari ini misalnya, Yuki menjemput Magenta di hari terakhirnya bekerja. Rencananya setelah ini Yuki akan membawa Magenta untuk membeli oleh-oleh titipan Ibunya di Jepang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [END]
RomanceNamanya Radika, usianya hanya terpaut satu bulan saja. Di mana Radika berada maka Magenta selalu jadi bayangannya. Begitu pun sebaliknya. Satu perbedaan mereka, Magenta lahir dari keluarga biasa-biasa saja, sedangkan Radika lahir dari keluarga kaya...