Cemas

1.3K 120 45
                                    













Lorong rumah sakit tempat ruang operasi itu berada terasa sangat sepi, mencekam. Dikejauhan, suara-suara mesin dan percakapan antara pengunjung rumah sakit dan para perawat yang berlalu lalang saling bersahutan.

Lampu merah yang menyala diatas pintu ruang operasi bersinar terang, menandakan jika proses operasi didalamnya masih berjalan.

Dan Zee…. Zee yang terduduk kaku dilantai, didepan pintu operasi itu merasa dunianya terhenti sesaat. Istrinya… anaknya… kesalahan seperti apa yang diperbuat oleh Nunew dan anaknya? Dosa seperti apa? Sehingga keduanya harus menanggung sakit seperti ini?

Zee memandangi kedua tangannya yang bergetar, putih pucat, seakan kehilangan aliran darah.

Zee tidak ingin memikirkannya, tidak ingin menerimanya. Jika sesuatu sampai terjadi pada kedua istri dan anaknya… Zee tidak akan melepaskan mereka yang sudah berani menaruh tangannya pada Nunew. Zee akan membalas mereka berkali-kali lipat, sebelum menyusul istri dan anaknya.

“Zee…. Jangan seperti ini… kamu harus kuat!” ucap maminya yang berusaha memeluk tubuh kaku Zee. Bisikan-bisikan penuh doa terdengar samar di telinga Zee, entah siapa yang merapalkannya, Zee sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mempedulikannya.

Di sebrang Zee, mertuanya, pasangan perd saling berpegangan erat dengan wajah yang sama pucatnya dengan Zee, bibir keduanya bergumam. Ahh… dari sana rupanya asal bisikan penuh doa itu. Kedua mertuanya sama-sama berdoa, agar Nunew dan bayinya bisa melewati mala mini, agar keduanya selamat, walaupun kecil kemungkinan Nunew bisa mempertahankan bayinya.

“Kandungan Nunew baru saja menginjak awal 7 bulan mi…” bisik Zee, lirih, tanpa nada kuasa yang sering mengiringi  setiap ucapannya selama ini.

Zee… merasa dikalahkan oleh keadaan saat ini. Zee tidak pernah menyangka dia akan merasa tidak berdaya dan dikalahkan oleh keadaan suatu saat nanti, Zee selalu merasa dia memiliki kendali dan akan terus memilikinya. Bahkan ketika mendapatkan kabar Yuri berselingkuh darinya, dan mendapati perusahaannya digerogoti dari dalam oleh besannya sendiri, Zee tidak pernah merasa seterpuruk ini.

Zee selalu memiliki rasa kendali, dulu. Tapi saat ini, perasaan itu hilang, Zee merasa lemas, membayangkan dia akan kehilangan istri atau anaknya didalam sana… Zee, untuk pertama kalinya didalam hidupnya, merasakan takut. Takut akan kehilangan.
“Zee… semuanya akan baik-baik saja. Ok?.. kamu harus kuat, bertahan Zee… demi Nunew.” Bisik maminya kembali.

“mereka bilang… para dokter itu bilang.,, kecil kemungkinan bayi kami akan selamat, kecil kemungkinan kandungan Nunew akan baik-baik saja setelah ini.” Lirih Zee.

“Zee…” tangisan pilu terdengar samar di telinga Zee yang berdengung. Itu ibu mertuanya.

Lirihan pahit Zee menyakiti hari wanita paruh baya itu.

Bayangan Nunew yang terbaring pucat, mohon Nunew yang tidak ingin kehilangan anak mereka, dan kemungkinan bayi mereka tidak akan selamat malam ini menyakiti mereka semua. Bukan hanya Zee, tapi mertua, dan kedua orang tua Zee. Semuanya terdiam dalam kecemasan.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Yuri sebenarnya ingin tetap berada di rumah besar yang sudah lama dia akui sebagai miliknya itu.

Tetapi lirikan tajam Zee yang sekilas diarahkan padanya saat pria itu memboyong Nunew kerumah sakit masih terbayang di kepala wanita itu.

Dingin.

Kejam,

Dan tidak memiliki kehangatan yang dulunya familiar didalam benak Yuri.

Zee mengetahuinya, atau setidaknya, mencurigai Yuri.

Sebagai orang yang sudah mencoba untuk mengusik Nunew. Yuri tau tindakan yang dia coba lakukan berbahaya. Kemungkinannya untuk menarik marah Zee sangat besar.

Tapi Yuri terdesak, dia tidak memiliki pilihan lain.

Keluarganya bangkrut, mamanya tidak memiliki pijakan yang bisa digunakan untuk mendukung Yuri.  Dan Yuri juga sudah kehilangan afeksi Zee sepenuhnya, terlebih, Nunew sebentar lagi akan melahirkan keturunan pertama Zee, cucu sah keluarga Panich.

Status yang seharusnya di dapatkan oleh anak yang terlarih dari Yuri.

Bukan salah Yuri jika dia memilih jalan singkat untuk menyingkirkan anak itu.

Tangan Yuri bergetar, membaca satu persatu pesa penolakan dari teman-temannya yang menolak untuk menampungnya sementara waktu.

Gossip sudah menyebar dikalangan atas kalau Yuri sudah diasingkan oleh Zee.

'maaf Yuri, kami sedang berlibur sekarang, jadi tidak bisa menrima tamu.’ Tulis salah satu temannya, membalas pesan singkat Yuri yang meminta dibukakan pintu untuk bermalam barang beberapa hari.

'oh bagaimana ini, mertuaku baru saja berjunjung dari luar kota, rumah kami penuh dan tidak ada kamar kosong, maaf Yuri.' Bala stemannya yang lain.

Dan penolakan, demi penolakan…

Aku Yang Kedua -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang