Sembilan: Selamat Tinggal, Crush!

222 23 1
                                    

Ini pertemanan sudah gak bisa diselamatkan? Begini doang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini pertemanan sudah gak bisa diselamatkan? Begini doang?

Magenta melempar ponselnya ke atas meja. Suaranya cukup mengganggu sampai beberapa orang melihat ke arah meja Magenta. Andi salah satunya, dia menatap Magenta penuh dengan rasa iba.

"Ndut, ayo cabut, Agatha pengen makan lontong sate pak Abdul." Robin menepuk pundak Andi. Padahal jelas-jelas di chat mereka bilang gak mau makan.

Magenta tersenyum miris, jika menuruti nafsu dia sudah melayangkan kepalan tangannya tepat di pipi gembil Robin.

Tenang, Genta, tenang. Sehari lagi.

Sebenarnya hari ini pun Magenta memberanikan diri chat di grup bertujuan untuk bicara dengan mereka bertiga sekaligus pamit. Namun, niat baiknya seakan dihalangi.

"Genta ikut?" ajak Andi.

"Udah terlanjur gofood, kalian aja deh," dusta Magenta. Jika benang kusut ini diuraikan maka masalah yang terjadi sangatlah sepele. Namun posisinya lawan Magenta perempuan sehingga banyak orang yang membelanya.

Tak apa, mungkin memang seharusnya kepergian Magenta tidak diketahui semua orang. Dengan begitu dia leluasa memulai hidup yang baru.

Dia memilih fokus untuk menyelesaikan semua kewajibannya. Sampai waktu terus berjalan dan tidak disadari senja yang indah berganti gelapnya malam.

"Sudah malam, Aa, gak pulang?" tanya office boy. Magenta menoleh lalu tersenyum.

Keberadaan lelaki kurus kecil itu baru dia sadari. Padahal selama ini dia selalu menyapa Magenta.

"Pak Anwar," panggil Magenta.

"Siap, A, mau kopi?" tanya Pak Anwar.

"Enggak, pak Anwar sampai jam berapa?"

Magenta mengikuti arah pandang Pak Anwar. Jam dinding besar dengan tulisan nama perusahaannya terpajang di dinding.

"Lima menit lagi, A, matiin lampu-lampu dulu habis itu pulang. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya tunggu di parkiran ya, temani saya makan malam."

Pak Anwar terlihat senang, meski ada raut bingung dari paras lelaki itu.

"Tenang aja, buat orang rumah nanti saya bungkusin."

Barulah pria setengah baya itu mengangguk lantas berlalu menyelesaikan tugasnya yang terakhir.

Warung nasi goreng adalah tempat yang dipilih Magenta untuk merayakan perpisahan dengan OB yang selalu ada untuknya.

Uncrush [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang