Genggaman tangan Magenta masih belum terlepas kendati mereka sudah sampai di restoran yang ada di hotel itu. Deretan meja bundar dengan masing-masing empat kursi mengelilingi tampak kosong. Kecuali di sudut lorong dekat dengan pembatas besi yang melintang panjang. Ada sosok perempuan hamil dengan satu balita yang duduk manis menikmati screen time di high chair.
Perempuan itu menatap jauh kota Bandung dari ketinggian. Tapi, sebenarnya dia hanya menerawang dengan pikiran entah ke mana. Maudy yang berjalan duluan menyapa perempuan itu dan duduk di sana. Magenta menyusul, dia meraih kursi dan membiarkan Radika duduk di antara dirinya dan Maudy.
Hanya Radika yang tidak tahu siapa perempuan berbadan dua itu. Dia melirik anak balita yang asik dengan tontonannya dan merasakan genggaman tangan Magenta semakin erat.
"Mbak Kinan, ini Radika, pacarnya Agatha," ucap Maudy. Radika menoleh merasa bingung mengapa justru Maudy yang memperkenalkan dia. Perempuan bernama Kinan tersenyum dan menyodorkan tangannya. Radika menjabatnya, terasa dingin seperti sedang gugup.
"Mbak udah dapat bukti-buktinya?" tanya Magenta.
"Sudah saya Print. Saya juga simpan filenya baik-baik. Nanti saya kirim buat back up data kali aja terjadi apa-apa sama saya." Perempuan itu juga menuliskan sesuatu pada secarik kertas dan memberikannya pada Magenta.
"Itu alamat kedua orangtua saya di Garut. Tolong jika terjadi apa-apa sama saya hubungi mereka."
"Mbak, kamu aman, saya pastikan kamu, Alif dan bayi yang sedang Mbak kandung aman. Kalau perlu mbak minta lembaga perlindungan perempuan biar lebih yakin kalau Mbak baik-baik saja." Magenta melepas genggaman tangan Radika di bawah meja. Sebagai gantinya dia mengelus puncak kepala anak kecil bernama Alif yang masih terlihat polos dan tak berdosa itu.
"Saya pastikan prosesnya cepat, Mbak. Dengan begitu Mbak juga bisa melakukan gugatan cerai dan Mbak bisa pulang dengan aman." Maudy menimpali. Kinan terlihat senang, beberapa kali mengangguk dan berterima kasih.
Kinan merogoh tas dan menyerahkan amplop cokelat ukuran besar kepada Magenta. Magenta memeriksa sekilas dan tangannya mengepal erat, matanya berkilat penuh dengan emosi.
"Maaf, Mbak, gara-gara saya Mbak harus nanggung semuanya," ucap Magenta.
"Enggak, dia memang begitu. Orangnya tidak mau kerja keras tapi selalu tidak terima dengan pencapaian orang lain. Soal perselingkuhan, ini bukan sekali dua kali. Saya sudah lelah dan baru berani bilang sekarang setelah dapat dukungan dari kalian. Oh iya, surat visum dan bukti bukti KDRT juga sudah saya sertakan di sana."
"Baik, Mbak. Nanti pengacara akan urus semuanya, maaf hari ini beliau tidak bisa hadir karena masih di luar kota. Terima kasih kerja samanya, nanti kami hubungi lagi." Maudy meraih tangan Kinan. Memegangnya sebagai dukungan moral kepada perempuan itu.
Jujur, di sini, Radika seperti orang bego yang gak tau apa-apa. Dari sekian banyak obrolan di meja, tak satu pun yang dia mengerti.
"Sherina sudah pesan kamar buat saya di sini. Maaf gak bisa nemenin kalian makan, kepala rasanya mau meledak, saya butuh tidur." Pamit Magenta.
"Iya, kamu pucat banget. Istirahat sana, biar Mbak Kinan saya yang antar pulang, nanti sopir bakalan jemput."
Setelah pamitan sama Kinan, Alif dan Maudy Magenta meraih tangan Radika, membawa lelaki itu meninggalkan restoran.
"Ge, ada apa sebenarnya?" tanya Radika begitu keduanya masuk Lift menuju lantai atas setelah dari resepsionis mengambil kunci kamar yang sudah dipesan Sherina.
"Gapapa, bentar lagi selesai, kita bisa hidup normal tanpa harus ngumpet-ngumpet kaya sekarang. Ka, kamu mau pulang atau mau ikut aku ke atas?"
"Harusnya lo nanya tadi, sebelum lift bergerak naik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [END]
RomanceNamanya Radika, usianya hanya terpaut satu bulan saja. Di mana Radika berada maka Magenta selalu jadi bayangannya. Begitu pun sebaliknya. Satu perbedaan mereka, Magenta lahir dari keluarga biasa-biasa saja, sedangkan Radika lahir dari keluarga kaya...